Slide Show

Januari 31, 2012

Life on The Refrigerator Door


Judul Buku : Life on The Refrigerator Door

Penulis : Alice Kuipers

Penerbit : Harper Collins E-Books

Tebal : 233 halaman

ISBN : 978-0-06-147551-1


Apa yang Anda tempelkan di kulkas? Daftar belanja, Memo, Jadwal kuliah, Agenda kerja, nomor telepon penting? Saya yakin ada banyak hal yang bisa kita tempelkan di pintu kulkas.

Seperti pada cerita kali ini, Seorang Ibu dan anak perempuannya punya hobi berkomunikasi lewat catatan yang ditempel di pintu kulkas mereka. Claire, nama anak perempuan itu memiliki seorang Ibu yang super sibuk. Ibunya adalah seorang dokter yang membantu proses kelahiran bayi. Claire, seorang gadis berusia 15 tahun yang juga sangat sibuk dengan dunianya. Mereka jarang mengobrol, biasanya hanya melalui pesan-pesan singkat yang mereka tempelkan di pintu kulkas. Kenapa mereka nggak saling mengirim pesan saja lewat ponsel? Ya, faktanya, Si Ibu ini nggak punya telepon dan tidak mau punya telepon meski Claire sebenarnya punya.

Si Ibu ini kelewat sibuknya, sampai-sampai urusan berbelanja, mencuci piring dan memelihara Peter, kelinci mereka, dilakukan oleh Claire. Ibu Claire sudah bercerai dengan ayahnya, mungkin itu yang menyebabkan ia harus bekerja keras mencari nafkah menghidupi ia dan Claire.


Suatu hari Si Ibu menemukan benjolan di payudara kanannya, khawatir akan kanker maka Si Ibu mulai rutin berkonsultasi kepada dokter. Akhirnya diputuskan bahwa ia harus mengalami lumpektomi (pengangkatan hanya pada jaringan yang mengandung sel kanker, bukan seluruh payudara). Saat menjelang dan setelah operasi itulah berbagai kejadian emosional menerpa mereka berdua.

Claire yang mulai bermasalah dengan pacarnya serta tekanan fisik dan emosional yang diterima Si Ibu ketika ia harus menerima kenyataan bahwa ia adalah seorang penderita kanker payudara. Berbagai kesalahpahaman dan ketidakenakan yang kesemuanya dituliskan di buku ini dalam bentuk catatan-catatan kecil membuat pembaca betah membacanya. Sayangnya karena keterbatasan catatan itulah konflik yang ditimbulkan dan penyelesaian yang diberikan penulis kurang mengena. Peralihan kondisi keluarga yang coba dihadirkan penulis jadi terkesan terlalu tiba-tiba.


Tapi selebihnya saya menikmati ceritanya, apalagi dikisahkan dari dua sudut pandang (ibu dan anak) yang mempengaruhi bagaimana perbedaan cara mereka melihat suatu kejadian yang sama. Buku ini juga menunjukkan bagaimana komunikasi bisa dilakukan tanpa harus berhadap-hadapan langsung dengan orang lain. Terkadang mengungkapkan sesuatu lewat tulisan lebih mudah daripada berbicara langsung lewat kata. Ceritanya juga menyindir saya sebagai pembaca untuk tetap memperhatikan orang-orang disekitar kita, terlebih orang yang kita cintai karena kita tak tahu kapan waktu untuk bersamanya kemudian kelak sirna.


3 bintang untuk ending yang mengejutkan!


Selene Putri Sang Cleopatra


Judul Buku : Selene Putri Sang Cleopatra
Penulis : Michelle Moran
Penerjemah : Sujatrini Liza
Penerbit : Esensi
Tebal : 500 halaman, paperback
ISBN : 978-979-075-526-0

Cleopatra VII adalah Ratu Mesir yang kisah cintanya mendunia. Setelah pernikahannya dengan Julius Caesar yang berakhir saat Caesar mati dibunuh, selang beberapa tahun kemudian, Cleopatra VII menikah dengan Markus Antonius. Dari pernikahan mereka, lahirlah tiga orang anak dengan dua diantaranya kembar, yaitu Cleopatra Selene dan Alexander Helios (pada tahun 40 SM) serta Si Bungsu Ptolemeus (pada 36 SM).

Pada tahun 30 SM, Pasukan Oktavianus, penguasa Roma, berhasil menaklukan Mesir yang saat itu dibawah pemerintahan Cleopatra VII dan Markus Antonius. Ketika Mesir berduka atas kematian Cleopatra dan Antonius, untuk menunjukkan kekuasaan dan pengampunannya Oktavianus memutuskan membawa ketiga keturunan terakhir Ptolemy ke Roma. Di perjalanan tersebut Si Bungsu, Ptolemeus meninggal karena sakit dan jenazahnya dibuang ke tengah laut.

