Slide Show

Agustus 01, 2012

Mockingjay


Judul Buku : Mockingjay
Penulis : Suzanne Collins
Alih Bahasa : Hetih Rusli
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan Pertama : Januari 2012
ISBN : 978-979-22-7843-9



Sebenarnya sejak buku ini terbit pertama kali, saya masih panas-panasnya selesai membaca The Hunger Games dan Catching Fire, apalagi saat filmnya diputer di bioskop-bioskop di Indonesia. Tapi karena bulan-bulan itu saya masih UAS, persiapan semester baru lalu kelamaan malah lupa kalau belum baca Mockingjay, seri terakhir dari Trilogi Hunger Games ini. Paraah.. -____-”

Tunggu sebentar. Buat yang belum baca HG dan Catching Fire, harap hati hati dengan review saya. Saya bukannya niat spoiler lho yaaa.. XD




Setelah Katniss berhasil dibawa kabur ke Distrik 13, Masalah rupanya belum berakhir. Bahkan baru saja dimulai.

Tinggal di Distrik 13 ternyata tidak begitu buruk, meski semuanya serba terorganisir, terjadwal, bahkan berkesan kaku, setidaknya jauh lebih baik daripada di Distrik 12 yang sudah menjadi abu. Katniss terus bertahan hidup, meski masih dalam pengobatan,  sampai suatu hari ia diperbolehkan turun ke lapangan, ke Distrik 8. Bukan untuk menjadi pejuang, tetapi untuk pengambilan adegan yang nantinya akan diedit dan ditampilkan dalam iklan propaganda. Para pemberontak menyebutnya propo. Propaganda pertama akan di ambil gambarnya di Distrik 8, distrik yang sedang dalam peperangan melawan Capitol.

Awalnya kami pikir propo itu berhasil, terutama karena berhasil disiarkan di beberapa distrik. Tapi yang tak terduga adalah kemunculan Peeta di salah satu acara Capitol, setelah propo itu disiarkan. Badannya kurus, mukanya pucat serta pernyataan yang ia lontarkan dalam acara tersebut membuat Katniss semakin khawatir.

“Tanyakan pada dirimu sendiri, apakah kau benar-benar percaya pada orang yang bekerja bersamamu? Apakah kau benar-benar tahu apa yang terjadi? Dan jika tidak.. coba cari tahu.”

Ah, sayang Katniss mengabaikan peringatan Peeta dari awal. Sampai propo-propo pemberontak berhasil masuk ke penyiaran di Capitol, semuanya makin parah. Peeta yang terlihat makin pucat di acara yang sedang disiarkan itu kembali menyampaikan pesan kepada Katniss. Bahwa akan ada penyerangan di Distrik 13.

Semenjak itu, Katniss terus memikirkan Peeta, untungnya atau entah karena kasihan, Presiden Coin menyetujui rencana pembebasan Peeta dan beberapa pemenang Hunger Gmes yang ditawan Capitol. Yaa, Peeta selamat, tapi sayangnya dia berubah. Menjadi orang yang paling membenci Katniss, bahkan hampir membunuhnya.

Lha kok bisa? Terus gimana?
Heheheh.. baca saja bukunya untuk kisah lebih lengkap. :D

Oke, itu sinopsisnya. Sekarang kesan saya setelah membaca buku ini.

Well, ceritanya memang seru. Tapi saya ngga dapet gregetnya. Aaaah, baiklah, salahkan saja saya kalau bintang untuk buku ini saya berikan jauh lebih rendah dari dua buku sebelumnya. Tapi beneran, saya kecewa sama buku ini.

Saya berikan poin poin kekecewaan saya ya.

