Slide Show

Maret 18, 2013

The Stinky Cheese Man: And Other Fairly Stupid Tales



Judul Buku : The Stinky Cheese Man: And Other Fairly Stupid Tales

Penulis : Jon Sciezka , Lane Smith

ISBN : 0670035696 (ISBN13: 9780670035694)

Yak, ini adalah kumpulan cerita anak-anak singkat yang telah berubah jalan ceritanya daripada yang biasa kita dengar. Ada 9 cerita pendek dalam buku ini, cerita yang benar-benar pendek sampai membaca buku ini saja tidak butuh waktu lebih dari satu jam. 

  1. Chicken Licken
  2.  The Princess and The Bowling Ball
  3.  The Really Ugly Duckling
  4.  The Other Frog Prince
  5.  Little Red Running Shorts
  6.  Jack’s Bean Problem
  7.  Cinderumpelstilskin
  8.  The Tortoise and The Hair
  9. The Stinky Cheese Man.

Ada Chicken Licken yang ‘kayaknya’ ngelihat langit runtuh lalu heboh ke seisi kota. The Princess and the Bowling Ball yang mana si Pangeran selain menaruh kacang di bawah kasur, juga meletakkan bola bowling tanpa sepengetahuan Raja dan Ratu (soalnya dia jatuh cinta sama Si Puteri, dan kalau Cuma pakai kacang, nggak pernah ada puteri yang sukses ngerasain itu benda di bawah timbunan berlapis-lapis kasur)

The Really ugly duckling, yang ngga pernah jadi Angsa tetapi tetep jadi Bebek buruk rupa selama-lamanya. Terus Little Red yang kabur bahkan sebelum ceritanya dimulai, dan cerita-cerita lainnya yang pendek, simple, tapi bisa bikin kamu ngakak sendirian kalau baca.

Ilustrasi yang lucu, unik dan tulisan yang memanjakan mata serta versi lain cerita membuat buku ini layak diganjar penghargaan-penghargaan seperti Caldecott Honor (1993), Texas Bluebonnet Award (1995), Buckeye Children's Book Award for K-2 (1995), Flicker Tale Children's Book Award (1994)

Nah sayangnya kalau menurut saya, buku ini baru bisa dinikmati kalau si Pembaca udah baca ‘versi aslinya’. Jadi dia bisa dapet ‘humor’ versi lain cerita di buku ini. Mungkin untuk anak-anak, ya.. umur 10 tahun ke atas deh (kalau di Indonesia), soalnya kan anak-anak sekarang jarang baca cerita-cerita beginian. Tapi kalau di Amerika, mungkin umur 7-8 tahun udah bisa menikmati buku ini.

 Posting ini diikutsertakan dalam Bacaan BZee : Fun Year With Children’s Literature 

Fun Months 2 - Tema – Short Stories / Fairy Tales


Maret 06, 2013

Wishful Wednesday #37


Hari Rabu lagiiiiii... saatnya bersenang senang dengan menambahkan satu wishlist lagi :p

Kali ini saya lagi pingin buku yg judulnya Amba.





Dalam epik ini, kisah Amba dan Bhisma dalam Mahabharata bertaut (dan bertabrakan) dengan kisah hidup dua orang Indonesia dengan latar kekerasan tahun 1965.

Amba anak sulung seorang guru di Kadipura, Jawa Tengah. Ia meninggalkan kota kecilnya, belajar sastra Inggris di UGM dan bertunangan dengan Salwa Munir, seorang dosen ilmu pendidikan yang mencintainya. Pada suatu hari di Kediri, ia bertemu dengan Bhisma Rashad, seorang dokter muda lulusan Universitas Leipzig yang bekerja di sebuah rumah sakit.

Percintaan mereka yang intens terputus mendadak di tahun 1965, di tengah ketegangan dan kekerasan politik setelah Peristiwa G30S di Kediri dan Yogya.

Bhisma tiba-tiba hilang---ketika Amba hamil.