Kemudian kisah Si Kembar dimulai di Roma. Mereka tinggal di rumah Oktavia, kakak Oktavianus, yang dulu adalah istri dari Antonius. Di Roma mereka berteman dengan Marcellus, anak Oktavia dari suami pertamanya sebelum Antonius, dan dengan Julia, anak Oktavianus dari istri pertamanya. Kehidupan mereka bisa dibilang sangat makmur, karena dicukupi oleh Oktavia dan mendapat pengawalan ekstra. Semua orang menganggap mereka sebagai tamu dari Mesir, kecuali fakta bahwa mereka sendiri masih menganggap kalau mereka adalah tawanan yang bisa sewaktu-waktu dibuang oleh Oktavianus.

Di Roma, selama mereka memendam keinginan untuk pulang kembali ke Mesir, berbagai peristiwa terjadi di kota itu. Perselisihan diam-diam atas siapa yang kelak akan menggantikan posisi kepemimpinan Kaisar, serta hembusan kencang atas pergolakan budak yang dipelopori seseorang yang dijuluki Elang Merah yang wajahnya masih misterius. Selene dan Alexander harus bertahan di tengah persaingan kekuasaan dalam keluarga Oktavianus sendiri. Dan meski mereka sangat ingin pergi dari Roma, meeka tetap harus bertahan di kota itu sampai mungkin suatu saat nanti Oktavianus akan memperkenankan mereka kembali ke Mesir.

Oktavianus adalah Kaisar yang ditakuti. Selain keras dan kejam terhadap siapa saja yang melawannya, ia juga dikawal Panglima perang yang selalu melindunginya. Di antaranya Agrippa, jenderal kepercayaannya, dan Juba II, yang dulunya merupakan Pangeran Numidia yang membayar kehidupannya dengan kesetiaan terhadap Oktavianus, orang yang menaklukan negaranya.

Kisah percintaan, dendam dan persahabatan terulas dengan rapi di cerita ini. Belum lagi ada banyak fakta yang menambah pengetahuan saya tentang kehidupan masyarakat Romawi dan Mesir saat itu.
Seperti :
- Tradisi Ludi Romani adalah tradisi yg dilaksanakan selama 15 hari. Berisi pacuan kuda, gladiator, pertunjukan teater.. (Hal. 235)
- Hermes adalah pembawa pesan Dewa, dan Sharon adalah pengantar orang mati. Selena, hal. 249
- Oktavianus adalah Pemimpin yang diberi gelar kaisar Augustus
- Apa itu Crenellation, Lupercalia, Lustratio, Triklinium.

Dan masih ada banyak lagi pengetahuan sejarah yang bisa Pembaca temukan di buku ini tanpa harus merasa bosan membacanya. Terlebih adanya Glosarium di bagian belakang buku, yang sangat membantu saya memahami beberapa kata asing dalam cerita. Kita akan disuguhi alur cerita yang cepat, terkadang tragis bahkan ada saat hampir di bagian akhir cerita yang membuat hati saya teriris. Penulis benar-benar mampu membawa pembacanya masuk ke mesin waktu dan menikmati Romawi saat itu. Arsitektur yang menawan serta keindahan suasana yang dilukiskan sedemikian nyata sampai saya merasa dapat merasakan megahnya bangunan-bangunan di sana.

Sayangnya masih ada beberapa typo penulisan di halaman 240 dan 258. Tapi tidak terlalu mengganggu saya yang menikmati kisahnya. Covernya juga kurang menyolok, terkesan biasa saja. Saya lebih suka kesan glamour dan wanita misterius dari sampul hardcover versi aslinya.

Satu kutipan yang saya suka
"begitu kita meninggal, yang kita tinggalkan bukanlah yang terpahat di batu monumen, melainkan yang terajut dalam kehidupan orang lain.", Hal. 474

4 bintang untuk buku ini.

Jabat erat untuk SS (Mas Eko) dan Peri bukunya (Mbak Truly) yang sudah mengirimkan saya buku ini. Tanpa kalian, saya tidak akan bisa menemukan betapa menyenangkannya terbang ke Mesir dan Roma. :)

Sedikit tentang Michelle Moran
Michelle Moran lahir di San Fernando Valley, CA. Dia memiliki ketertarikan dalam menulis sejak usianya masih muda. Ketika ia diterima di Pomona College, ia mengambil banyak kelas di bidang Literatur Inggris. Ia mendapatkan gelar MA dari Claremont Graduate University saat ia bekerja sebagai arkeolog di Israel. Michelle telah berpergian dari Zimbabwe hingga India, dan pengalaman arkeologinya merupakan inspirasinya dalam menulis historical fiction. Novelnya yang merupakan international bestselling historical fiction adalah Nefertiti (diterbitkan tahun 2008), The Heretic Queen (2008) adalah novel keduanya, Cleopatra's Daughter (2009) adalah novel ketiganya dan novel keempatnya yang berjudul Madame Tussaud diterbitkan pada tahun 2011.