  1. Katniss. Yeah, saya mungkin kejem ya, mengingat Katniss ada dalam situasi perang, tertekan sehingga kondisi kejiwaannya ngga stabil. Sampe bolak balik pingsan, kangen sama Peeta lah, ngga tega sama Peeta lah. Eh tapi dia masih cium itu Gale. WTH. Ke mana aja neeeng selama ini? Ngeliat Peeta tersiksa gitu aja sampe pingsan, lha kok masih nyium Gale. Ergghhh.. How Dare you!! *esmosi.... Iya sih memang cerita ini tentang young adult gitu, tapi bosen dengan cinta segitiga yang terus terusan disuguhin sama novel YA biasa. Toh di buku keduanya nggak banyak banyak banget adegan cinta cintaannya, tetep bisa memikat sampai akhir. Udah gitu sepertinya Katniss di MJ ini teramat galau, banyak curahan hatinya, ah.. begitulah. Bikin mangkel waktu baca -____-"
  2. Ending. Saya tidak menyalahkan penulis, karena biar bagaimanapun hak dia mengeksekusi akhir dari trilogi ini. Tapi rasanya ada yang salah, ada yang kurang dari ending singkat yang sejujurnya sudah bisa saya prediksi dari pertengahan cerita....masa gitu doank sih? Yakin Cuma mau diakhiri dengan gini doank?
  3. Alur. Saya orang yang nggak suka dengan alur lambat dan bertele-tele. Sayangnya di awal buku ini, saya malah menemukan cerita dengan alur yang lambat itu. Mungkin perlu akselerator? Biar cepat sampai pertengahan cerita, lalu keseruannya meningkat. :D

Nah, ngga adil donk kalau saya sebutkan poin poin yang ngga saya suka, tapi ngga saya sebutkan yang saya suka?
Jadi ini dia.

  1. Saya suka pernikahan yang diadakan di Distrik 13, di buku ini. Tentang bagaimana kebahagiaan itu bisa dengan mudah menular, membebaskan siapa saja yang ikut serta dalam pesta itu dari tekanan (meski sementara).  Yeah, kecuali kalau yang nikah mantan gebetan yang masih kamu suka. OOT
  2. Primm. Rasanya menyenangkan ada tokoh baru yang dieksplore dalam buku ini selain Katniss, Gale dan Peeta. Primm adalah tokoh yang saya suka, dia survive, berpendirian kuat, tapi juga sensitif terhadap keadaan sekitarnya. Yah, saya suka Primm, meski sepertinya penulis suka memberikan adegan kekejaman untuk Primm. Di buku satu, Si Primm ini yg kepilih jadi peserta HG, di buku tiga, Si Primm ini...(cegah spoiler)
  3. Pertarungan Katniss dan teman-teman saat menuju Capitol. Seru. Bagian seperti inilah yang saya selalu tunggu, selalu cari di Trilogi Hunger Games sebelumnya. Karena itu yang membedakan dystopian ini dengan buku buku dystopia-young adult lainnya.

Udah ah segitu aja. Kebanyakan spoiler? Nggak kan? Nggak laah, biar pada pengen baca juga tentunyaa.. :p

3 bintang aja buat Mockingjay.


Review ini sekalian posting bareng Putri di Celoteh Putri tentang Buku dan OceMei  di OceMei's Little World yang thanks buat mereka saya jadi punya semangat membaca timbunan buku ini :D


Wishful Wednesday #21

 WW ke 21.

Hihi, saatnya merekap kembali buku apa saja yang sudah aku punya dari daftar Wishfulku Berminggu minggu XD


WW #20  : Selimut Debu - Agustinus Wibowo
WW #19  : Accross the universe-beth revis
WW #18  : Eye of the dragon - stephen king
WW #17  : Magic or madness - justine larbalestier
WW #16  : The look- sophia bennet
WW #15  : The Fault in Our Stars - John Green.
WW #14  : Hailstrom - fachrul RUN
WW #13  : Joshua Files #1-MG Harris
WW #12  : The Thirteenth Tale - Diane S
WW #11  : Love, Rosie - Cecilia Ahern
WW #10  : Lost (Kepingan Memori) - Michael Robotham.


Nah, untuk Tiga judul buku di atas yang saya bold, berarti saya sudah punya dan .. em.. belum dibaca. *digetok pake FoG 


Iya sih, masih banyak buku yg belum kebeli >_< *sambil #kode barangkali ada peri baik hati yang mau ngadoin buku-buku itu di Agustus ini (saya ultah looh) XD *pede *ngarepnya kebangetan


Wishful kedua puluh satu ini saya lagi pingin buku berjudul The Sherlockian - Graham Moore




Ya, karena posting bareng anak-anak BBI kemaren, saya malah nambah wishlist.. eaaaa...

