Slide Show

Januari 23, 2013

Wishful Wednesday #31

Semangat hari Rabuuu..
Meski munculnya posting ini termasuk agak telat, tapi yang penting kan tetep bikin list buku buat ditimbun. bhihihi..

Kali ini saya lagi pingin buku berjudul  The Book Thief




It’s just a small story really, about among other things: a girl, some words, an accordionist, some fanatical Germans, a Jewish fist-fighter, and quite a lot of thievery....

Narrated by Death, Markus Zusak’s groundbreaking new novel is the story of Liesel Meminger, a young foster girl living outside of Munich in Nazi Germany. Liesel scratches out a meager existence for herself by stealing when she encounters something she can’t resist – books. Soon she is stealing books from Nazi book-burnings, the mayor's wife's library, wherever they are to be found.

With the help of her accordion-playing foster father, Liesel learns to read and shares her stolen books with her neighbors during bombing raids, as well as with the Jewish man hidden in her basement.

This is an unforgettable story about the ability of books to feed the soul

 Rating tinggi di GR, serta banyak teman teman BBI yg puas baca buku ini merupakan sedikit dari daya tarik buku ini bagi saya. Apalagi tokoh yang nyeritain adalah Malaikat Kematian. Wew, pasti bagus donk ceritanya....




 
Seperti biasa, kalau kamu ingin ikutan eventnya Perpus Kecil, begini caranya :


1. Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =) 
2. Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku itu masuk dalam wishlist kalian ya! 
3. Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (klik saja tombol Mr. Linky di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian. 
4. Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)

Januari 21, 2013

Receh for Books 2013

Awalnya sih rada sangsi mau ikutan Receh For Books ini, soalnya tiap punya koin, pasti malah dikoleksi si O.

Nah setelah ide cemerlang dari Oky di  Sinopsis Untukmu , saya jadi punya ide buat ikutan tapi nanti yang ngumpulin koinnya Si O, saya cuma nyediain koin doank. :D

jadi ini ketentuannya :

  1.  Kumpulkan uang receh dari Januari-Desember 
  2. Jangan dihitung sampai akhir tahun 2013
  3. Setelah semua uang terkumpul, belikan buku yang kamu inginkan/bukunya dihadiahkan ke orang lainKalau mau ikut, bikin posting mengenai challenge ini di blog masing-masing (tidak harus blog buku) kemudian masukkan link dari postingan kamu di mr.linky di Dear Readers master post 
  4. Pasang banner Receh for book(s)
 


The Road


Penulis : Cormac McCarthy
Penerjemah : Sonya Sondakh
Penyunting : Sapardi Djoko Damono
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 264 halaman, paperback
Cetakan pertama : Januari 2009
ISBN-10 : 979-22-4316-X
ISBN-13 : 978-979-22-4316-1

Akhirnya saya menamatkan buku ini. Awal mulanya karena saya penasaran dengan beberapa komentar teman yang sudah membaca buku ini. Bagus dan unik. Di bagian percakapan ngga ada tanda petiknya. Semenjak itu saya penasaran, meski berkali-kali nyari nggak ketemu, tapi kemarin akhirnya nemuin buku ini juga.
The Road menceritakan kisah seorang ayah dan anak laki-laki yang menempuh perjalanan ke Selatan. Latar ceritanya adalah Amerika yang kering dan penuh abu. Tidak diceritakan apa penyebabnya, yang ada hanya lanskap yang terbakar, debu dan jasad-jasad kering orang-orang yang meninggal dengan mengerikan. Kedua tokoh ini memiliki ransel di pundak, kereta belanja tempat memuat terpal, selimut dan beberapa kaleng makanan serta sebuah pistol yang dibawa Sang Laki-laki yang berisi dua peluru untuk berjaga-jaga.