Anda dapat berkunjung ke webnya di michellemoran.com
Januari 23, 2012

Clara's Medal


Judul Buku : Clara’s Medal
Penulis : Feby Indirani
Penerbit : Qanita
Cetakan Pertama ; September 2011
Tebal : 484 halaman
ISBN : 978-602-922-504-4

Anda pasti punya cita-cita kan? Saya punya, pingin jadi astronot. Aneh? Banyak yang bilang begitu. Tapi toh saya tak ambil pusing. Itu kan cita-cita saya, jadi yang berjuang untuk meraihnya kan juga saya, bukan mereka.

Di buku ini, diceritakan ada banyak anak-anak muda Indonesia yang punya cita-cita sama. Ingin membawa pulang medali Olimpiade Fisika tingkat Internasional. Iya. FISIKA. Keren kan? Nggak sedikit orang yang menganggap pelajaran ini adalah hantu mengerikan, termasuk saya. Tapi tenang saja, novel ini tidak kebanyakan membahas fisika kok. :)

Clara Wibisono adalah pelajar SMA yang terdaftar ke dalam calon peserta yang akan mewakili Indonesia di Olimpiade tersebut. Baru calon, sebab masih akan diseleksi hingga tersisa 12 orang yang akan berangkat ke Singapura, tempat olimpiade tersebut diadakan. Nah, tempat penggemblengan mereka itu adalah di FUSI (Fisika Untuk Siswa Indonesia). Ada 16 pelajar terpilih dari seluruh wilayah Indonesia yang digembleng di tempat tersebut. Clara adalah satu-satunya calon perempuan yang ada di asrama tersebut. Bisa dibayangin nggak, tinggal bersama 15 anak laki-laki ?

Untungnya, Clara bukanlah satu-satunya perempuan dalam asrama tersebut. Masih ada Bu Mirna dan Bu Atik yang membantu mengawasi siswa yang dalam tahap “penggodogan” itu.

Di asrama ini kisah Clara dan kawan-kawannya diceritakan. Bagaimana perjuangan mereka memperebutkan tempat agar bisa punya kesempatan untuk pergi ke Olimpiade. Penggemblengan habis-habisan, buku dan soal-soal yang terus dikerjakan serta bagaimana cara mereka me-refresh pikiran yang dijejali soal-soal tersebut.

Sayangnya, beberapa minggu sebelum keberangkatan, FUSI digegerkan dengan penangkapan Bagas, salah satu calon peserta yang diunggulkan, oleh Polisi. Ia ditahan di balik bui karena melanggar undang-undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), yang membuat Bagas terancam batal berangkat.

Bukan hanya itu, sponsor FUSI pun mulai pergi satu-satu karena tidak mau ikut tercemar nama baik mereka atas peristiwa Bagas. FUSI di ujung tanduk, belum lagi tuduhan dari banyak pihak yang menyudutkan Prasetyo, salah satu pendiri FUSI. Mampukah FUSI memberangkatkan tim mereka ke Olimpiade?

Cerita yang ringan pandai dikemas Penulis, ia mampu membuatnya menjadi tidak membosankan untuk disimak. Unsur persaingan dan persahabatan juga dapat disatukan dengan apik, bahkan penulis juga menyisipkan cerita cinta khas anak muda. Meski endingnya nggantung XD.

Sedikit hal yang mengganggu saya adalah di beberapa bagian “fakta dan science” yang disisipkan di dalamnya. (pada halaman 252), Setahu saya, sifat konduktor, isolator atau semikonduktor ini bukan ditentukan banyak atau sedikitnya jumlah electron. Tetapi berdasarkan band gap atau di buku ini disebut celah tenaga. Semakin besar band gap-nya, maka ia akan semakin sulit menghantarkan listrik, karena itu disebut isolator. Semakin kecil band gap-nya, bahkan jika saling berimpitan, disebut konduktor.
Lalu di halaman 343, pada percobaan gunung berapi. Penambahan cuka ke larutan di dalam “botol” --> apa ini mungkin maksudnya ke dalam gunung berapi buatan tersebut? Tapi kalau memang benar "botol" tulisannya, botol yang mana ya? Dan reaksi penetralan asam, bukan berarti menjadikannya basa. Tetapi “menetralkan”, artinya TIDAK menjadikannya basa (baris ketujuh). Kecuali kalau mau dijelaskan bahwa yang terbentuk adalah basa konjugat dari asam lemah (CH3COOH). *aduh malah kimia banget* T_T
Sesuai reaksinya CH3COOH + NaHCO3 --> CH3COONa + CO2 + H2O