Beberapa tahun kemudian, setelah Amba menikah dengan seorang peneliti keturunan Jerman, datang kabar bahwa Bhisma meninggal. Ia meninggal di Pulau Buru.

Rupanya selama itu, sejak sebuah bentrokan di Yogya, Bhisma, dijebloskan dalam tahanan di Jawa, dan sejak akhir 1971 dibuang ke pulau itu, bersama 7000 orang yang dituduh 'komunis' oleh pemerintahan Suharto.

Amba, yang tak pernah berhenti mencintainya, datang ke pulau itu dengan ditemani seorang bekas tapol, seorang lelaki Ambon. Ia berhasil menemukan surat-surat Bhisma yang selama bertahun-tahun ditulisnya untuk dia—tetapi tak pernah dikirimkan, hanya disimpan di bawah sebatang pohon.

Dari surat-surat yang selama bertahun-tahun disembunyikan ini terungkap bukan saja kenangan kuat Bhisma tentang Amba, tetapi juga tentang pelbagai peristiwa—yang kejam dan yang mengharukan—dalam kehidupan para tahanan di kamp Pulau Buru.


Melalui penelitian bertahun-tahun, melalui puluhan interview dan kunjungan ke Pulau Buru, Laksmi menampilkan sejarah Indonesia yang bengis, tetapi justru dengan manusia-manusia yang mencintai. Dalam sepucuk suratnya kepada ayahnya Amba menulis:

Adalah Bapak yang menunjukkan bagaimana Centhini sirna pada malam pengantin... Adalah Bapak yang mengajariku untuk tidak mewarnai duniaku hanya Hitam dan Putih, juga untuk tidak serta-merta menilai dan menghakimi. Hitam adalah warna cahaya. Sirna adalah pertanda kelahiran kembali


Premis yang menarik dan rating tinggi di GR, serta review banyak orang yang memuji buku ini membuat saya... ikutan tergoda pingin punya. X)

Seperti biasa, kalau kamu ingin ikutan eventnya Perpus Kecil, begini caranya :


1. Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =) 
2. Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku itu masuk dalam wishlist kalian ya! 
3. Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (klik saja tombol Mr. Linky di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian. 
4. Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)


Maret 05, 2013

National Geographic – Angry Birds : 50 Kisah Nyata Tentang Burung-Burung yang Sangat Marah




Judul Buku : National Geographic – Angry Birds : 50 Kisah Nyata Tentang Burung-Burung yang Sangat Marah
Penulis : Mel White
Alih Bahasa  : Rosi L. Simamora
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 160 halaman, paperback
Cetakan Pertama : Februari 2013
ISBN: 978-979-22-8477-5

Angry Bird merupakan game yang sangat populer belakangan ini. Pasukan burung warna-warni melawan segerombolan piggy, dengan berbagai latar tempat pertarungan mereka. Kali ini National Geographic, bersama dengan Rovio, perusahaan entertainmen yang menciptakan Angry Bird membuat buku khusus tentang burung yang mudah marah.


Terdiri dari 160 halaman, penuh warna, buku ini membawakan keajaiban bidikan kamera khas National Geographic bersamaan dengan karikatur Angry Bird yang dijelaskan satu persatu.

Ada 4 level burung dalam buku ini, yaitu Kesal, Jengkel, Marah dan Murka. Masing-masing berisi tentang perilaku burung saat mereka ’marah’. Contohnya pada Level Satu (Kesal), ada Guineafowl yang suka berkuak keras saat ada predator datang sampai-sampai mereka dipelihara manusia sebagai petugas keamanan. Pada level Tiga (Marah) ada Kalkun yang agresif sampai-sampai meneror penduduk.

Selain kisah perilaku burung, kita juga diberikan data tentang spesies mereka, serta fakta-fakta unik burung yang sebelumnya jarang atau bahkan belum kita ketahui.

