Slide Show

Oktober 31, 2012

Just So Stories



Judul Buku       : Just So Stories
Penulis              : Rudyard Kipling
Diterbitkan tahun 1902
Format             : E-Book (guttenberg.org)

Pertama kali saya mengetahui siapa itu Kipling adalah dari karyanya The Jungle Book, itupun karena berhubungan dengan Pramuka (yup, sejak SMP sampai SMA saya termasuk pramuka yang aktif :D). Meski saat itu saya belum pernah membaca karyanya, saya mulai penasaran bagaimana cara Kipling menyampaikan pesan-pesan moral dalam ceritanya sampai-sampai Robert Baden-Powell, bapak Pramuka Dunia meminta ijin ke Kipling untuk menggunakan cerita di dalam karyanya dalam permainan dan keterampilan Pramuka.

Lama berselang, saya sudah berkali-kali menonton film The Jungle Book, membaca versi simplifiednya dan saya masih penasaran dengan karya beliau lainnya. Kebetulan ada event membaca bareng pemenang Nobel Sastra, maka alasan inilah yang memperkuat saya kembali mencari dan membaca salah satu karya beliau yang dikumpulkan dalam buku berjudul Just So Stories.


Just So Stories berisi duabelas cerita pendek yang berlatarkan alam liar, petualangan, hewan, hampir sama seperti The Jungle Book. Dalam tiap judul juga memiliki pesan moralnya sendiri, seperti beberapa kisah yang akan saya ceritakan ringkas di sini..

Cerita pertama diberi judul : How the Whale got his Throat
Jaman dulu, paus selalu memakan hewan yang besar-besar dan jumlah yang banyak. Tentu saja ia bisa karena mulutnya bisa terbuka sangaaat lebar, sampai suatu hari ia memakan manusia. Tapi si Manusia itu nggak mati, dia malah memperdaya Si Paus yang kemudian juga membuat Si Paus kehilangan kemampuannya menelan makhluk yang besar-besar, termasuk manusia. Jadi itulah kenapa sekarang Paus hanya memakan ikan yang kecil-kecil :) Pesan moralnya? Kalau menurut saya, cerita ini mengajarkan kita untuk tidak rakus terhadap semua hal. (termasuk buku, ehem..*batuk)

Berikutnya ada The Elephant's Child
Cerita di posisi kelima ini berkisah tentang anak gajah yang selalu ingin tahu. Tapi anggota keluarga lainnya bukan menjawab pertanyaan Si anak gajah, malah selalu menghukum dia tiap kali menanyakan sesuatu. Suatu hari si anak gajah penasaran dengan apa makanan buaya, ia memutuskan akan mencari tahu sendiri di dekat sungai dan bertanya kepada si buaya langsung. Karena kepolosan si anak gajah, ia tidak tahu bahwa si Buaya mengincarnya, beruntung hanya hidung gajah yang tergigit buaya. Eh saat itu hidung gajah masih pendek, belum panjang seperti sekarang. Lanjutan kisahnya? Pasti bisa ditebak yaa.. yang membuat gajah gajah sekarang memiliki hidung yang panjang dan multifungsi :) Pesan moralnya? Bolehlah ingin tahu atau penasaran terhadap sesuatu, tetapi juga harus hati-hati terhadap hal tersebut. Oh, dan satu lagi, kalau ada anak kecil yang selalu bertanya ingin tahu, bimbing dia, jangan malah dipukul dan dihukum.

Chapter delapan ada kisah berjudul How the First Letter was Written
Yup, dari judulnya sudah pasti bisa diketahui apa isi ceritanya donk? Tentang anak dan bapak yang sedang mencari buruan di dekat sungai untuk makan malam. Tetapi karena tombaknya patah, maka mereka kesulitan berburu. Karena lokasi perburuan dan rumah amat jauh, jadi si anak ini malas untuk bolak-balik mengambil tombak baru. Si anak memiliki ide, kalau saja ada seseorang yang bisa menyampaikan pesan kepada Si Ibu di rumah untuk membawakan tombak yang baru, pasti akan sangat menyenangkan. Lalu si anak bertemu dengan orang asing yang kemudian dititipkannya sebuah surat berisi banyak gambar kepada Si Ibu di rumah. Maksud suratnya sih meminta tombak baru, tetapi sialnya karena saat itu belum pernah ada tradisi mengirim surat, si Ibu malah salah tafsir dan mengira suami dan anaknya mati. Maklum, gambarnya masih acak-acakan dan tidak beraturan,  dan tidak semua orang mengerti arti dari gambar kan kalau tidak ada standarnya? Cerita ini masih berlanjut ke cerita berikutnya, How the Alphabet was Made, yang isinya tentang bagaimana ayah dan anak itu membuat kesepakatan dalam menyampaikan pesan. :)