Ada reviewnya Mbak Ferina di sini, kalo kalo kalian juga penasaran

 
Seperti biasa, kalau kamu ingin ikutan eventnya Perpus Kecil, begini caranya :


1. Silakan follow blog Books To Share – atau tambahkan di blogroll/link blogmu =) 
2. Buat posting mengenai buku-buku (boleh lebih dari 1) yang jadi inceran kalian minggu ini, mulai dari yang bakal segera dibeli, sampai yang paling mustahil dan hanya sebatas mimpi. Oya, sertakan juga alasan kenapa buku itu masuk dalam wishlist kalian ya! 
3. Tinggalkan link postingan Wishful Wednesday kalian di Mr. Linky (klik saja tombol Mr. Linky di bagian bawah post). Kalau mau, silakan tambahkan button Wishful Wednesday di posting kalian. 
4. Mari saling berkunjung ke sesama blogger yang sudah ikut share wishlistnya di hari Rabu =)

Juli 31, 2012

City of Thieves – Kota Para Pencuri


Mengisi Liburan Dengan Membaca Bersama Bukukita.com dan Ufuk Publishing House”


Judul Buku : City of Thieves – Kota Para Pencuri
Penulis : David Benioff
Penerjemah : Meda Satrio
Penyunting : Helena Theresia
Penerbit : Ufuk Publishing House
Cetakan Pertama : Agustus 2010
ISBN : 978-602-8801-32-4


Pelajaran Sejarah adalah salah satu pelajaran yang sebenarnya saya suka, baik saat SMP maupun SMA, terutama tentang sejarah dunia. Mengikuti pelajaran sejarah itu seperti naik mesin waktu lalu pergi ke masa lalu. Jauh di mana peradaban manusia tidak semodern sekarang, dimana kisah yang diceritakan sebagian besar adalah revolusi, perebutan kekuasaan dan perperangan. Sayangnya tak banyak guru yang bisa menceritakan kisah masa lalu ini dengan tepat, selain nama tokoh yang cenderung sulit dihafalkan, kurangnya pembangunan suasana juga menjadi faktor lainnya yang mempersulit penangkapan murid terhadap sejarah. Cara lain untuk menikmati sejarah adalah dengan membaca buku, seperti buku yang satu ini.

Nama anak laki-laki itu adalah Lev atau lengkapnya, Lev Abramovich Beniov. Suatu malam ia dan teman-temannya tertangkap basah oleh pasukan Rusia ketika sedang menjarah mayat seorang tentara Jerman. Teman-temannya lolos, sayangnya tidak demikian dengan Lev, ia tertangkap dan dibawa ke Penjara Kresty. Di sana ia ditempatkan satu sel bersama seorang tentara yang dituduh sebagai desertir (orang yg lari meninggalkan dinas ketentaraan atau membelot kpd musuh) bernama Kolya, lengkapnya Nikolai Alexandrovich Vlasov.

Hukuman mati mereka berdua ternyata ditunda, bahkan akan dibebaskan jika mereka dapat melakukan tugas yang amat penting dari Kolonel Grechko, yaitu mencari satu lusin telur yang akan digunakan dalam membuat keik di pernikahan anak perempuannya. Sebenernya ini bisa dibilang permintaan yang gila saat itu, bayangkan saja di tahun itu Perang yang berlangsung antara Jerman dan Rusia telah membuat banyak warga kelaparan. Jangankan makanan enak, yang layak dimakan saja hampir bisa dibilang tidak ada lagi. 

Lalu ke mana dua orang ini bisa menemukan telur-telur sebagai syarat pembebasan itu? Apalagi Sang Kolonel mengambil kartu ransom mereka sebagai jaminan bahwa mereka akan kembali lagi membawa telur-telur tersebut. Saat itu kartu ransom adalah barang yang sangat penting, tanpa kartu ransum bisa dipastikan kamu akan mati kelaparan terlebih saat itu musim dingin sedang melingkupi Rusia.