Buku ini memang penuh dengan pengetahuan dan memanjakan mata Anda sebagai pembaca, hanya saja menurut saya pribadi buku ini bukan bacaan untuk anak-anak di bawah 10 tahun. Atau kalau memang mereka menginginkan buku ini karena gambar-gambarnya yang menarik, saat membacanya butuh dampingan orang tua. Kenapa? Karena bahasa yang digunakan di buku ini agak ’keras’, contohnya kita dapat menemukan kalimat ’Iblis-Iblis terbang Kepulauan Falkland’ untuk mendeskripsikan burung Caracara. Ada juga ’Burung Pembantai Menusukkan Korbannya’ untuk deskripsi Northern Shrike yang menggigiti leher sampai saraf tulang belakang mangsanya.

Tapi jelas untuk isi, pengetahuan dan gambar oh juga warnanya yang cantik, saya memberikan 4 bintang. Nggak nyesel deh punya koleksi National Geographic ini di rumah :)


Sedikit tentang Mel White

Mel White. (Sumber)
Mel White adalah seorang kontributor untuk Majalah "National Geographic Traveler" dan "Living Bird", menspesialisasikan diri dengan kepenulisan tentang alam ataupun perjalanan. Ia juga pernah memenangkan Lowell Thomas Award untuk best environmental journalism article pada tahun 2002.
Februari 28, 2013

The Pianist




Judul : The Pianist
Penulis : Wladyslaw Szpilman
Penerjemah : Agung Prihantoro
Penerbit :  C Publishing (Bentang Pustaka)
Tebal : 354 halaman, paperback
Cetakan Pertama : Maret 2005
ISBN : 979-3062-46-0

Polandia adalah salah satu Negara yang diserang Jerman dalam Perang Dunia II. Di Negara ini, tentara Jerman tak hanya menguasai wilayah Polandia, tetapi juga melakukan diskriminasi terhadap Kaum Yahudi. Szpilman dan keluarganya adalah salah satu dari korban kezaliman Jerman waktu itu. Semenjak tentara Jerman datang, Kaum Yahudi ditempatkan dalam ghetto, sebuah daerah yang khusus menjadi wilayah pemukiman orang-orang Yahudi. Mereka juga diharuskan mengenakan ban lengan bergambar bintang David, sehingga jika berada di luar ghetto, mereka amat mudah dikenali.


“Akan tetapi, jalan-jalan di dalam area ghetto berujung di tembok-tembok.”- Hal. 95


Szpilman dan orang-orang Yahudi lainnya merasa bahwa berada di dalam ghetto jauh lebih buruk daripada berada di dalam penjara. Di ghetto, mereka memang masih dapat bercengkerama dan hidup bertetangga, tetapi terkadang tentara Jerman menyiksa mereka dengan memberikan teror, terutama penculikan dan pembunuhan yang seenaknya.

Szpilman dan keluarganya (ayah, ibu dan kakak adiknya) merupakan orang-orang yang optimis bahwa tentara Jerman akan segera kalah dalam perang. Namun suatu hari, rumor beredar tentang Tentara Jerman yang akan membantai orang-orang Yahudi dalam jumlah besar, mereka dibawa ke suatu tempat dan ditembak mati. Itulah yang kemudian terjadi pada orang-orang di ghetto tempat tinggal Szpilman, semua orang dipindahkan ke gudang yang luas (dikenal dengan Umschlagplatz) lalu satu demi satu dipaksa masuk ke dalam kereta barang. Szpilman lolos dari peristiwa tersebut, ia dapat melarikan diri tetapi tidak demikian dengan keluarganya.



Segera, ia tahu bahwa keluarganya telah meninggal, demikian pula dengan orang-orang yang selama ini ia kenal di lingkungannya. Semenjak itu, Szpilman merasakan teror tentara Jerman seorang diri. Meski demikian, kebebasan yang ia dapat tidak ia sia-siakan, Ia bekerja merubuhkan dinding-dinding ghetto yang tak terpakai, bertransaksi makanan dari luar ke dalam ghetto, berkomunikasi diam-diam dengan para pemberontak Polandia, bahkan menyelundupkan senjata untuk mereka.