Cerita lainnya ada :
-          How the Camel Got His Hump
-          How the Rhinoceros Got His Skin
-          How the Leopard Got His Spots
-          The Sing-song of Old Man Kangaroo
-          The Beginning of the Armadillos
-          The Crab that Played with the Sea
-          The Cat that Walked by Himself
-          The Butterfly that Stamped

Kesemuanya berisi bacaan ringan, tetapi penggunaan pilihan katanya menawan. Saya ambil contoh di cerita pertama, ya..

In the sea, once upon a time, O my Best Beloved, there was a Whale, and he ate fishes. He ate the starfish and the garfish, and the crab and the dab, and the plaice and the dace, and the skate and his mate, and the mackereel and the pickereel, and the really truly twirly-whirly eel.

Nah, lihat kan, berima tapi memiliki makna. Dan karena saya baca versi inggrisnya, ada kesulitan dalam beberapa kata baru yang membuat saya harus bolak-balik lihat kamus untuk mengerti maksudnya. Ini mengingatkan saya dengan karya karya AA Milne (penulis cerita Winnie The Pooh) yang juga menggunakan rima dalam beberapa kisahnya tentang si beruang madu ini, yang sering saya tonton di Disney Junior).

Setelah membaca karya Kipling ini, saya makin terpesona bagaimana cara beliau menyampaikan pesan moralnya secara halus, bahkan mudah diterima anak-anak karena disampaikan dalam bentuk fabel. Just So Stories memang buku yang tepat untuk dihadiahkan untuk diri anda sendiri ataupun untuk orang lain, anak kecil, remaja atau dewasa, sebab ceritanya tak lekang dimakan waktu, abadi seperti pesan kehidupan untuk manusia.

Sedikit tentang Rudyard Kipling



Joseph Rudyard Kipling lahir tanggal 30 Desember 1865, seorang penulis cerita pendek, novelis dan penulis puisi. Lahir di Bombay tetapi dibesarkan di Inggris sejak umurnya lima tahun. Ia mendapatkan Nobel Prize for Literature pada tahun 1907, karya yang terkenal adalah The Jungle Book, Just So Stories, Kim, dan beberapa puisinya. Ia mendapat julukan "innovator in the art of the short story". Ia meninggal karena sakit pada 18 Januari 1936 pada usia 70 tahun. Abunya dikubur di Poet’s Corner, bagian dari Westminster Abbey.
Pada tahun 2010, sebuah kawah di planet Merkurius diberi nama Kipling. Pada tahun 2012 sebuah spesies buaya diberi nama Gonipholis kiplingi untuk menghormati kecintaaan Kipling terhadap ilmu pengetahuan alam.

Oktober 30, 2012

Posting Bareng BBI - Hari Blogger Nasional-


Hari ceritanya posting bareng anak BBI dalam rangka memperingati Hari Blogger Nasional (yang sebenernya udah lewat), taka pa ya telat. Daripada nggak ikutan? XD

Saya sudah setahun lebih gabung sama BBI, itupun awalnya dari GRI Solo. Gabung di GRI, kenalan sama Sulis (si @peri_hutan) dan follow twitternya dia. Terus lha kok kapan hari ada posting bareng, terus mulai blogwalking deh ke blog blog buku. Eh, penasaran, secara ya, saya kan juga hobi baca dan nulis, kayaknya kalo bikin blog buku, cocok gitu sama kesukaan saya.

Lalu saya Tanya Tanya sulis deh, gimana dan apa BBI itu. Ternyata isinya emang para sesepuh penimbun dan pelahap bacaan yang ’wow’ banget deh. Cocok-bikin blog-lalu daftar deh. Kenalan sama Oom Tanzil, eh ternyata ada acara posting bareng sebulan sekali, terus mulai deh berburu buku buat posting bareng pertama kali.




Posting bareng pertama saya adalah The Day of The Jackal, di Juli 2011.  Itu buku, eaaaaa, bacanya penuh perjuangan, soalnya baru dapet greget di separuh ke belakang. XD Bulan berikutnya (Agustus) untuk memperingati kepahlawanan, saya baca Untung Surapati yang ditulis Mas Yudhi Herwibowo. Dari sini kemudian saya kenalan sama Mas Yudhi, sebelumnya sih pernah ketemu juga di Pawon, tapi saya bukan pengunjung rutin, jadi.. ya.. pasti sekilas tau doank XD

Bulan Agustus itu saya juga dapet satu buku pertama dari penerbit, untuk diresensi (bahagia dooonk), The Last Narco (biografi dari Serambi) *nyengir sumringah tapi mumet bacanya XD.

