Slide Show

Mei 29, 2013

Istana yang Bergerak – Howl’s Moving Castle #1





Judul Buku :  Istana yang Bergerak – Howl’s Moving Castle #1
Penulis : Diana Wynne Jones
Alih Bahasa : Syaribah Noor Brice
Penerbit  :Gramedia Pustaka Utama
Cetakan Pertama : Juli 2009
Tebal : 328 halaman, paperback
ISBN : 978-979-22-4729-9





Sophie Hatter adalah anak sulung dari tiga bersaudari, ia seringkali beranggapan bahwa menjadi anak sulung seringkali menjadi yang agak kurang beruntung. Hal in diperkuat ketika Ibunya mengatakan bahwa ada masalah dengan bisnis topi mereka, sehingga dua adik Sophie dikirimkan ke rumah sahabat-sahabat Ibunya yang lebih mapan. Tapi tidak dengan Sophie, ia tinggal di rumah, membantu ibunya menghias topi di toko dan sesekali melayani pembeli. Makin lama, Sophie makin terlihat lesu dan tak bersemangat, kemudian ia memutuskan untuk mengunjungi dua adiknya, Lettie dan Martha, sekadar menanyakan bagaimana kabar mereka.

Di perjalanan, Sophie agak was was karena saat itu kota mereka didatangi oleh Penyihir Howl (yang kabarnya suka memakan perempuan) dan seorang Nenek Sihir dari Waste. Nenek sihir ini (menurut gosip) telah membunuh Penyihir Suliman, penyihir istana. Tapi syukurlah, Sophie berhasil menemui adik-adiknya. Mereka terlihat menikmati hidup barunya, bahkan mereka merasa kasihan kepada Sophie yang seakan diperbudak ibunya sendiri. Ini membuat hari-hari Sophie berikutnya menjadi tidak tentram, ia seringkali berpikir bahwa mungkin saja ibunya memang mengekploitasi dia.

Suatu hari, toko topi kedatangan seorang wanita yang menanyakan jenis topi tertentu. Sophie yang sedang tidak mood melayani pembeli tersebut dengan ogah-ogahan. Sialnya, ternyata wanita itu adalah si Nenek Sihir! Tanpa babibu, ia menyihir Sophie menjadi seorang nenek tua. Sophie sangat ketakutan, dengan panik ia melarikan diri dari rumah entah menuju ke mana, sampai ia memiliki ide untuk mendatangi kastil Howl yang selalu berpindah-pindah.Toh penyihir Howl tidak akan memakan daging wanita renta sepertiku, pikirnya.

Penyihir Howl rupanya tidak sejahat yang orang-orang kira, ia malah memiliki murid, seorang anak lelaki bernama Michael, juga memiliki jin api yang bernama Calcifer. Sophie menghabiskan waktunya di sana, membersihkan kastil yang amat sangat kotor tersebut, memasak, sesekali mengobrol dengan Michael. Tapi yang tak seorangpun tahu, Sophie diam-diam mengikat perjanjian dengan Calcifer, untuk membebaskan Calcifer dari Penyihir Howl.

Bagaimana akhir cerita Sophie? Apakah ia bisa bebas dari kutukan Si Nenek Sihir? Atau ia akan berada di istana Penyihir Howl sepanjang hidupnya?

Tadinya saya tidak berharap banyak pada cerita ini, tetapi siapa sangka, cerita ini memiliki banyak petualangan dan sihir, dua hal yang sangat saya suka! Dimulai dari cover, awal membaca mungkin saya nggak akan ngerti maksud dari cover buku ini, selain ada kastil yang memiliki kaki (mungkin maksudnya si Istana Howl yang bisa pindah-pindah tempat). Nah di pojok-pojok cover, ada gambar api, anjing, orang-orangan sawah dan seorang nenek tua. Yah, pastinya si Nenek pergambaran si Sophie, si Api pergambaran si Calcifer, dan dua gambar lainnya? Aih, kalau saya cerita nanti jadi spoiler donk yak. XD

