Judul Buku : Hex Hall
Penulis : Rachel Hawkins
Penerjemah : Dina Begum
Cetakan Pertama : Oktober 2011
Penerbit : Ufuk Publishing House
ISBN : 978-602-9346-10-7
Tebal : 420 halaman, paperback
Siapa sangka bahwa di masa modern sekarang ini, masih banyak
makhluk-makhluk ajaib yang sebenarnya ada di sekitar kita. Dari luar mereka
nampak seperti manusia biasa, tapi sebenarnya bisa jadi dia seorang penyihir,
atau peri, atau shapeshifter, atau werewolf, bahkan vampir.
Seperti Sophie Mercer, yang sekilas nampak seperti anak
belasan tahun lainnya, kecuali fakta bahwa dia seorang penyihir. Sayangnya,
Sophie belum mampu mengendalikan kekuatannya sampai suatu hari ia meramalkan
mantra cinta dengan ‘kelewat baik’ hingga mencelakakan beberapa orang. Karena
kejadian itu, ia dikirim ke Hecate Hall atau yang biasa disingkat Hex Hall,
sebuah sekolah khusus prodigium. Tempat itu berada di sebuah pulau terpencil,
yang tujuannya mendidik para prodigium untuk mampu bertindak ‘dengan bijaksana’
atas kemampuan mereka.
Sophie tak lantas bisa membaur dengan anak-anak di sekolah
tersebut, meski ia cukup dekat dengan teman sekamarnya, Jenna, yang seorang
vampir. Ternyata teman sekamar Jenna sebelumnya juga seorang penyihir bernama
Holly, yang ditemukan meninggal karena kehabisan darah di kamar mandi dengan
dua luka di lehernya. Semenjak itu Jenna hampir tidak punya teman lagi karena
ia dituduh membunuh temannya sendiri. Penyelidikan pernah dilakukan tapi tak
temu titik terang, sehingga Sekolah tidak memiliki alasan untuk mencegah vampire
melanjutkan studi mereka di Hex Hall.
Tapi kemudian peristiwa itu terus menerus terjadi, satu demi
satu penyihir ditemukan terluka persis
seperti Holly dan sekolah tidak tinggal diam. Sophie yang merasa tahu
betul bagaimana pribadi Jenna tidak mungkin melakukan hal tersebut memutuskan
mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di sekolah itu.
Ternyata misteri tersebut melibatkan jauh dari apa yang
sebenarnya ingin Sophie ketahui, karena ternyata ada banyak pihak yang ingin
menghabisi semua prodigium, dan mungkin saja misteri itu berhubungan dengan
diri Sophie sendiri.
Awal membaca novel ini mau tak mau mengingatkan saya tentang
Harry Potter, yah tidak semua tentunya, hanya sebagian kecil saja, dan Sophie
jelas berbeda dengan Harry Potter. Sophie adalah gadis yang biasa diabaikan di
sekolah, tapi begitu masuk Hex Hall dia seakan membuat satu sekolah mengenal
dirinya dengan kecerobohannya yang sering dilakukan. Banyak tokoh utama cerita
fantasi yang saya baca dan jarang membuat saya terpikat, terutama pada peran
wanita, tapi Sophie lain. Sophie tampak jauh lebih ‘manusia’ daripada menjadi
seorang penyihir, mungkin karena dia masih awal dalam menggunakan kemampuannya,
tapi dia juga bukan penyihir yang hebat.
Terjemahan yang asyik dengan ukuran huruf yang memuaskan
pembacanya, membuat saya tak perlu waktu lama menikmati buku ini. Drama ala
pelajar wanita, kisah cinta diam-diam, misteri serta sihir yang ada menambah
warna di cerita ini.
Selesai membaca buku ini, saya jadi berpikir ulang, ternyata
sihir tak selalu butuh tongkat, atau sapu terbang, atau kata kata ajaib. Sihir
Cuma butuh bakat, latihan dan yah.. sedikit gen keturunan, sepertinya.