Semenjak itu mulai sering pinjem-pinjeman buku sama Sulis, bookswap sama anak BBI lainnya (yang pertama kali itu sama Noviane Asmara), lalu saya benar-benar merasa nyaman banget di komunitas ini. Bahagianya lagi, makin lama makin banyak yang gabung, blognya juga variatif, mbak Fanda mulai bikin spesialisasi blog klasik, sulis spesialisasi blog romance (kaya dokter deh XD). Di FB juga rame, blogwalking sehari aja kadang ngga cukup buat mengunjungi semua blog kalo lagi posting bareng (*kepepet waktu, sodara sodara..)


Yang pasti gabung di Blogger Buku Indonesia banyak keuntungan daripada kerugiannya. Banyak dapet info buku baru, buku bagus, buku yang sesuai genre, diskonan buku, pinjem-pinjeman (hemaaat), tapi… lemari saya jadi super duper penuh (kata Si O).

Mau gabung juga di BBI? Yuk, cek aja di @BBI_2011 atau boleh nyolek saya di twitter buat info lebih lanjutnya :D

Keep read and Happy Blogging!!

Oktober 05, 2012

Di antara Dua Hati ( Heart of the Matter)



Judul Buku : Di antara Dua Hati ( Heart of the Matter)
Penulis : Emily Giffin
Penerjemah : Isthi P. Rahayu
Penerbit : Esensi
Tebal : 448 halaman, paperback
Cetakan Pertama : 2012
ISBN : 978-979-099-866-7

Sebelum menceritakan kembali isi buku ini, saya rasa nggak cocok kalau belum mbahas covernya. Awal melihat cover buku ini, saya suka dengan covernya yang berwarna hijau lembut yang sebenarnya langsung mengingatkan saya pada jubah operasi dokter di rumah sakit. Lalu tangan seorang wanita dengan setangkai bunga sederhana, oke, ini pasti tentang perselingkuhan, dan voila.. saya benar. 


Berawal dari sebuah tragedi yang menimpa seorang anak lelaki bernama Charlie yang memiliki orang tua tunggal, Valerie. Ketika Charlie menginap di rumah temannya, ia terjatuh ke dalam perapian sehingga sebagian wajah dan tangannya mengalami luka bakar yang cukup parah. Syukurlah dia mendapat perawatan yang baik terutama dari Dr. Nick Russo, ahli bedah yang masih muda, tampan, ramah dan sabar.

Didorong hausnya kasih sayang seorang Ayah membuat Charlie sangat menyukai dan akrab dengan Nick, yang secara langsung juga membuat Nick menjadi dekat dengan Valerie. Dekat dalam arti memberi dukungan penuh kepada ibu satu anak itu dan juga dekat dalam arti… jatuh cinta.

Padahal Nick sudah berkeluarga dengan Tessa, seorang ibu muda yang merelakan pekerjaan kantoran menjadi ibu rumah tangga. Dengan Ruby, anak perempuan yang berusia 4 tahun dan Frank, si tampan berumur 2 tahun, Tessa mulai merasakan bahwa suaminya berubah. Awalnya ia percaya bahwa semua hanya karena kesibukan Nick di rumah sakit karena pasien kecilnya.


Tetapi suatu hari Tessa membaca pesan singkat di ponsel suaminya yang isinya cukup mencurigakan sehingga ia pikir bisa saja itu dari selingkuhannya Nick. Tak ingin kecewa, ia bertahan meyakinkan diri sendiri bahwa Nick tidak akan dan tidak mungkin mau berselingkuh. Rumah tangga mereka bahagia, mereka memiliki dua anak yang sempurna, lalu apalagi yang harus Nick cari dari wanita lain?

Rasa penasaran dan kekhawatiran Tessa ternyata berujung pada sebuah penemuan yang mengejutkan. Mengapa Nick selingkuh? Akankah Nick lebih memilih wanita itu daripada Tessa dan keluarganya? Atau Tessa yang memilih untuk meninggalkan Nick dengan luka di hatinya?