Sophie adalah tokoh yang unik, dia perpaduan sifat keras kepala dan penyayang, dia perhatian tapi kadang juga bertingkah menyebalkan. Sophie selalu ingin tahu, dan dengan berubahnya ia menjadi wujud nenek-nenek, ia menjadi jauh lebih berani. Meski Sophie tokoh utama, tapi saya lebih suka dengan si Penyihir Howl. Yah, dia penyihir tampan yang urakan, kadang egois, tapi diam-diam perhatian. XD

Cerita ini menurut saya layak dibaca anak-anak yang berusia 8 tahun ke atas. Selain bahasanya yang mudah dipahami, tokohnya juga nggak banyak dan petualangannya juga seru. Eits, ada sedikit bumbu romantisnya, tapi yah.. sedikiiit sekali. Jadi nbuat yang epnyuka cerita fantasi, well, buku ini wajib kamu koleksi :D
Mei 27, 2013

Alice In Wonderland



Judul Buku : Alice In Wonderland
Penulis : Lewis Carroll
Edisi : ebook#11 ; Project Gutenberg. 69 hal.
Usia kelayakan pembaca : lebih dari 12 tahun

Alice in Wonderland adalah salah satu cerita yang sudah saya kenal sejak kecil. Hanya saja, saya lebih sering menonton kartunnya atau filmnya, terkadang juga cuplikan ceritanya yang diterbitkan dalam kumpulan cerita Disney. Hal yang membuat saya suka adalah negeri Ajaib tempat Alice ‘berkeliaran’, negeri itu benar-benar ajaib, sampai sekarang saya masih berpendapat begitu.

Suatu hari, Alice mengejar seekor kelinci masuk ke dalam lubang. Ia masuk ke lubang yang dalam, jauh ke dalam tanah hingga akhirnya berhasil mendarat di sebuah ruangan besar dengan banyak pintu. Siapa sangka, lubang kelinci inilah awal mula Alice masuk ke negeri ajaib. Ia bertemu hewan-hewan yang bisa berbicara, berlomba dengan mereka, berpesta minum teh, memakan jamur yang bisa menjadikan ukurannya besar dan kecil, bertemu Sang Ratu dan bermain kriket bersamanya, bertemu kura-kura tiruan dan masih banyak petualangannya sampai akhirnya ia kembali ke dunia aslinya dalam bentuk semula.

Tadinya saya membaca versi terjemahan dari buku ini, tapi entah mengapa terjemahannya kaku dan puisi (atau lagu) di dalam cerita ini malah diterjemahkan ‘apa adanya’. Setelah berhenti di bab keempat, saya memutuskan membaca ulang buku ini dalam versi aslinya, kebetulan ada di proyek Gutenberg. Setidaknya dalam versi ini, saya harap bisa jauh lebih menikmati kisah Si Alice di Negeri Ajaibnya. Eh ternyata.... nggak juga. Secara keseluruhan saya akui ini adalah buku yang ‘berat bahasanya’, meski kalau dibandingkan dengan 100 tahun kesunyiannya Marquez, buku ini jelas lebih menyenangkan untuk dinikmati. Alice in Wonderland memang tipis, ceritanya tentang anak-anak, tapi bahasa yang digunakan Carroll dalam cerita ini seakan bukan bahasa anak-anak. Saya sering bingung karena percakapannya kaya ambigu gitu, malah kaya percakapan orang dewasa (yang saya juga ga yakin apa ada orang dewasa mbahas kaya beginian)


'I do,' Alice hastily replied; 'at least—at least I mean what I say—that's the same thing, you know.'
'Not the same thing a bit!' said the Hatter. 'You might just as well say that "I see what I eat" is the same thing as "I eat what I see"!'


Atau percakapan Alice dengan si Kucing


“Would you tell me, please, which way I ought to go from here?"
"That depends a good deal on where you want to get to."
"I don't much care where –"
"Then it doesn't matter which way you go.”