Perjalanan mereka kemudian dimulai, berdua mereka mengunjungi Haymarket, pasar gelap tempat berbagai transaksi jual beli dilakukan. Di pasar ini mereka mendapat info bahwa ada seorang petani di dekat Gerbang Narva memelihara ayam-ayam yang menghasilkan telur.

Akankah Lev dan Kolya mendapatkan telur sesuai permintaan Kolonel?


Ah, membaca buku ini benar-benar membawa saya ke pandangan sebuah cerita sejarah yang diceritakan secara berbeda. Biasanya saya mendapati kisah sejarah hanya berisi kesedihan dan kemuraman tokoh utamanya, ditambah suasana duka sebagai latar belakangnya. Benar-benar menghabiskan tenaga saat membacanya, apalagi kalau kalimat-kalimatnya panjang dan berdiksi ‘berat’.

Tapi buku City of Thieves ini berbeda, meski mengusung tema Historical Fiction, kehadiran dua tokoh utama yang unik membuat buku ini lebih ‘hidup’ dan berwarna. 

Lev, sebagai sudut pandang orang pertama yang menceritakan kisah di buku ini memiliki karakter yang cenderung lembut untuk laki-laki. Mungkin karena usianya juga masih belasan tahun, ia memang memiliki semangat tinggi untuk membela Negara, tetapi terkadang ketika ia berhadapan langsung dengan peperangan atau pembunuhan, tak banyak yang bisa ia lakukan selain bersembunyi dan ketakutan.
Singkat kata, ia memang bukan jagoan.
Tapi Lev adalah sosok yang setia kawan, terlihat saat mereka menghadapi sepasang suami istri kanibal, Lev tidak mau meninggalkan Kolya sendirian meski sebenarnya Lev bisa melarikan diri dengan mudah. 

Sedangkan Kolya bisa dibilang kebalikannya Lev, ia tipe pemberani, cuek, seenaknya sendiri dan tipe penyerang. Ia tidak segan-segan melontarkan kalimat-kalimat sarkatis bahkan terkadang terkesan menghina, meski sebenarnya ia hanya bercanda. Kolya adalah seorang pencinta sastra, ia terbiasa mengutip syair-syair para pujangga atau sekadar membicarakan tokoh dari buku yang pernah ia baca.

Perbedaan keduanya ini yang membuat saya tertawa, sedih atau terkadang merasa sesak karena lega ataupun duka saat mereka bersama-sama. Percakapan yang unik, saling menyidir bahkan terkadang hampir berantem beneran, berulangkali menyelamatkan saya dari kebosanan yang mungkin muncul  karena detail. Ya, detail lokasi dan peristiwa yang ada di buku ini memang cukup ‘berlimpah’, tapi detail malah membuat saya mampu membayangkan dengan jelas kejadian saat itu. Lalu ide cerita yang keren. Sungguh, kalau saja ide mencari telur bisa dibilang biasa, tapi penulis mampu memilih latar waktu dan peristiwa yang membuat pencarian telur ini menjadi istimewa.

Konflik-konflik selingan juga memiliki kekuatannya sendiri, seperti ketika mereka bertemu wanita-wanita cantik di sebuah rumah di tengah hutan, atau ketika menyelinap di antara tawanan tentara Jerman. Kisah persahabatn yang unik antara Lev dan Kolya membuat saya menitikkan air mata di akhir cerita. Entah karena bahagia atau sedih, yang pasti saya tahu saya lega karena demikianlah akhirnya.

 Satu kutipan yang saya suka
"Ada suatu bagian dalam diri kita, tempat rasa lapar, keletihan, dan waktu sepenuhnya tak lagi berjalan dan penderitaan tubuh tampaknya bukan lagi milik kita sepenuhnya."-Hal. 450
Penasaran?
Silakan membaca buku ini lalu bertualanglah di Rusia demi dua belas telur untuk pesta pernikahan. :)

Fakta terkait sejarah di buku ini.