Sebuah cerita yang penuh dengan drama, kalau boleh saya simpulkan. Cowok yang perfect,dokter, tampan, ramah lalu selingkuh. Cuma sayangnya si Dokter bukan menyelingkuhi pacar, tetapi seluruh keluarganya. Anak-anak dan istri yang dulu pernah dijanjikan akan selalu setia sampai maut memisahkan. Karakter Nick yang plin-plan tidak terlalu kuat diceritakan di buku ini, tapi yang terasa betul adalah karakter Valerie dan Tessa yang sama-sama dominan.

Valerie adalah tipe single parent yang kuat dan tipe wanita yang selalu berusaha terlihat tegar dimanapun dan kapanpun. Ia begitu protektif terhadap dirinya dan anaknya, sehingga lebih sering khawatir jika berhubungan dengan orang lain (well, kecuali dengan Nick). Sedangkan Tessa, bukan wanita superior yang saya simpulkan merupakan pribadi yang rapuh terutama terhadap cinta. Mungkin karena pernikahan orangtuanya yang juga bermasalah, membuat Tessa dengan mudah mencium gelagat tidak beres dari suaminya.

Diceritakan dari dua sudut pandang secara bergantian, Valerie dan Tessa, membuat cerita ini memiliki alur yang cepat dan meski mudah ditebak, tapi tetap menimbulkan rasa penasaran seperti menonton drama rumah tangga. Bagian yang paling saya suka adalah ketika seluruh keluarga Tessa mendukungnya saat mereka tahu bahwa Nick selingkuh. Termasuk kedua orangtuanya yang sebenarnya saling tidak suka, karena Ayah Tess juga menyelingkuhi istrinya.

Kutipan yang saya suka dari buku ini :


”Akhirnya yang kau miliki hanyalah dirimu sendiri”, -Hal.126


Tiga bintang untuk kisah sederhana tentang cinta yang tidak pernah sederhana.

Sekilas tentang penulis.

Emily Giffin memiliki enam novel yang telah dipublikasikan. Novel pertamanya, Something Borrowed (2004) telah difilmkan dengan judul yang sama dengan Ginnifer Goodwin dan Kate Hudson sebagai pemainnya.

Novel Heart of The Matter adalah novel ketiganya yang masuk di jajaran The New York Times Best Seller tahun 2010.

Tentang penulis dan karyanya lebih lengkap bisa Anda lihat di http://www.emilygiffin.com/

September 29, 2012

[un]affair



Judul Buku :[un]affair
Penulis : Yudhi Herwibowo
Editor : Anton WP
Penerbit : Bukukatta
Tebal : 172 halaman
ISBN : 978-979-1032-78-0

Pernahkah kamu bertemu seseorang di suatu tempat umum, secara tak sengaja entah kenapa bayang wajahnya ada terus di pikiranmu. Bukan mengganggu, sampai suatu hari lagi kalian berjumpa di tempat yang lain, lalu kamu semakin penasaran dengan orang itu, mengapa kalian selalu bertemu?

Bajja pernah mengalami perasaan seperti itu terhadap seorang wanita bernama Arra. Pertemuan pertama mereka sebenarnya hanya sambil lalu di sebuah pemberhentian rel kereta, lalu mereka bertemu lagi di kantor Bajja ketika Arra ingin mencetak sebuah buku tulisannya sendiri. Buku yang sangat spesial, sepertinya, sampai Bajja terkadang merasa risih ketika tak sengaja membaca isi di dalamnya. Memang Arra sendiri sudah berpesan agar buku itu jangan dibaca, tapi tentu saja rasa penasaran ditambah keperluan me-layout membuat Bajja sesekali membaca isinya.

Walau menyilaukan
Pada satu matahari aku akan menuju

Ya, sepertinya buku itu memang buku spesial yang dibuat Arra khusus untuk orang terkasihnya. Tetapi ternyata selama proses buku itu di-layout dan dicetak, Arra seperti mengalami masalah dalam hubungannya dengan si kekasih tersebut.

Seringkali Arra datang ke rumah kontrakan Bajja dan tidur nyaman di sofanya. Meski kedatangan Arra tiba-tiba, dengan raut muka duka, dan masih ada sisa air mata, tapi Bajja memilih diam dan membiarkan Arra menikmati waktunya sendiri. Dan itu terjadi berulangkali, saat malam sepi, gerimis menepi.

Perlahan Bajja sadar bahwa ia menyukai Arra. Yah, meski rasa sukanya lebih dari sekadar sahabat biasa, tapi Bajja begitu menghormati Arra. Ia juga tak berani menyatakan perasaannya, secara ya, Arra kan udah suka sama seseorang.