Alice adalah gadis kecil yang sangat penasaran, selalu ingin tahu, yah, seperti anak kecil pada umumnya, sih. Nggak sabaran, cerewet, bahkan kalau dipikir-pikir lagi, Alice agak menyebalkan. Tapi tanpa sifat-sifat Alice tersebut, jelas cerita ini nggak mungkin ada donk. XD

Yang saya suka dari cerita ini adalah Wonderland nya, yang benar-benar ajaib. Terus bahasanya yang meski membingungkan, anehnya malah terasa indah! Terus puisinya yang bentuknya unik dan kalimatnya berima





 .... dst

Novel yang ditulis tahun 1865 ini pantas masuk ke jajaran 1001 Books You Must Read Before You Die, selain karena keunikannya, cerita di dalamnya juga ‘nggak basi’, alias bisa diikuti meski jamannya sudah berbeda. Yah, kalau penasaran, silakan coba baca sendiri... Cuma 12 bab, kok. :)

Mei 06, 2013

Rapid Fire Question



Pagi pagi di hari Senin baru mulai ngerjain PR Rapid Fire Question dari Mas Tezar. Ini semacam pertanyaan berantai gitu, asyik sih, jadi bisa blogwalking plus X).

Ini daftar pertanyaannya :


1. nambah atau ngurangin timbunan?
2. pinjam atau beli buku?
3. baca buku atau nonton film?
4. beli buku online atau offline? (tobuk yg temboknya bisa disentuh)
5. (penting) buku bajakan atau ori?
6. gratisan atau diskonan?
7. beli pre-order atau menanti dgn sabar?
8. buku asing (terjemahan) atau lokal?
9. pembatas buku penting atau biasa aja?
10. bookmark atau bungkus chiki?

Pertanyaan tambahan dari Mas Tezar :

11. harry potter atau hermione?
12. obral gramedia atau diskon toga mas?
13. Musashi atau Taiko?
14. alamat kirim buku kantor apa rumah?
15. buku children apa young adult?

Jawaban sayaaa :

1.      Nambah. Errr, disambi ngurangin juga lah yaa, kalo ga gitu bisa ketiban timbunan yg makin menjulang X)
2.      Tergantung sih. Kalo bukunya berseri dan saya koleksi, jelas beli donk yaaah. Tapi kalo disuruh milih salah satu sih, pinjem deh. Biar kata minjemnya ampe tahunan *lirik yg di sebelah
3.      Pingin milih nonton film, sih.. tapi secara saya jarang banget ‘dibolehin’ nyetel tipi sama yang mbaurekso tipi (a.k.a si O), jadi saya milih baca buku aja kali ye..
4.      Offline. Seneng aja gitu pegang pegang buku baru, meski nantinya Cuma beli satu buku X)
5.      Jelas ori dooonk.
6.      Gratisan yaaaahh.. :D
7.      Akhir akhir ini sering pre-order. XD
8.      Terjemahan. Meski kadang kaya gambling gitu kalo baca buku terjemahan, iya kalo terjemahannya cocok, kalo ngga... ya... nasib.
9.      Iyaah saya lebih suka pake bookmark daripada ngelipet halaman buku :)
10.  Haduh bungkus chiki mah kegedeaaaaan, bungkus permen tuh lebih cocok. Atau tiket kereta. *kebiasaan. Kalau pilihannya Cuma bookmark atau bungkus chiki, saya milih bookmark deh
11.  Hermione
12.  Obral gramedia, kalo diskon TM kadang stress nyari bukunya karena susunannya sembarangan
13.  Apaaah ituuuu? *belum kenalan. Musashi kali ya. Seri satu dulu, gituh.
14.  Rumah
15.  Children. Lebih ringan dan ngga bikin stress X)

Menjawab pertanyaan erdeaka, di erdeaka's book review
11. menandai quote dengan stabilo ato stiker?
12. fiksi ato non-fiksi?
13. baca buku fisik ato e-book?
14. baca buku sambil tiduran + denger radio, tiduran+ngemil, ato tiduran +twitteran? (pilih salah satu)
15. membaca buku untuk menghibur diri ato untuk menambah luas wawasan?
jawab :
11. stabilo (ga punya stiker)
12. Jelaaas fiksiiii donk XD
13. Buku fisik :D
14. Tiduran sambil ngemil. (meski lebih sering cemilannya duluan yg habis daripada bukunya)
15. aduh kalo ini sih tergantung bacaan yaaah XD. Tapi aku milih 'menambah luas wawasan' deh :P

Aduh karena aturannya harus lempar ke 5 orang lagi, jadi saya lempar ke, Sinta, Ocemei, Stefanie, Bree dan Mia :p

Jadi cukup njawab 10 pertanyaan utama di atas, ditambah 5 pertanyaan tambahan dari saya. Nah Pertanyaan tambahannya
11. Koleksi serial, yes or no?
12. Baca buku di kasur atau di kursi?
13. Lebih suka baca buku dulu atau nonton filmnya dulu?
14. Komik atau novel grafis?
15. Meminjamkan atau dipinjamkan?