Leningrad, daerah tempat tinggal Lev benar-benar merupakan lokasi terjadinya peperangan antara Rusia dan Jerman, terutama pada saat perang dunia kedua meletus. Pada tahun 1991, daerah ini diubah namanya menjadi St. Petersburg, daerah yang mungkin lebih kita kenal sekarang. Pengepungan Jerman terhadap Leningrad terjadi selama 871 hari, yaitu antara 8 September 1941 – 27 January 1944 dengan Jerman yang akhirnya bisa dipukul mundur.



Juli 30, 2012

The Journeys 2 – Cerita dari Tanah Air Beta



Judul Buku : The Journeys 2 – Cerita dari Tanah Air Beta
Penulis : Alanda Kariza, Fajar Nugros, dkk
Editor : Resita Wahyu Febriatri
Penerbit : Gagas Media
Cetakan Pertama : 2012
ISBN : 978-780-550-6
Tebal : 256 halaman, paperback



Indonesia adalah negara yang luar biasa besar, bayangkan saja, dengan lebih dari 17 ribu pulaunya (yang semoga sampai sekarang bener-bener masih ada segitu) tak heran jika banyak objek wisata yang luput dari ekspose dunia luar. Pantai, pegunungan, hutan, dan ada begitu banyak kota di Indonesia dengan keistimewaannya masing-masing membuat kita sebenarnya memiliki kekayaan budaya yang luar biasa dibandingkan negara kepulauan lain. Jadi benar bisa ditebak bahwa trend buku perjalanan akan selalu ada dan beredar di Indonesia, seperti salah satunya buku The Journeys 2 ini yang ditulis oleh 12 orang dengan perjalanannya ke berbagai daerah di Indonesia.

Cerita favorit saya dari Windy Ariestanty yang niatnya akan berlibur bersama 5 orang teman-teman kuliahnya di Pulau Sempu, tak jauh dari Kota Malang. Pulau Sempu adalah pulau yang masih eksotik, masih sepi dan pantainya sungguh cantik. Setidaknya itu dan semangat lima temannya yang membuat Windy bertahan mengiyakan ajakan berlibur tersebut meski sebenarnya ia punya pengalaman buruk dengan Pantai. Nah, di Pulau Sempu mereka harus bertahan hidup sampai kapal yang akan menjemput mereka datang esok sore, masalahnya adalah stok bahan makanan dan air minum malah ketinggalan di dermaga pemberangkatan. Hihi, jadi bisa kebayang donk, enam orang mahasiswa yang niatnya liburan malah harus survival di tengah pantai terpencil.

Untuk kisah-kisah lainnya, masih ada cerita Trinzi yang travelling ke Lombok bersama Mamanya, berdua saja (ini seru banget deh pasti. Jadi punya ide buat kapan-kapan nyoba travelling berdua dengan anak saya.XD). Ada kisah Jflow di Maluku dengan orang-orangnya yang super easy going. Ve Handojo yang berburu batik ke Trusmin, Cirebon dan masih banyak lagi.

Nah, lalu apa yang membuat saya memberikan nilai dua bintang doank untuk buku ini?

