Judul Buku : Ways to Live Forever – Setelah Aku Pergi
Penulis : Sally Nicholls
Alih Bahasa : Tanti Lesmana
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan keempat :
Juni 2009
Tebal : 216
halaman, paperback
ISBN :
978-979-22-3653-8
Saya sedang
mencuci piring ketika seorang keponakan menanyakan sebuah buku kepada saya.
”Bun, udah baca Ways to Live forever?”
“Penerbitnya apa?”, saya mencari-cari dalam berkas ingatan
dan ternyata tidak pernah mengenal judul buku tersebut.
“Gramedia. Ceritanya tentang anak kecil yang kena Leukimia.”
“Bagus ngga?”
“Aku ngga ada sehari udah kelar bacanya.” (maklum, ponakan
yang satu ini ‘picker’ banget dalam urusan buku. Jadi kalau ga ada sehari aja
dia udah kelar, pasti dia suka sama buku ini)
“Gih mana, aku
pinjem donk.”
Maka di sinilah
saya, setelah menutup lembar terakhir buku tersebut dan terbirit-birit ingin
segera menulis reviewnya.
Buku ini bercerita
tentang kisah Sam, dimulai tanggal 7 Januari dan berakhir tanggal 12 April. Sam
adalah seorang anak laki-laki yang menderita leukimia, penyakitnya cukup parah
sehingga ia terpaksa menghabiskan waktunya di rumah. Orang tuanya mendatangkan
seorang guru agar Sam dan Felix, temannya yang juga terkena kanker, dapat
melakukan sesuatu dalam hari-hari mereka, setidkanya agar mereka tidak bosan. Suatu hari, Mrs. Willis, guru itu,
memiliki ide agar Sam dan Felix menuliskan sebuah cerita.
Tapi yang paling
bersemangat menulis adalah Sam, ia berencana menulis sebuah buku tentang
kisahnya atau tentang apa saja yang ingin ia tuliskan. Sam paling senang
mencari tahu tentang sesuatu hal, maka ia membuat daftar-daftar pertanyaan yang
kemudian ia cari jawabannya dengan bertanya pada banyak orang atau melalui
internet. Sam juga menulis daftar-daftar, apa saja keinginannya, hal-hal
favoritnya, atau semacam daftar daftar singkat mengenai kematian, pemakaman dan
lain-lain.
Sam adalah seorang
anak yang memiliki rasa ingin tahu yang besar. Meskipun ia tahu umurnya tak
lama lagi, ia masih memiliki keinginan untuk hidup dan melakukan apa saja yang
biasanya dilakukan anak seusianya. Dia bahkan berangan-angan agar suatu hari
nanti ia bisa sembuh total, lewat jalan yang logis ataupun sekadar mimpi anak
belasan tahun. Ia dikelilingi orang-orang yang mencintainya, Ella adik
perempuannya, Mum yang sangat sayang dan perhatian, dan Dad yang meskipun
sering cuek dan tak pernah mau membahas penyakit Sam tapi Sam tahu bahwa
ayahnya itu menyayanginya.
Buku ini terdiri
dari banyak bab, tapi ada satu bab di awal cerita yang membuat saya trenyuh
membacanya, yang berjudul ”Kenapa Tuhan membuat Anak-anak Jatuh Sakit?”
Yah, kenapa, tanya
Sam. Kalau orang-orang tua yang memang sudah banyak menikmati hari, teserah deh
mau sakit apa. Tapi mengapa anak-anak juga jatuh sakit?
Di bagian ini ada
daftar jawaban yang Sam dan Felix berikan, mungkin ada yang terkesan konyol,
tapi ada pula jawaban yang bijak. Jawaban yang sering diberikan kepada banyak
orang, bahwa
”Tuhan sangat menyayanginya, sehingga ingin membawanya ke Surga.”
Yah, jawaban itu
yang selalu diberikan ke saya ketika saya dulu selalu bertanya, Kenapa Mama
meninggal?
5 bintang untuk
kisah Sam. Mungkin Sam adalah tokoh fiksi, tapi saya tahu ada banyak orang,
banyak anak di luar sana yang mungkin memiliki kisah yang sama dengannya,
berjuang bersama penyakitnya.