Hihi, selamat menjawaaab :p


April 29, 2013

Close Up Interview : Anggota BBI Brigida Alexandra

Maaf Maaf..

Iya saya tahu event posting bareng hasil CUI udah kelar sejak kemaren. Saya adalah salah satu (atau mungkin malah satu satunya blogger yang telat banget posting hasil interview). Kali ini saya mau posting hasil interview saya dengan Brigida Alexandra, pemilik blog Read and Caffeinated.






Me : "aku baru dua kali berkunjung ke blog bukumuu. Hohoh, dan ternyata blognya kereen looh. Eniwei, itu alamat blogmu ‘reith-jerevinan’, apaan sih artinya? Soalnya aku liat di deviant art juga pake alamat yang sama. :D"
Bri : Jadi, Reith Jerevinan itu dua nama yang kugabung. Keduanya karakter dari game favoritku, Magna Carta: Crimson Stigmata. 

Reith itu ada dua versi kepribadian: tegas dan (ketika di cerita dia lupa ingatan), naif dan polos. Sering kali kalo ngereview, kita butuh menggabungkan selera sama being neutral at the same time. Nah Reith itu cukup mewakili image itu. Tegas---tentang buku itu sebetulnya bagus atau ndak, ceritanya fresh, karakter dalam, dll; sementara naif itu kan lumrah buat posisi kita sebagai pembaca, kalau ketemu buku yg selera kita banget, biasanya kita lebih suka kan? Kemungkinan ngebagus-bagusin di review lebih ada kan? 

Naaahh, cuma yah, karena aku lulusan Ilmu Komunikasi Massa/Jurnalistik, dan ada istilahnya 'cover both sides' alias ga berat sebelah, nah, aku berusaha untuk mempraktekan itu gak cuma di artikel yang aku terbitkan, tapi di blog juga. Biar calon pembaca bisa punya space utk menentukan dia mau baca bukunya atau ndak, trus, yang udah baca dan nemu review aku biar bisa dapet insight yg pas, buat si penulis juga tau kekurangan, tapi ya gak langsung drop, dia kudu tau juga ada poin positif dari bukunya---biar lebih maju buat dia, nulis kan susah. Hehehe...

Sedangkan, Jerevinan itu adalah nama belakang karakter cowonya Reith. Bhihik! Dia seseorang yang udah berhasil dapat 'pencerahan' karena si Reith.

Kalo mau liat bentuknya Reith pas lupa ingatan, ada di blog akuh http://reith-jerevinan.blogspot.com/p/about-this-blog.html Dan yang gak lupa ingatan, begini bentuknya:






Me : "Eh iya, punya buku favorit? Buku yang udah dibaca berkali-kali tapi masih ngga ngebosenin kalau dibaca lagi? Judulnya apaa? Kalau aku..emm.. buku dongeng sebelum tidurnya Disney X) 365 cerita dalam satu buku, jadi awet sehari dibaca satu mah. XD"

Bri : Buku favorit...banyak yah. Aku suka buku-bukunya Paolo Coelho, Mitch Albom, JD Sallinger, George Orwell, Haruki Murakami, Ayu Utami, Ernst Hemmingway, Agatha Christie, R.L. Stine dan lupa! Hahahaa... kalau buku yang gak bosen2 di baca itu.... *drum rolls* Fifty Shades of Grey! Tapi di bagian tertentunya aja sih. Hahaha...