Ia berpindah tempat persembunyian berkali-kali, kelaparan, dibohongi, terancam mati, tapi insting dan nasib membuatnya menjadi salah satu korban yang selamat sampai tentara Jerman pergi dari Warsawa.

Buku ini mengisahkan pengalaman Szpilman secara personal, bagaimana perasaannya, ketakutan dan rasa berserahnya selama teror Jerman di Polandia. Tekad yang kuat untuk hidup, membuat Szpilman lolos dari tentara Jerman berkali-kali. Tetapi buku ini tak hanya menceritakan tentang kekejaman tentara Jerman kebanyakan, ia juga menceritakan pertemuannya dengan seorang tentara Jerman yang berwelas asih, bahkan mengutuk perbuatan kejam yang dilakukan tentara Jerman terhadap Yahudi, terhadap perang itu sendiri.

Awal membaca saya khawatir tidak dapat menyelesaikan buku ini sampai tamat, maklum saya bukan orang yang betah membaca kisah nonfiksi. Tapi di sisi lain saya juga penasaran bagaimana Szpilman bertahan dalam kondisi yang sangat terbatas tersebut?

Membaca buku ini membuat saya yakin bahwa dalam setiap kesulitan apapun, jika kita terus berusaha, maka akan ada jalan keluar yang kita dapatkan melalui cara yang mungkin tidak disangka-disangka.

Jews loading onto trains at the Umschlagplatz (Sumber)
Adegan yang paling membuat saya trenyuh dan memotivasi saya menyelesaikan bacaan saya kali ini adalah ketika Szpilman tidak sengaja lolos dari barisan orang-orang yang akan naik kereta untuk dibunuh secara massal. Ketika itu ia berusaha kembali ke barisan dan bergabung dengan keluarganya, tetapi ketika Ayahnya memandang dia, segaris senyum dilemparkan kepada anak lelakinya itu. 


”Dia berusaha tersenyum sedih dan putus asa, mengangkat dan melambaikan tangannya sebagai salam perpisahan, seakan nyawaku sedang dicabut dan dia, bahkan telah memberi salam dari luar kuburnya.”- Hal. 166




Tidak ada yang lebih memilukan dari perpisahan dengan keluarga kita sendiri, bukan? Apalagi mengetahui bahwa rang-orang yang lekat di hati itu akan dieksekusi mati bukan karena mereka melakukan kesalahan, tetapi karena mereka dianggap tidak sederajat dengan manusia lainnya. Prinsip Hitler dan pasukannya adalah bahwa semua manusia tidak setara, terutama Yahudi, sehingga layak diperlakukan secara tidak manusiawi.

Mengutip sedikit dari keterangan di akhir buku, 


  • Buku ini diterbitkan pertama kali pada 1946 di Polandia, tetapi langsung ditarik dari peredaran oleh penguasa Polandia yang merupakan kaki tangan Stalin. 
  • Dari seluruh tiga setengah juta orang Yahudi yang pernah hidup di Polandia, dua ratus empat puluh ribu bertahan hidup selama kekuasaan Nazi. Sekitar tiga sampai empat ratus ribu orang Polandia berani mengambil risiko untuk melindungi dan menyelamatkan orang-orang Yahudi.
  • Hanya sedikit yang tahu bahwa pada saat yang sama tak ada bangsa lain, kecuali Polandia, yang menyembunyikan begitu banyak orang Yahudi dari kejaran Nazi. Padahal apabila Anda di Prancis menyembunyikan seorang Yahudi, Anda akan dipenjara atau dikirim ke kamp konsentrasi, di Jerman Anda akan dihukum mati, tetapi di Polandia seluruh keluarga Anda akan dihukum mati.


WÅ‚adysÅ‚aw Szpilman meninggal di Warsawa, pada 6 Juli 2000. Kisah ’The Pianist’ ini telah difilmkan pada tahun 2002 dan mendapatkan Nominasi untuk berbagai penghargaan, salah satunya ’Academy Award for Best Picture’. The Pianist juga memenangkan penghargaan AA untuk kategori Best Actor dan Best Director, yang menjadikan film ini layak menjadi salah satu film yang masuk ke daftar ’wajib ditonton’.