Suatu hari Arra menghilang dari kehidupan Bajja, sebesar apapun rasa rindu di hati, tapi Bajja tak pernah bertemu lagi dengannya. Yang ada malah kehadiran Canta, mantan kekasih Bajja yang mencoba kembali lagi ke kehidupan Bajja.

Adakah Bajja akan kembali ke Canta? Atau ia malah setia menunggu Arra?

Sebuah jalinan cerita yang manis dengan sentuhan kesenduan di setiap halamannya. Pasti asyik dibaca waktu gerimis, waktu senja, atau sekadar menunggu waktu. Jalan ceritanya ringan, meski bahasanya khas Mas Yudhi (puitis-melankolis) membuat segala hal yang sebenarnya biasa menjadi bacaan yang istimewa. Nah cuma ada satu yang bikin penasaran, kenapa di bagian keterangan tertulis kalau buku ini dicetak tahun 2010 ya? salah ketikkah?

Tokoh Bajja yang sabar, kalem, pemalu disandingkan dengan Arra yang misterius sehingga membuat penasaran pembaca bagaimana akhir kisah mereka.

Satu kutipan yang saya suka,

Kupikir senja menjadi indah bila kita memiliki jeda untuk tak melihatnya.
September 17, 2012

Beat The Reaper – Menaklukkan Maut


 Judul Buku :  Beat The Reaper – Menaklukkan Maut
Penulis : Josh Bazell
Penerjemah : Putri Dewi
Editor : Johanes Trihartanto dan Fransiska R. Uli
Penerbit : Esensi (Penerbit Erlangga)
Cetakan Pertama : 2012


Dilihat dari judulnya, mungkin memang buku ini masih ada hubungannya antara dokter dan mafia. Tapi kalau tokoh utamanya adalah seorang dokter yang dulu pernah jadi mafia, nah, itu dia yang membuat buku ini punya cerita yang tidak biasa.



Dr. Peter Brown sebenarnya adalah seorang dokter residen yang biasa-biasa saja. Jam di putaran hidupnya sebagian besar ia gunakan untuk bekerja-bekerja dan bekerja. Sampai suatu hari pertemuannya dengan seorang pasien membuat Peter makin waspada.

Pasien itu adalah seorang kenalan Peter dulu saat ia masih bergelut di dunia mafia, namanya Squillante. Tetapi setelah berbagai hal terjadi dalam hidupnya dan Mafia hanya membuat semuanya makin berantakan, Peter melarikan diri dari dunia penuh darah itu. Nah, Peter bingung harus ia apakan pasien itu, apa ia biarkan sembuh atau lebih baik ia bunuh?

Toh kalau dibunuh, hidup Peter akan tetap normal dan tak ada yang perlu dirisaukan lagi. Nah, sialnya, si Pasien ini telah memberitahu anak buahnya kalau-kalau ia mati, berarti ia dibunuh oleh Bearclaw, nama panggilan Peter saat ia masih menjadi mafia. Karena itu, kemudian Peter berusaha menyelamatkan hidup pasien itu, yang tidak bisa dibilang mudah.

Berhasilkah Peter mempertahankan pekerjaannya dan menyelamatkan nyawa si pasien itu?

Bagaimana kehidupan dokter di rumah sakit sepertinya merupakan bagian besar yang diceritakan penulis di buku ini. Melalui alur yang maju mundur, pembaca juga diberitahu asal mula Peter masuk ke dunia mafia sampai akhirnya ia memilih menghilang dari kehidupan kelam itu.

Yang membuat cerita ini unik, menurut saya adalah tokoh Peter itu sendiri. Saya rasa nggak banyak kisah yang memilih tokoh utamanya adalah ex-mafia dan seorang dokter residen.

Mmebaca buku ini mau tak mau mengingatkan saya dengan Dr. House, sebuah serial yang memiliki tokoh utama seorang dokter yang cuek, semaunya, tapi lihai dalam analisa terhadap pasien. Bedanya mungkin karena House bukan mafia, ya.. :D

Banyak istilah kedokteran yang digunakan dalam cerita di buku ini, yang berimbas kepada catatan kaki yang aduhai kadang panjang-panjang dan huruf yang menurut saya ukurannya kurang besar untuk dapat dinikmati.

Di awal cerita memang sempat membosankan, tapi saya akui saya penasaran dengan kisah si Peter ini. Secara keseluruhan saya rasa tiga setengah bintang layak untuk buku ini.


Salam,

Salam,