Me : "Aku suka loh liat postingan di blog bukumuu, tapi kayaknya terakhir update tahun kemaren yah? Hohoh, hectic banget ya kerjaan sama kuliahnya, sampe ngga sempet update blog lagi? Yah, aku juga ngga seaktif blogger-blogger lain, kalau lagi mood doank updatenya. Kalo lagi males mah, buku yang dibaca lewat gitu aja ngga pake review segala X)"

Bri : Iyaah... tapi bentar lagi akan diposting. Cuma aku kalo gak kerja, sakit, ketiduran. Hahaha...


Me : "Punya tokoh yang paling berkesan yang pernah dibaca di salah satu buku? Siapa dan di buku apa?" 
Bri : Tokoh yang berkesan itu Christian Grey di Fifty Shades of Grey. Dia itu ajaib! Hahaha... Lalu, Santiago di The Alchemist-nya Paulo Coelho, Veronika di Veronika Decides to Die, Sheila di Sheila by Torey Hayden, Julia sama Winston di 1984 nya Orwell, Morrie Schwartz di Tuesdays with Morrie, dan Liesel di The Book Thief. 
 Kayaknya itu aja. Lupa.... banyak dan aku tak bisa memilih satu. Maaphkan...

 Wew, itu mah banyak juga ya :))
Me : "Biasanya ada jadwal beli buku, nggak? Misal disempet-sempetin sebulan sekali atau seminggu sekali gitu? Sekali beli biasanya berapa buah? :D" 
Bri : Hmmm, sebenernya sih ndak. Tapi, aku kalo lagi bosen dan ingin keluar ataupun kalo ngalor ngidul sampe ke mall. Pasti nyari kalo ga toko boneka, game, baju ya pasti toko buku. Gak afdol kemana-mana kalo ga masuk ke toko buku. Dulu SMA itu sering banget ke Gramedia, karena deket banget sama Gramedia. Trus di kerjaan yang sekarang, kantornya ada di seberang dua mall gede. Dan hampir kesana setiap minggu, minimal. Hahaha, jadi dalam seminggu bisa masuk ke toko buku. Nah kalo udah masuk, ga afdol kalo ga beli juga. Untuk berapa banyaknya sih, tergantung. Kalau ada yang aku suka dan belum punya, biasanya langsung beli. Itupun kalo uang jajan masih cukup ya hahaha
 duh pasti asyik banget tiap minggu sempet ke toko buku XD

 Me : "Kalau baca buku, apa genre favoritnya Brigida?" 
Bri :  Genre favorit...yg jelas fiksi ataupun non fiksi aku suka. Spesifiknya, aku suka yang yang historical fiction, fantasy, feminism, romance, dystopian, psychological. Apa aja deh... hahah 
 Omnivora juga yaaa.. hehehh.. 

Me : "Apa serial film favoritnya Brigida?" 
Bri : TV show? Hmm... sekarang suka banget sama Castle, CSI, Law and Order: Special Victims Unit, White Collars, How I Met Your Mother, Family Guy, the Simpsons, Doraemon, Ge Ge No Kitaro, Jigoku Shoujo (Hell Girl), Game of Thrones, Glee, Downton Abbey, dann acara masak memasak yang suka ada di Asian Food Channel, seperti 36 Ways to Live Emmanuelle Stroobank, Nigella Bites, French Food at Home, Bake with Anna Olson, ataupun Junior Masterchef yang di Starworld. TV show yang udah ga ada lagi tapi masih seneng di tonton ulang itu Party of Five, Friends, Ally McBeal, Anchor Woman (tv show jepang gtu), Tru Calling, Charmed, One Tree Hill, Beverly Hills 90210.
 aah banyak yg samaan. aku jg suka Castle (meski season baru ini blm sempet nonton T_T) CSI jg suka tapi paling suka CSI NY.