Perjalanan mereka dipenuhi dengan kekhawatiran dan ketakutan. Keterbatasan makanan membuat beberapa orang menjadi kanibal. Tapi tidak dengan mereka, anak dan ayah itu memasuki setiap rumah yang mereka temukan dan mengais apa saja yang bisa dimakan. Apel yang kering, sisa-sisa tepung jagung, dan terkadang menemukan beberapa kaleng makanan yang kemudian dipanaskan untuk mereka makan. Demikian pula dengan keterbatasan air, sumber air telah mati, genangan air yang ada telah berwarna kehitaman dan tertutup abu. Untuk dapat meminumnya mereka harus menyaringnya terlebih dahulu dan kemudian disimpan dalam botol-botol sebagai persediaan mereka.
Mimpi-mimpi buruk juga sering mendatangi mereka. Dan perjuangan mereka juga ditambah dengan pergulatan kemanusiaan ketika bertemu dengan orang-orang yang kelaparan seperti mereka. Sang anak seringnya menjadi ”Dewa”, diliputi kasih sayang dan nggak tegaan buat ninggalin orang-orang menderita yang mereka temui di perjalanan. Namun Sang Ayah adalah sisi yang lebih ”manusia”, ia tega membunuh orang yang mencuri perbekalan mereka, ia mengkhawatirkan keselamatan anaknya, ia mengkahawatirkan kematiannya akibat kesehatannya yang semakin memburuk dari hari ke hari.
Buku ini membuat saya betah membacanya lama-lama. Bahasanya puitis, dan percakapannya juga sederhana. Meski perlu perhatian juga apakah yang berbicara ini Sang Ayah atau Anaknya. Perjalanan mereka memberikan ras apenasaran yang besar bagi saya, akankah mereka berhasil sampai ke Selatan? Adakah orang-orang baik seperti mereka yang nanti mereka temui? Yang lebih sering bikin penasaran, hari ini mereka dapet makanan ngga ya.. dan perasaan-perasaan penasaran lainnya.
Saya punya beberapa kutipan favorit dari buku ini,
” Kau lupa apa yang ingin kau ingat dan kau ingat apa yang ingin kaulupakan.” Hal.15
” Layaknya pendulum besar pada rotundanya mencatat sepanjang hari gerakan-gerakan alam semesta yang bisa dikatakan tak diketahuinya tetapi harus dipahaminya.” Hal.18
”Dan mimpi-mimpi begitu penuh warna. Bagaimana lagi maut memanggilmu? Terjaga dalam dinginnya fajar, semua menjelma debu begitu cepat.” Hal.23
Saya rasa buku ini memang pantas mendapat Pulitzer Prize untuk fiksi tahun 2007. Dan saya mulai penasaran sama filmnya. Nonton aah... :D


"Posting ini dibuat dalam rangka posting bersama BBI dengan tema Pulitzer Prize"
Januari 20, 2013

Miracle Journey – Kisah Perjalanan Penuh Keajaiban Kitta Kafadaru




Judul Buku : Miracle Journey – Kisah Perjalanan Penuh Keajaiban Kitta Kafadaru
Penulis : Yudhi Herwibowo
Penerbit : Elex Media Komputindo
Cetakan Pertama : Januari 2013
Tebal : 174 halaman, paperback
ISBN : 978-602-02-0379-9

Tak ada seorang bayi yang dilahirkan ke dunia dengan membawa semua hal yang ia ingini, begitupun dengan Kitta Kafadaru, seorang anak lelaki yang dilahirkan dengan punuk di punggungnya.

Tersebutlah di sebuah desa bernama Kofa, di utara kota Larantuka, Nusa Tenggara Timur dulu sekali pernah terjadi hujan debu yang kemudian menutupi Kofa hari itu. Desa itu memang merupakan desa yang gersang, hujan jarang turun di sana, tapi kemudian cuaca berubah drastis, Kofa berubah menjadi desa yang subur, begitu hijau dan hampir semua tanaman dapat mengakar. Di empat penjuru desa juga terdapat empat mata air yang selalu mengalir bahkan sampai membentuk danau kecil. Singkat kata, Kofa adalah oasis berharga di tengah daerah yang kering kerontang.

Di desa itulah Kitta Kafadaru dilahirkan dan dibesarkan, semula orang-orang sering mengejek keadaannya yang spesial, tapi lama kelamaan mereka merasa sungkan sendiri, karena mereka menyadari ada yang berbeda dengan Kitta. Ia memiliki kemampuan untuk menyembuhkan seseorang, sehingga banyak yang kemudian segan terhadapnya. Suatu hari, Kitta berhasil menyembuhkan seorang gadis yang berparas jelita dari luka bakar yang parah, dan Kitta jatuh cinta terhadap gadis itu. Tetapi sayang cintanya bertepuk sebelah tangan, sehingga Kitta kemudian melakukan perjalanan jauh mengembara meninggalkan desa tercintanya.

Di perjalanan, Kitta bertemu dengan banyak orang yang menceritakan banyak kisah terhadapnya. Ada seorang lelaki tua yang memiliki kisah-kisah ajaib,  lelaki dengan elang yang melayang di atas kepalanya, lalu ada perempuan bernama Tiana yang sering bersenandung misterius di hutan mati. Kitta juga bertemu dengan seorang lelaki yang mengisahkan tentang bencana desanya karena seorang anak Iblis, bertemu dengan perempuan yang merindukan air bah dan ia juga bertemu dengan Sang Legenda yang merupakan pemanggil hujan.

Dalam perjalanan itu Kitta berusaha menutupi kemampuannya dalam menyembuhkan seseorang, ia hanya ingin menjadi manusia biasa yang berkelana, tak lebih dari itu. Tapi kejadian demi kejadian selalu menggerakkan hati Kitta sehingga ia kemudian melunakkan keinginannya dari yang bertekad tidak akan menolong siapapun kemudian menjadi akan menolong tiga orang dalam perjalanannya kelak.

Mungkinkah dengan demikian Kitta akan berhasil menjadikan dirinya seperti manusia biasa lainnya? Atau memang keistimewaan yang ia miliki merupakan anugerah yang seharusnya ia syukuri bukan ia tutupi?

