Judul Buku
: Believe
Penulis :
Morra Quatro
Editor :
Raylina
Penerbit :
Gagasmedia
Cetakan
Pertama 2011
Tebal : 212
halaman, paperback
ISBN :
979-780-526-3
Pernah merasa jatuh cinta? Pasti rasanya kaya iklan permen itu, apa namanya?Hmm yang
punya tagline berjuta rasanya.
Lalu pernahkah
saat jatuh cinta, kamu dipisahkan oleh jarak?
Gimana rasanya?
Pasti berat ya kalau harus setia? Atau kamu tipe lainnya, yang selalu setia
meski jarak memisahkan?
Tema itu yang
diangkat penulis di buku ’Believe’ ini.Tentang Langit yang harus melanjutkan
kuliah di Kairo dan harus meninggalkan Layla, kekasihnya di Indonesia. Biru,
begitu biasa Langit emanggil gadis itu adalah seorang gadis yang energik, luar
biasa setia dan luar biasa pencinta, kalau boleh saya simpulkan. Jarak membuat
keduanya harus berusaha benar-benar percaya bahwa kelak hubungan mereka akan
lenggang sampe ke jenjang pernikahan, mungkin sampai menjadi aki-aki nini-nini,
bahagia. Tapi mampukah bermodalkan ’believe’ cinta mereka dapat awet?
Sebenarnya ada yang
saya harapkan lebih ketika menyimak rating buku ini di goodreads. Okelah nggak
besar-besar amat, tapi pasti ada ’something’ yang bisa membuat mereka mau
memberikan empat atau tiga bintang. Tetapi ternyata saya kecewa. (cieeh..)
Datar.
Itu kesan saya terhadap
percintaan Langit dan Biru (dan entah kenapa penulis memilih nama ini, mungkin
biar romantis ya?). Okelah mereka berpisah, terus gimana? Bukannya menceritakan
kisah mereka, drama percintaan mereka, cinta segitiga atau kalau perlu
segiempat kek, lha kok masing masing tokoh utama malah bercerita tentang kisah
cinta orang lain?
Saya masih berbaik
sangka, bahwa dalam cerita cerita yang diceritakan oleh Langit dan Biru,
masing-masing memiliki kekuatan ’believe’ yang jadi judul buku ini. Seperti
Egit dan Zie, Wolf dan Rara, Attar dan Rein atau Jendra dan Jasmine, tapi
sesungguhnya bagi saya porsi ’believe’ itu pun sedikit. Kebanyakan bercerita
tentang pilihan, tentang bagaimana memilih waktu yang tepat, memilih orang yang
tepat, dan doa yang tepat untuk kemudian diaminkan dalam bentuk sebuah
kepercayaan.
Ada lagi yang
lebih parah, tadinya diceritain lewat dua sosok yang bergantian, Langit dan
Biru, tapi ternyata di bagian akhir ada kisah cinta Rara yang juga dimasukkan
di buku ini. Kesannya dipaksakan, kenapa satu kasus ini tidak diceritakan dari
sudut pandang sama dengan cerita cinta lainnya?
Dan endingnya
membuat saya menepuk dahi saya sendiri waktu membaca. What? Buku 200an halaman
endingnya gini doank? Okelah saya memang tidak bisa menulis novel atau cerpen
yang baik, tapi saya sebagai pembaca membutuhkan cerita yang lebih klimaks,
yang bikin gregetan waktu dibaca atau yang bikin air mata mengalir tersedu sedu
karena kisah cintanya nggak sesuai tebakan saya.
Yang saya suka
dari buku ini adalah beberapa kalimat indah yang muncul di beberapa bagian buku,
salah satunya :
”Berarti Tuhan kaya. Tidak Pelit. Kita Cuma
perlu berusaha.”, Hal. 44
Ya, semoga
penulisnya kelak akan menghadirkan satu novel lagi dengan kisah cinta yang lebih
baik dan lebih ’dapet’ feelnya daripada ini. :)