 Me : "Menurut Brigida, semenjak ikut BBI ada keuntungannya nggak? Atau sama aja gitu ikut ga ikut BBI? :p" 
Bri : Hahaha, ikut BBI yang jelas senengnya ada banyak temennya! Salah satunya ketemu kamu. Gimana ga untung? Untung banget kan?
 klo aja ada kesempatan, asyik deh kayaknya ketemuan sambil belanja buku bareng kamu XD

Me : "Apa harapan kedepannya buat BBI?"
 Bri :  Harapannya untuk BBI, semoga kita para reviewer jadi pada berkembang yak! Trus satu sama lain makin akrab, dan sering bergosipan ngomongin buku baru! Hahahaha....
 Aaamiiin
sayangnya cuma sempet sedikit doank wawancara sama Brigida, sebenernya dia oke oke aja kalo mau ditambah pertanyaannya. cuma aku ajah yang ngga punya waktuuu T_T

Mau tahu koleksi buku dia? yuk intip lemari bukunya :))



 buat yang ingin kenal lebih jauh, bisa tengok aja blognya atau cuap cuapnya di twitter
@brigidaalexandra

makasih untuk Brigida yg udah sempet-sempetin jawab interviewkuu, kapan kapan lagi aah :D

Entrok




Judul Buku :  Entrok
Penulis : Okky Madasari
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan Pertama : April, 2010
Tebal : 288 halaman, paperback
ISBN : 978-979-22-5589-8

Membaca beberapa review buku ini di berbagai blog atau di situs goodreads membuat saya tertarik membeli buku ini saat ada diskon yang diberikan Gramedia. Ini buku tentang perjuangan dua orang, ibu dan anak. Perjuangan mereka sebagai manusia dan sebagai wanita, pada era yang bertautan tapi dalam sudut pandang yang berbeda.


Cerita dimulai dari keinginan Marni, seorang gadis desa yang mulai beranjak dewasa, untuk memiliki sebuah entrok (Bra/BH) seperti punya sepupunya. Kehidupan saat itu sangat sulit, terutama untuk Marni dan ibunya. Jangankan untuk membeli entrok, untuk makan saja sudah pas-pasan. Karena niat dan keinginan Marni sangat besar, maka ia memutuskan untuk ikut membantu ibunya menjadi buruh pengupas kulit singkong di pasar. Tetapi lazimnya saat itu, buruh wanita tidak pernah diupah dengan uang, mereka selalu diupah dengan bahan makanan, yaitu singkong. Berputarlah otak Marni untuk mencari akal, bagaimana cara ia mendapatkan upah berupa uang, bukan melulu singkong. Ide didapat, ia akan bekerja menjadi buruh panggul, yang membantu membawakan belanjaan orang-orang dari dalam pasar ke dokar. Dari pekerjaan itu, Marni mulai mengumpulkan uang dan berhasil membeli entrok pertamanya. Bahagianya bertambah karena ternyata simpanannya masih sisa, yang kemudian ia gunakan sebagai modal dagang sayur-sayuran ke rumah penduduk sehingga mereka tidak perlu repot-repot ke pasar untuk berbelanja.

Marni kemudian dinikahkan dengan Teja, seorang kenalannya di pasar yang juga buruh panggul. Bersama Teja mereka memiliki seorang putri yang diberi nama Rahayu. Semakin dewasanya Rahayu, kehidupan Marni pun makin sukses. Marni yang semula hanya berjualan sayur mayur menjadi tukang kredit perkakas rumah tangga hingga ia mulai meminjamkan uang kepada orang-orang. Pengetahuan Rahayu yang semakin luas terutama tentang agama membuat Rahayu sering berselisih paham dengan Ibunya, entah karena kebiasaan ibunya memuja Eyang Bumi atau karena cap ’lintah darat’ yang diberikan orang-orang, atau karena Ibunya yang tak mengenal Allah.

Tekad kuat Rahayu untuk menjauh dari kehidupan Ibunya dibuktikan dengan meneruskan studi di Jogja, meninggalkan kampung halaman (suatu daerah di Magetan) berharap menemukan kebebasan di sana. Sementara Rahayu kuliah, kehidupan Marni semakin penuh liku-liku. Marni mampu membesarkan rumahnya, membeli televisi, bahkan mobil pick up, tapi tetangga-tetangganya menganggap Marni sukses karena pesugihan bukan karena Marni pandai mengolah modal. Sedangkan aparat Tentara dan pemerintah tak juga membiarkan Marni bernafas lega, setiap dua minggu harus ada ’upeti’ yang dibayar untuk keamanan. Setiap akan ada pemilu, Marni harus menyumbang uang dalam jumlah banyak untuk kampanye partai beringin jika tidak ingin dicap sebagai PKI.