Sedikit saja koreksi saya, dengan tujuan agar meskipun science lebih diceritakan menarik di buku ini, tapi tidak mengurangi pembelajaran yang sebenarnya.

Ow, satu quote Einstein yang saya suka yang ditulis di halaman awal buku ini :
"Saya sangat yakin bahwa prinsip-prinsip semesta akan sangat indah dan sederhana."

3,5 bintang untuk Clara’s Medal. :)
Januari 19, 2012

Kisah-kisah Tengah Malam


Judul Buku : Kisah-kisah Tengah Malam
Penulis : Edgar Allan Poe
Alih Bahasa : Maggie Tiojakin
Editor : Hetih Rusli
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan Pertama : Desember 2010
Tebal : 248 halaman, paperback
ISBN : 978-979-22-6537-8

Anda penyuka cerita misteri? Bukan, maksud saya bukan cerita setan atau dedemit dengan muka menyeramkan dan bisa terbang. Maksud saya lebih ke misteri yang menegangkan, dengan teror dan psikologis pelaku yang membuat bulu kuduk merinding membayangkan. Jika memang Anda penasaran dan suka akan buku yang mencekam, buku ini patut Anda masukkan ke dalam daftar buku yang harus Anda baca.
Kisah-Kisah tengah Malam berisi 13 cerpen karya Penulis kenamaan, Edgar Allan Poe. Mengapa 13? Saya juga tidak tahu karena memang tidak dijelaskan di dalam buku ini. Mungkin karena 13 identik dengan sesuatu yang mistis dan menyeramkan, sehingga membuat kita penasaran. Lalu mengapa judulnya “Kisah-Kisah Tengah Malam” ? Yak, karena cerita di dalam buku ini akan lebih mencekam kalau dibaca tengah malam.

1. Gema Jantung yang Tersiksa, menceritakan tentang seorang psikopat yang terhantui oleh Gema Jantung dari korbannya. Sebuah cerita pembuka yang apik dan menegangkan. The Tell-Tale Heart, judul asli dari cerita ini diterbitkan pertama kali pada Januari 1843 di Majalah The Pioneer.
2. Catatan Dalam Botol, dengan judul asli MS. Found in a Bottle, bercerita tentang seorang pengelana yang melakukan pelayaran dari Batavia pada tahun 18-- . Kapal yang ia tumpangi diserang badai sehingga hanya menyisakan ia dan seorang Pria Tua Asal Swedia. Yang membuat cerita ini lebih seram adalah saat di mana mereka bertemu dengan kapal lain yang dipenuhi dengan awak kapal manusia yang bersikap seperti hantu. Hanya saja saya tidak menemukan kaitan antara judul dengan jalan ceritanya.
3. Hop-Frog, tentang seorang pelawak favorit Raja. Ending yang bisa ditebak tetapi penulis mampu mengemasnya dengan apik. Pesan moral yang saya dapatkan adalah kita tidak boleh meremehkan seseorang hanya dari penampilan luarnya saja.
4. Potret seorang Gadis, dengan judul asli Life in Death, pertama diterbitkan tahun 1842 dalam Graham’s Magazine. Cerita ini mengisahkan tentang seorang suami yang terobsesi melukis. Hingga suatu hari tanpa sadar ia mengambil jiwa Sang Istri dan memindahkannya ke dalam lukisan. Menurut saya kalimat penutup ceritanya kurang pas, terutama penyampaian bahwa kehidupan itu telah pindah dari Istri ke dalam lukisan.
5. Mengarungi Badai Maelstörm, dengan versi asli A Descent into the Maelström bercerita tentang badai yang disebut Maelström. Badai yang ditakuti banyak orang ini terjadi di Norwegia. Detail yang banyak dimasukkan penulis sayangnya membuat saya cukup kelelahan membaca deskripsinya. Rumit.
Harry Clarke's 1919 illustration for "A Descent into the Maelström"
6. Kotak Persegi Panjang, atau The Oblong Box dalam versi aslinya yang diterbitkan pertama kali pada Agustus 1844 di Dollar Newspaper. Sebuah kotak yang besar dan panjang yang menyimpan misteri bagi tokoh utamanya.
7. Obrolan dengan Mummy, bercerita tentang bagaimana akibatnya melakukan eksperimen Frankenstein terhadap sebuah mummy yang berusia ribuan tahun. Cerita dengan judul asli Some Words with a Mummy ini bagi saya adalah satu-satunya cerita yang tidak seram atau menegangkan. Kenapa? Baca sendiri ya, masa saya spoiler? XD
8. Setan Merah, cukup membuat saya merinding saat membacanya di tengah malam. Kematian adalah suatu hal yang pasti dan kita tidak mungkin bersembunyi darinya. Cerita dengan judul asli The Mask of the Red Death ini pertama kali diterbitkan tahun 1842.
9. Kucing Hitam (The Black Cat) berkisah tentang seorang psikopat yang plin-plan sama binatang piaraannya. Pertama sayang, terus benci sampe tega membunuhnya. Penulis mampu membawa ketegangan tetap terasa sampai cerita berakhir. Ini cerita yang saya anggap paling seram.
10. Jurang dan Pendulum (The Pit and the Pendulum) agak “berat” di awal ceritanya. Saya bingung membayangkan bagaimana keadaan tokoh utama sampai ke pertengahan cerita. Ketegangan di tengah sampai akhir cerita bagi saya rusak karena endingnya yang menurut saya nggak nyambung.
11. Pertanda Buruk, sayang sekali saya tidak dapat mencari judul asli cerita ini. Awal ceritanya menegangkan, tapi ternyata…
12. William Wilson tidak terlalu menegangkan bahkan akhir ceritanya sudah bisa ditebak.
13. Misteri Rumah Keluarga Usher (The Fall of the House of Usher) merupakan cerita penutup yang kelam. Agak serem membayangkan bagaimana keadaan rumah keluarga Usher tersebut, apalagi tentang mayat Lady Madeline.
Secara keseluruhan, Poe mampu membawa pembaca ke sisi lain cerita misteri. Dengan unsur gothic yang identik dengan kelam, serta adanya karakter psikopat yang muncul di buku ini membuat ketegangan yang dihadirkan Poe benar-benar memasuki imajinasi pembacanya.
4 bintang untuk buku ini.

