Judul Buku : The Journeys 2 – Cerita dari
Tanah Air Beta
Penulis :
Alanda Kariza, Fajar Nugros, dkk
Editor :
Resita Wahyu Febriatri
Penerbit :
Gagas Media
Cetakan
Pertama : 2012
ISBN :
978-780-550-6
Tebal : 256
halaman, paperback
Indonesia
adalah negara yang luar biasa besar, bayangkan saja, dengan lebih dari 17 ribu
pulaunya (yang semoga sampai sekarang bener-bener masih ada segitu) tak heran
jika banyak objek wisata yang luput dari ekspose dunia luar. Pantai,
pegunungan, hutan, dan ada begitu banyak kota di Indonesia dengan
keistimewaannya masing-masing membuat kita sebenarnya memiliki kekayaan budaya
yang luar biasa dibandingkan negara kepulauan lain. Jadi benar bisa ditebak
bahwa trend buku perjalanan akan selalu ada dan beredar di Indonesia, seperti
salah satunya buku The Journeys 2 ini yang ditulis oleh 12 orang dengan
perjalanannya ke berbagai daerah di Indonesia.
Cerita
favorit saya dari Windy Ariestanty yang niatnya akan berlibur bersama 5 orang
teman-teman kuliahnya di Pulau Sempu, tak jauh dari Kota Malang. Pulau Sempu
adalah pulau yang masih eksotik, masih sepi dan pantainya sungguh cantik.
Setidaknya itu dan semangat lima temannya yang membuat Windy bertahan
mengiyakan ajakan berlibur tersebut meski sebenarnya ia punya pengalaman buruk
dengan Pantai. Nah, di Pulau Sempu mereka harus bertahan hidup sampai kapal
yang akan menjemput mereka datang esok sore, masalahnya adalah stok bahan
makanan dan air minum malah ketinggalan di dermaga pemberangkatan. Hihi, jadi
bisa kebayang donk, enam orang mahasiswa yang niatnya liburan malah harus
survival di tengah pantai terpencil.
Untuk
kisah-kisah lainnya, masih ada cerita Trinzi yang travelling ke Lombok bersama
Mamanya, berdua saja (ini seru banget deh pasti. Jadi punya ide buat
kapan-kapan nyoba travelling berdua dengan anak saya.XD). Ada kisah Jflow di
Maluku dengan orang-orangnya yang super easy going. Ve Handojo yang berburu
batik ke Trusmin, Cirebon dan masih banyak lagi.
Nah, lalu
apa yang membuat saya memberikan nilai dua bintang doank untuk buku ini?
- Ceritanya kurang... renyah. Bahkan cenderung ada kisah yang membosankan seperti di Boven Digoel, atau cerita di Salatiga yang nggak yakin sebenernya mau nyeritain apanya Salatiga.
- Pengulangan kota. Indonesia kan memiliki banyak sekali kota, lalu kenapa ada dua kali cerita tentang Bali dan dua kali cerita tentang Lombok? Kenapa nggak cari cerita di Kota Lain, suatu tempat di Kalimantan atau Sumatera misalnya?
- Kalaupun terpaksa dilakukan pengulangan, ada baiknya (menurut saya) kalau cerita Lombok, Saya dan Mama diletakkan lebih awal daripada kisah Alanda Kariza yang juga membahas tentang Lombok. Apa hal? Karena dijelaskan bahwa saat Trinzi dan Mamanya mendarat di Bandara Selaparang, Lombok dan Bandara Praya masih dalam tahap pembangunan. Sedangkan di cerita Alanda menjelaskan bahwa ia mendarat di Bandara Praya yang sudah mulai beroperasi dan Bandara Selaparang sudah tidak lagi. Yah, ini hanya masalah pendapat saja sih sebenarnya.
- Cover buku ini kurang ngejreng dan typonya masih bertebaran. Butuh proofreader baru kah? *nyengir kalem. Oh tapi saya suka layout dan foto berwarna yang bertebaran di dalam buku.
- Ada baiknya kalau The Journeys bukan hanya menceritakan perjalanan, tapi juga keistimewaan tempat itu sendiri. Bukan hanya cerita yang berlatar kota itu tapi sebenarnya membahas hal-hal lain yang ngga penting.
- Satu cerita milik Travel Junkie Indonesia yang secara pribadi saya rasa nggak tepat masuk ke buku ini. Halloooo.. Ini kan buku yang nggak masang aturan baku umur, temanya juga tentang Indonesia. Jadi ngapain cerita tentang hal-hal naturist segala? Meski mereka ada di Negara kita, tapi kan ada banyak hal yang lebih bisa dieksplore tentang kekayaan budaya Indonesia daripada mbahas begituan? Mbak Editor, bagai mana ini kok bisa lolos?
- Oh ada lagi, Filosofi Koper ini mengingatkan saya akan filosofi serupa yang saya temui di buku Windy –Live Traveler. Kok sama ya? Ah, mungkin karena memang koper mengingatkan kita semua tentang proses pemilihan.. *barangkali..
Jadi ya..
begitulah.. saya lebih suka cerita di buku pertama daripada buku kedua ini.
Sebagai pembaca, tentunya saya berharap kalaupun ada seri ketiganya, saya akan
lebih puas membaca kisah-kisahnya. :)