  1. Ceritanya kurang... renyah. Bahkan cenderung ada kisah yang membosankan seperti di Boven Digoel, atau cerita di Salatiga yang nggak yakin sebenernya mau nyeritain apanya Salatiga.
  2. Pengulangan kota. Indonesia kan memiliki banyak sekali kota, lalu kenapa ada dua kali cerita tentang Bali dan dua kali cerita tentang Lombok? Kenapa nggak cari cerita di Kota Lain, suatu tempat di Kalimantan atau Sumatera misalnya?
  3. Kalaupun terpaksa dilakukan pengulangan, ada baiknya (menurut saya) kalau cerita Lombok, Saya dan Mama diletakkan lebih awal daripada kisah Alanda Kariza yang juga membahas tentang Lombok. Apa hal? Karena dijelaskan bahwa saat Trinzi dan Mamanya mendarat di Bandara Selaparang, Lombok dan Bandara Praya masih dalam tahap pembangunan. Sedangkan di cerita Alanda menjelaskan bahwa ia mendarat di Bandara Praya yang sudah mulai beroperasi dan Bandara Selaparang sudah tidak lagi. Yah, ini hanya masalah pendapat saja sih sebenarnya.
  4. Cover buku ini kurang ngejreng dan typonya masih bertebaran. Butuh proofreader baru kah? *nyengir kalem. Oh tapi saya suka layout dan foto berwarna yang bertebaran di dalam buku.
  5. Ada baiknya kalau The Journeys bukan hanya menceritakan perjalanan, tapi juga keistimewaan tempat itu sendiri. Bukan hanya cerita yang berlatar kota itu tapi sebenarnya membahas hal-hal lain yang ngga penting.
  6. Satu cerita milik Travel Junkie Indonesia yang secara pribadi saya rasa nggak tepat masuk ke buku ini. Halloooo.. Ini kan buku yang nggak masang aturan baku umur, temanya juga tentang Indonesia. Jadi ngapain cerita tentang hal-hal naturist segala? Meski mereka ada di Negara kita, tapi kan ada banyak hal yang lebih bisa dieksplore tentang kekayaan budaya Indonesia daripada mbahas begituan? Mbak Editor, bagai mana ini kok bisa lolos?
  7. Oh ada lagi, Filosofi Koper ini mengingatkan saya akan filosofi serupa yang saya temui di buku Windy –Live Traveler. Kok sama ya? Ah, mungkin karena memang koper mengingatkan kita semua tentang proses pemilihan.. *barangkali..

Jadi ya.. begitulah.. saya lebih suka cerita di buku pertama daripada buku kedua ini. Sebagai pembaca, tentunya saya berharap kalaupun ada seri ketiganya, saya akan lebih puas membaca kisah-kisahnya. :)
Juli 29, 2012

Senja di Chao Phraya




Judul Buku : Senja di Chao Phraya
Penulis : Endah Raharjo
Pemerhati Aksara : F. Winiarrum & Denieka
Penerbit : LeutikaPrio
Cetakan Pertama : 2012
Tebal : 326 halaman, paperback
ISBN : 978-602-225-432-4






Akhirnya saya mengkhatamkan buku ini. Sejak awal buku ini muncul di Goodreads, saya sudah tertarik dengan judulnya. Well, juga covernya, yang mengundang rasa penasaran tentang Senja di Chao Phraya.

Larasati adalah seorang wanita berusia 44 tahun yang memiliki pekerjaan sebagai seorang antropolog. Ia janda beranak dua, Mega dan Angka yang sudah remaja. Pekerjaan Laras sebagai Antropolog sering mengharuskan dia pergi ke luar negeri, kali ini ia mendapatkan kontrak kerja dengan sebuah lembaga penelitian di Bangkok selama hampir setahun dari 2008-2009. 

Sungai Chao Phraya gambar dari photos.igougo.com

Suatu hari ia bertemu dengan Osken O’Shea, seorang sosiolog berumur 50-an keturunan Kazakhstan dan Irlandia. Pertemuan mereka berawal di restoran, sampai secara tidak sengaja bertemu lagi di boat yang akan melintasi Sungai Chao Phraya. Semenjak itu mereka sering bertemu bersama dan dari obrolan-obrolan ringan mereka, mulai terpercik benih-benih cinta. Pernah sekali Laras mencoba mengelak dari perasaan itu tepat ketika mereka akan pergi kencan, tapi ternyata sia-sia, sekuat apapun Laras mencoba menghindar, takdir mempertemukan mereka kembali. Dan rasa cinta itu makin kuat.

Pun setelah Laras kembali ke Jogja, rumah tempatnya berteduh dan tempat dua mata hatinya berada, rasa rindu sering mengentak dada Laras untuk kembali menemui Osken. Tapi pelan-pelan Laras sadar masa depan cintanya dengan Osken terancam berjalan tidak mudah. Apa kata orang tua kalau ia akan menikahi seorang bule? Perbedaan ras, perbedaan adat, perbedaan budaya, terutama lagi perbedaan agama yang jelas jelas ada. Serta kebiasaan yang berbeda, anak-anaknya yang telah 5 tahun ini terbiasa hidup bersandar hanya dengan Laras seorang, maukah mereka membuka kesempatan bagi Osken untuk masuk ke keluarga mereka?

Mampukah Laras mempertahankan cintanya? Atau ia harus memilih Osken atau orang-orang terkasihnya?