Sementara itu di Jogja, Rahayu semakin mempelajari agama Islam dengan mendalam. Ia juga jatuh cinta dengan Amri, dosen agamanya yang kemudian kelak menjadi suaminya. Mereka menikah di kampung halaman Rahayu, acaranya sederhana, meski sebenarnya Marni sempat melarang Rahayu menikah dengan Amri, karena ternyata Rahayu hanya akan menjadi istri kedua.


”Menjadi anak sekolahan juga makin membuatnya tidak tersentuh. Dia merasa paling pintar sendiri, paling benar. Kok menikah sama suami orang bisa dianggap benar?”-Hal.166


Setelah menikah, Rahayu dan Amri mengabdikan diri di sebuah pondok pesantren milik seorang Kyai. Semangat keislaman yang mereka punya ditularkan kepada anak-anak yang bersekolah di sana. Seakan tak peduli dengan dunia luar, sampai suatu hari mereka ’dituntut’ kembali terjun ke masyarakat. Hidup dengan tragedi, demikian pula dengan Marni yang hidupnya makin tak tentu.

Sampai salah satu di antara ibu dan anak itu putus asa dan hampir menjadi gila...

Sebuah cerita yang secara keseluruhan menurut saya, diceritakan dengan apik. Dua tokoh utama dalam cerita ini diceritakan secara bergantian dengan peralihan peran yang halus dan jelas. Terutama karena diberi batasan bab-babnya dengan dituliskan tahun kejadian dalam cerita tersebut.

Membaca kisah Marni dalam buku ini membuat saya kagum bagaimana pola pikir Marni sedemikian teratur sehingga ia mampu mengubah dirinya yang hanya anak seorang melarat berubah menjadi seorang wanita yang paling kaya dan disegani di kampungnya. Pun meski ia dituduh mencari pesugihan, menjadi lintah darat, bahkan oleh anaknya sendiri, ia tetap mempertahankan apa yang selama ini ia lakukan. Saat Marni dipalak oleh aparat tentara dan dari pemerintahan pun ia melawan, hanya suaminya saja yang seperti kerbau dicocok hidungnya, mengiyakan semua kemauan tentara tersebut. Marni di kisah ini diceritakan sebagai wanita yang mempertahankan dan memperjuangkan keinginannya. Kekuatannya ini tidak lantas menjadikan Marni seorang wanita ’super’, di bab lain juga diceritakan bagaimana ia sebagai wanita dan manusia biasa berkeluh kesah dengan keadaannya saat itu.

Sedangkan Rahayu, lahir dalam keadaan yang berkecukupan dan dilimpahi pendidikan menjadikannya wanita yang lebih modern. Sayang, ia malah menjelek-jelekkan ibunya sendiri alih-alih pelan-pelan memberitahu ibunya secara baik-baik. Yang menjadi kelemahan buku ini menurut saya ada di kisah cinta Rahayu dengan Amri, dengan ending yang seakan dipaksakan agar tetap berkesesuaian dengan masa saat itu. Penggunaan entrok sebagai judul buku ini juga kurang sesuai karena entrok hanya diceritakan di awal-awal cerita, tidak secara keseluruhan. Kecuali bila entrok dijadikan ’simbolisme’ wanita sebagai tokoh utama dalam buku ini.

Membaca buku ini mengingatkan saya akan Magetan, ya, kebetulan kampung halaman penulis sama dengan kampung halaman saya. Lokasi-lokasi khusus seperti Pasar Gede, jembatan Madiun, Koramil Sukomoro, markas tentara di Magetan, meski saya mengenalnya dalam versi ’modern’ tapi toh tempatnya tetap sama. Sehingga saya tidak terlalu kesulitan membayangkan isi cerita, kebiasaan penduduknya, juga adat masyarakatnya.

Ini memang bukan salah satu buku dengan genre favorit saya, tapi buku ini menarik untuk dibaca terutama mengenai kehidupan masyarakat kita yang lalu. Selamat membaca :)

 Posting ini dalam rangka Baca bareng BBI Bulan April dengan tema perempuan :D

Salam,

Salam,