Title : White Fang
Author : Jack London (1906)
Translator : Harisa Permatasari
Editor : Jia Effendie
Publisher : Gagas Media
Edition : Cetakan pertama, 2014
Format : Paperback, vi + 330 halaman
Di tengah-tengah salju di bumi bagian utara, serigala
abu-abu ini lahir. Pertemuan pertamanya dengan manusia membuatnya mendapatkan
nama White Fang. Serigala kecil yang lahir dari ibu setengah serigala setengah
anjing ini memiliki riwayat hidup yang rumit. Ibunya hidup di antara serigala,
yang berkat kepandaian, kekuatan, dan kelicikannya, membebaskan kawanannya dari
kelaparan. Hingga suatu kejadian membuat dia dan anaknya harus masuk kembali ke
kawanan manusia.
Pada perjalanannya, White Fang harus terpisah
dengan ibunya, dan dia tumbuh dewasa sendirian. Dia belajar dari rasa sakit dan
penderitaan; taring ganas dari karnivora lain, pukulan demi pukulan dari
pemiliknya, hingga pengucilan dari sesama kawanan anjing—yang notabene adalah
kerabat sekaligus musuh serigala.
Dengan hidung yang
terus berkedut, bulu yang berdiri hingga terus bergelombang, lidah terjulur
keluar bagaikan seekor ular merah, telinga
menempel ke bawah, mata berkilat penuh kebencian, bibir tertarik ke belakang,
dan taring yang terpampang dan meneteskan air liur. (p.147)
Insting dan pengalaman merupakan dua hal yang
penting untuknya dalam bertahan hidup. White Fang menggunakan keduanya dengan
bijak hingga dia bisa menjadi unggul dalam kawanannya. Dia belajar tentang
siapa manusia yang harus diturutinya. Pukulan dari pemiliknya memberitahunya
bahwa yang dilakukannya itu salah, atau tidak diizinkan. Geraman anjing lain
membuatnya tahu kapan dirinya harus menggeram kepada mereka. Serangan mereka
membuatnya tahu kapan harus bertahan. Karena itulah dia menganggap manusia
sebagai ‘dewa’nya, karena mereka memerintah dan mengontrolnya dengan pukulan,
serta di sisi lain, manusia juga lah yang memberinya makan dan tempat tinggal
yang nyaman.
Gerakan White Fang lebih cepat dari anjing
lain. Kakinya lebih gesit, lebih lihai, lebih mematikan, lebih luwes, lebih
ramping dengan otot dan urat bagai besi, lebih kuat bertahan, lebih kejam,
lebih ganas, dan lebih pintar. White Fang harus seperti itu. Kalau tidak, ia
tidak akan bisa membela diri ataupun selamat dari lingkungan kejam tempatnya
berada. (p.149)