(Postingan ini dalam rangka Posting bareng BBI Bulan Februari dengan tema ’Buku-buku yang diadaptasi ke layar lebar dan masuk nominasi atau menang Oscar’)
Februari 27, 2013

Fatima’s Good Fortune (Keberuntungan Fatima)



Judul Buku : Fatima’s Good Fortune (Keberuntungan Fatima)
Penulis : Joanne & Gerry Dryansky
Penerjemah :  Susi Dwiyanti
Penerbit : Matahati
Cetakan Pertama : Maret 2011
Tebal : 376 halaman, paperback
ISBN : 978-602-962-554-7

Namanya Fatima, jauh-jauh dari Tunisia ia menjadi Tenaga Kerja di Paris, Prancis. Padahal di kampung halamannya pun, ia sudah memiliki pekerjaan yang tetap, lalu mengapa ia jauh-jauh memilih bekerja di negeri orang?


Awal mulanya karena adik perempuan Fatima, Rachida, meninggal secara mengenaskan di tempat majikannya, wanita tua bernama Countess Poulais du Roc. Karena Rachida pernah menceritakan tentang kakaknya kepada Si Majikan, dan karena Si Majikan teramat mempercayai Rachida, maka dikirimkanlah pesan agar Fatima menggantikan posisi Rachida sebagai pembantunya di Paris.

Paris memang kota yang romantis, kota yang indah dengan sentuhan arsitektur lama. Tetapi sejak  awal kedatangannya ke Kota itu, Fatima tidak menemukan kebahagiaan dan kenyamanan yang biasa ia dapatkan di Djerba, kampungnya. Setiap pagi ia harus mengajak Emma, anjing labrador tua milik Countess, jalan-jalan. Lalu membelikan secangkir kopi panas dan membawanya ke lantai 5, tempat tinggal Countess, masih dalam keadaan panas. Fatima juga harus berbelanja, membacakan koran untuk Countess, padahal ia sama sekali tidak bisa membaca.

Belum lagi tatapan sinis orang-orang kepada Fatima, seorang wanita Arab yang gendut, pendek dan kedua bola matanya yang berbeda warna, membuat Fatima sering diremehkan. Tapi Fatima tidak pernah menyerah, ia bertahan, belajar dan kemurah hatiannya membuat Fatima dengan cepat memiliki beberapa orang sahabat. Hadley, pria pelayan di 34bis avenue Victor-Hugo adalah salah satu sahabat terbaiknya. Ia mengajari Fatima membaca, mendengarkan cerita-cerita Fatima, menyemangati dan mendukung Fatima habis-habisan dengan tekad bahwa Fatima pasti bisa ’menaklukan’ Countess.

Keberuntungan rupanya menyertai Fatima, bersama keinginannya untuk pergi mengunjungi mantan suami yang telah mencampakkannya di Wisconsin, kepercayaan yang kemudian ia dapatkan, serta orang-orang yang mengasihinya, Fatima menemukan cinta di Kota Cahaya tersebut. Tapi apakah Fatima akan bahagia jauh dari kampung halamannya?

Sebuah cerita bagus yang memiliki banyaak sekali pesan moral. Ada persahabatan antar etnis yang dibangun dalam cerita, kepercayaan yang didapatkan setelah perjuangan, tekad yang kuat dari seorang wanita (yang tak lagi muda), buku ini memiliki ’warna’ yang beragam.

Sayangnya ada banyak istilah Prancis yang tidak saya ketahui, lalu tokoh-tokoh sampingan yang banyak dengan nama Prancis yang aduhai juga membuat saya ’sedikit kesulitan’ menghafal satu-satu siapa mereka.

Dan meski ending cerita bisa ditebak, toh saya tetap menyukai buku mungil ini :D

Salam,

Salam,