Rasanya ada yang kurang saat saya menutup lembar terakhir buku ini. Kenapa? Pada dasarnya ide cerita di buku ini bisa kita temukan di banyak novel romance (atau bahkan di kehidupan nyata itu sendiri) seorang wanita Indonesia jatuh cinta dengan lelaki bule. Yang membedakan adalah bagaimana Penulis menceritakan kisah ini dengan kerumitan hidup si Laras. Ia Janda beranak dua.

“Menjadi janda juga serba saah. Bila memilih sendiri, para istri akan mencurigainya sementara para suami sembunyi-sembunyi mengganggunya. Bila memutuskan berpacaran, orang-orang akan menuduhnya gatal. Bila berniat menikah lagi, tak sedikit yang menudingnya tega menelantarkan anak-anaknya dan melupakan suaminya. Suami yang telah tahunan terkubur di perut bumi dan tak mungkin bangkit lagi.”-Hal.199

Miris ya? Mereka itu kan juga manusia, butuh kebutuhan batin maupun fisik seperti halnya yang masih memiliki pasangan. Mereka butuh tempat bercerita, berkeluh kesah, bersandar, menangis dan banyak hal lainnya yang tidak bisa sembarangan dipinta kepada orang lain.

Secara garis besar, saya suka ide buku ini hanya saja alurnya.. cukup.. lambat, dan sedikit memusingkan karena maju mundur maju mundur, tapi dalam kapasitas mengenang. Saya baru menemukan ketegangan ketika masuk di Bab Merapi mulai meletus, akhir tahun 2011. Bab 32 dari total 55 bab. Osken yang memutuskan berkunjung ke Jogja mulai mengenal orang tua dan anak anak Laras, dan sedikit demi sedikit pertentangan mulai terjadi. Nah sebelum bab itu, rasanya percintaan mereka biasa-biasa aja. Iya sih, memang ada kekhawatiran Laras yang sudah sejak jauh hari dimunculkan, tapi tetep gregetnya kurang. :D

Lalu konflik kemanusiaan yang bertebaran di buku ini. Tak hanya di Bangkok, yang manjadi sebagian besar latar cerita, tapi di Jogja saat terjadi erupsi Merapi juga dikisahkan sedikit tentang korban-korban benacana alam ini. Lalu Osken yang juga sering mengurusi misi kemanusiaan membuka pengetahuan saya akan negara-negara dunia ketiga lainnya yang kondisi rakyatnya masih memprihatinkan, terutama wanita dan anak-anak.

Untuk tokoh yang saya suka dari cerita ini? Saya suka Osken daripada Laras. Hihi, mungkin karena Laras lebih sering galau ya daripada Osken (ya iyakali, Laras kan cewek, lebih sensitif. :D). Osken adalah tipe lelaki yang pantang menyerah, ketika ia sayang dengan seorang wanita ia benar-benar memberikan semuanya untuk wanita itu (dalam hal ini Laras, tentu saja), waktu, perhatian, kasih sayang, anything. Osken juga tipe lelaki langka (saya harus mengakui ini saudara-saudara), Ia tipe lelaki yang sangat menghormati wanita, semua wanita. Suatu sikap yang saya rasa makin sulit kita temukan saat ini, karena banyak laki-laki yang tidak menghargai wanita sebagai manusia.

Singkat kata, semua yang ada di buku ini cukup untuk membuat saya memberikan tiga bintang bagi buku ini. :)

Satu quote yang saya suka di buku ini. 
Ini hidupku, aku punya hak untuk bahagia dengan caraku.

Sedikit tentang Penulis :

Latar belakang Endah Raharjo adalah arsitek dan pernah belajar mengenai Urban Studies and Planning. Studinya diselesaikan pada tahun 1987. Tapi selama ini ia tidak pernah serius berkarya sebagai artistek. Semua proyek yang ia kerjakan sejak tahun 1988, berhubungan dengan kepenulisan.

Atau Anda juga bisa menikmati tulisan tulisan Endah lainnya di http://endahraharjo.blogspot.com/

Silakan berkunjung :)

Salam,

Salam,