Sedikit tentang Edgar Allan Poe

Edgar Poe lahir di Boston, Massachusetts pada 19 Januari 1809. Setelah kepergian Ayahnya dan kematian Ibunya, Poe dibawa ke rumah John Allan untuk dirawat di sana. Karir kepenulisannya dimulai setelah saudara laki-lakinya wafat pada tahun 1831. Sayangnya saat itu karya-karyanya tidak banyak mendapatkan penghargaan. Bahkan The Raven, salah satu puisinya yang legendaris, hanya dibayar 9$ atas publikasinya. Kematian Poe di tahun 1849 merupakan misteri, karena ada banyak spekulasi tentang penyakit yang dideritanya. Mungkin sekarang ini dia tidak tahu bagaimana peranannya telah membawa nafas baru yang unik di dunia literatur.

Empat Elemen


Judul Buku : Empat Elemen
Penulis : The Hermes and Friends
Penyunting : Jia Effendie
Penerbit : The Hermes
Cetakan Pertama : Januari 2011
ISBN : 978-979-18103-6-4
Buku ini adalah wujud dari kepedulian teman-teman yang membantu saudara kita yang terkena musibah dari Merapi. Isinya 29 cerita pendek dan puisi yang melibatkan elemen air, udara, angin, api. Dipercaya bahwa keempat elemen inilah yang merupakan elemen pembentuk alam semesta.
Beberapa mengisahkan cerita cinta sepasang kekasih, ada yang menceritakan tentang solidaritas kemanusiaan, persahabatan, kesenyawaan air, dan yang tentu ada adalah mereka yang bercerita tentang bencana.
Saya paling suka cerita pendek yang disisipi puisi oleh Rendra Jakadilaga dengan judul “Partitur Musim”, ceritanya tentang kisah cinta yang tersalin dalam partitur kisah dua manusia, yang satu menulis novel dan satunya mewujudkan dalam partitur lagu. Saya ambil cuplikan puisinya yang saya suka
kemanakah engkau menuju?
"kemanakah engkau menuju?"
"ke masa depan, selalu ke masa depan"
"Apa yang menunggumu di sana?"
"Kau!"
"Bagaimana aku mengenalimu?"
"Aku yang akan menemukanmu"
(Hal 77)
3 bintang untuk buku ini, dengan dua jempol untuk semua penulisnya yang telah membantu saudara kita yang terkena bencana Merapi silam.

Salam,

Salam,