Kitta bagi saya seperti pencerminan dari manusia-manusia yang ada di dunia ini. Kita semua diberikan kelebihan meski mungkin ada sebagian orang yang kurang mensyukuri kelebihannya tersebut. Dengan membaca cerita Kitta, saya sebagai pembaca jadi lebih bersyukur atas apa yang Tuhan berikan kepada saya, alih alih meratapi kekurangan yang ada.

Saya seperti diajak berkelana bersama Kitta, dan bagian yang paling saya suka adalah ketika Kitta bertemu dengan lelaki tua yang memiliki kisah-kisah ajaib. Dan satu pesannya yang cukup berkesan bagi saya,


“Semua yang diciptakan tentu selalu ada tujuannya.”- Hal. 41


Dan sepertinya buku ini memang dibuat untuk tujuan yang lebih dari sekadar menceritakan perjalanan Kitta yang luar biasa, tapi untuk menyentuh hati pembacanya dengan cara yang tak biasa. Selamat membaca. :)


Hex Hall



Judul Buku :  Hex Hall
Penulis : Rachel Hawkins
Penerjemah : Dina Begum
Cetakan Pertama : Oktober 2011
Penerbit : Ufuk Publishing House
ISBN : 978-602-9346-10-7
Tebal : 420 halaman, paperback

Siapa sangka bahwa di masa modern sekarang ini, masih banyak makhluk-makhluk ajaib yang sebenarnya ada di sekitar kita. Dari luar mereka nampak seperti manusia biasa, tapi sebenarnya bisa jadi dia seorang penyihir, atau peri, atau shapeshifter, atau werewolf, bahkan vampir.


Seperti Sophie Mercer, yang sekilas nampak seperti anak belasan tahun lainnya, kecuali fakta bahwa dia seorang penyihir. Sayangnya, Sophie belum mampu mengendalikan kekuatannya sampai suatu hari ia meramalkan mantra cinta dengan ‘kelewat baik’ hingga mencelakakan beberapa orang. Karena kejadian itu, ia dikirim ke Hecate Hall atau yang biasa disingkat Hex Hall, sebuah sekolah khusus prodigium. Tempat itu berada di sebuah pulau terpencil, yang tujuannya mendidik para prodigium untuk mampu bertindak ‘dengan bijaksana’ atas kemampuan mereka.

Sophie tak lantas bisa membaur dengan anak-anak di sekolah tersebut, meski ia cukup dekat dengan teman sekamarnya, Jenna, yang seorang vampir. Ternyata teman sekamar Jenna sebelumnya juga seorang penyihir bernama Holly, yang ditemukan meninggal karena kehabisan darah di kamar mandi dengan dua luka di lehernya. Semenjak itu Jenna hampir tidak punya teman lagi karena ia dituduh membunuh temannya sendiri. Penyelidikan pernah dilakukan tapi tak temu titik terang, sehingga Sekolah tidak memiliki alasan untuk mencegah vampire melanjutkan studi mereka di Hex Hall.

Tapi kemudian peristiwa itu terus menerus terjadi, satu demi satu penyihir ditemukan terluka persis  seperti Holly dan sekolah tidak tinggal diam. Sophie yang merasa tahu betul bagaimana pribadi Jenna tidak mungkin melakukan hal tersebut memutuskan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di sekolah itu.

Ternyata misteri tersebut melibatkan jauh dari apa yang sebenarnya ingin Sophie ketahui, karena ternyata ada banyak pihak yang ingin menghabisi semua prodigium, dan mungkin saja misteri itu berhubungan dengan diri Sophie sendiri.

Awal membaca novel ini mau tak mau mengingatkan saya tentang Harry Potter, yah tidak semua tentunya, hanya sebagian kecil saja, dan Sophie jelas berbeda dengan Harry Potter. Sophie adalah gadis yang biasa diabaikan di sekolah, tapi begitu masuk Hex Hall dia seakan membuat satu sekolah mengenal dirinya dengan kecerobohannya yang sering dilakukan. Banyak tokoh utama cerita fantasi yang saya baca dan jarang membuat saya terpikat, terutama pada peran wanita, tapi Sophie lain. Sophie tampak jauh lebih ‘manusia’ daripada menjadi seorang penyihir, mungkin karena dia masih awal dalam menggunakan kemampuannya, tapi dia juga bukan penyihir yang hebat.

Terjemahan yang asyik dengan ukuran huruf yang memuaskan pembacanya, membuat saya tak perlu waktu lama menikmati buku ini. Drama ala pelajar wanita, kisah cinta diam-diam, misteri serta sihir yang ada menambah warna di cerita ini.


Selesai membaca buku ini, saya jadi berpikir ulang, ternyata sihir tak selalu butuh tongkat, atau sapu terbang, atau kata kata ajaib. Sihir Cuma butuh bakat, latihan dan yah.. sedikit gen keturunan, sepertinya.

Oh satu lagi, saya rasa butuh sedikit magic untuk membuat Demonglass segera muncul di meja saya saat ini, sebab saya tak sabar membaca kisah  Sophie selanjutnya.



Posting ini dibuat untuk ikutan di Fantasy Reading Challenge 2013 Bulan Januari :)


 

Salam,

Salam,