Slide Show

Desember 30, 2011

Buku Favorit 2011 versi saya

Udah di penghujung tahun 2011 nih. Tahun ini adalah tahun "kebangkitan" saya di bidang yang berhubungan dengan buku. Hohohhh. Mulai punya blog buku di bulan Mei, gabung Blogger Buku Indonesia, Aktif lagi di Goodreads, buku soal-soal yang Alhamdulillah udah naik cetak, dikejar deadline ngedit, korektor bahkan sampai disuruh mbahas soal TOEFL dan TPA buat buku yang masih belum jadi inih.

Lho kok ngelantur. Saya sebenernya mau posting buku-buku favorit yang saya baca di tahun 2011 ini. Yak, terkompori postingan blog-blog tetangga yang membuat saya "tergerak" untuk bikin juga. heheheh


Kategori Romance :

Wuthering Heights : Emily Bronte



Kategori Fiksi Fantasi :

Blood Promise - Vampire Academy 4 : Richelle Mead



Kategori Thriller :

18 Seconds : George D. Shuman




Kategori Non-Fiksi :

Garis Batas - Agustinus Wibowo





Ini versi saya, mana versimu? :)

Seratus Tahun Kesunyian – One Hundred Years of Solitude



Judul Buku : Seratus Tahun Kesunyian – One Hundred Years of Solitude
Penulis : Gabriel Garcia Marquez
Penerjemah : Nin Bakdi Sumanto
Penyunting : Wendratama
Cetakan Pertama : Mei 2007
Penerbit : Bentang
ISBN : 978-979-1227-06-3

Sebelumnya, akan saya ceritakan kenapa novel ini begitu “spektakuler” . One Hundred Years of Solitude mendapatkan penghargaan Italy's Chianciano Award, France's Prix de Meilleur Livre Etranger, Venezuela's Rómulo Gallegos Prize, dan the Books Abroad/Neustadt International Prize for Literature. Novel ini berada di tingkat teratas dari buku yang telah membentuk literature dunia selama 25 tahun berdasarkan survey dari komisi penulis international oleh jurnal literature global Wasafiri. Sedangkan penulisnya, García Márquez, mendapat gelar Honoris Causa dari Universitas Columbia di New York. Ia juga mendapatkan Nobel di bidang Sastra pada tahun 1982.

Jadi itulah alasannya mengapa novel ini begitu spesial.

Sekarang, saya akan coba menceritakan isi cerita di dalamnya.

Ini adalah cerita tentang keluarga 7 generasi yang hidup di suatu wilayah bernama Macondo. Jose Arcadio Buendia dan Ursula Iguaran adalah urutan paling awal dari para tokoh dalam cerita ini. Diceritakan bahwa Jose Buendia begitu terobsesi menemukan Tuhan, selain itu ia juga bertekad menemukan alat untuk mengubah benda menjadi emas sehingga ia selalu sibuk di laboratoriumnya dengan semangat yang membara. Terlebih, ia berteman dengan Melquiades, seorang Gipsi yang sering membawa peralatan baru yang menakjubkan dari luar Macondo, sebagai bukti perkembangan dunia di luar daerah itu. ya, tentu saja ia tidak berhasil dalam penelitiannya, tetapi ia terus mencoba bereksperimen lagi di ruang laboratoriumnya.

Jose Arcadio Buendia dan Ursula memiliki 2 anak laki-laki dan 1 orang anak perempuan, tetapi mereka juga memiliki 1 orang anak angkat yang bernama Rebeca. Roman kisah cinta segitiga juga terjadi di cerita ini, antara Rebeca, Amaranta dan seorang pria bernama Pietro Crespi. Dari sini, kerumitan kisah keluarga mereka dimulai. Pembaca akan disuguhi cerita perang Kolonel Aureliano Buendia, juga ke-17 anak yang dimilikinya. Perang yang terjadi di luar Moconda ternyata juga membawa efek besar di kota tersebut sampai menewaskan banyak warganya. Kemajuan di bidang pengetahuan dan transportasi, seperti kereta api dan transportasi laut juga turut mengubah warna kehidupan mereka.

Rumit, kata itu yang saya anggap mewakili isi cerita novel ini. Tentu butuh waktu lama memahami ceritanya, apalagi pembaca harus jeli membayangkan tokoh yang sedang diceritakan Si Penulis. Contohnya begini, di keluarga tersebut ada 4 tokoh yang memiliki nama awal Jose Arcadio, dan ada 5 tokoh yang namanya berawalan Aureliano.

Tetapi selain kerumitan tersebut, ada banyak filosofi kehidupan yang disisipkan penulis saat merangkai kisah para tokoh utamanya.Contohnya seperti keteguhan Ursula yang pernah dititipi 3 pundi uang emas oleh orang asing dan bertekad mengamankannya sampai orang asing tersebut memintanya. Bahkan saat tersulit pun, Ursula begitu teguh mempertahankan amanat tersebut.

Demikian pula saat Ursula sudah buta, ia tetap bersikeras melakukan semuanya sendiri seakan ia masih bisa melihat, sampai tak seorangpun sadar bahwa wanita tersebut telah buta. Betapa gigih dan keras kepalanya seorang manusia, kan?

Jika Anda jeli, akan banyak sekali petuah-petuah kehidupan dalam cerita ini. Tentu saja buku ini memiliki ciri khasnya sendiri, meski suram, terkadang juga diselingi humor yang sarkatis di beberapa percakapannya.

Saya amat kagum dengan penulis, karena mampu menciptakan kota Macondo dengan detailnya, penduduk yang semaunya, kehidupan keluarga Buendia yang begitu rumitnya. Pembaca akan dibawa ke suatu kota yang asing, terisolasi dengan kultur budaya yang kuat serta sifat "manusia" yang benar-benar melekat.

Satu ungkapan yang saya suka di akhir cerita.

Karena ras-ras manusia yang dikutuk selama seratus tahun kesunyian tak punya kesempatan kedua di muka bumi ini.


Tiga bintang untuk novel ini. :)

Sedikit tentang penulis

Gabriel Garcia Marquez lahir di Aracataca, Kolumbia pada tahun 1928. Ia menulis sejumlah novel dan kumpulan cerita pendek, di antaranya Eye of a Blue Dog (1947), Leaf Storm (1955), No One Writes to the Colonel (1958), Big Mama’s Funeral (1962), One Hundred Years of Solitude (1967), Innocent Erendira and Other Stories (1972), The Autumn of the Patriarch (1975), Chronicle of a Death Foretold (1981), Love in the time of Cholera 91985), The General in His Labyrinth (1989), Strange Pilgrims (1992), dan Of Love and OtherDemons (1994).

Peta silsilah keluarga Buendia. (Semoga membantu)

Desember 29, 2011

Garis Batas




Judul Buku : Garis Batas
Penulis : Agustinus Wibowo
Editor : Hetih Rusli
Tebal : 510 halaman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan ketiga : Juli 2011
ISBN : 978-979-22-6884-3

Anda pasti sudah lama tahu apa itu garis batas. Kalau dulu sewaktu saya ikut kelas menggambar di SD, biasanya terlebih dulu saya membuat garis batas di pinggir kertas gambar saya, garis itu menandai bahwa diluar garis batas tersebut adalah daerah yang tidak boleh saya gambari atau saya warnai.

Tadinya saya pikir seperti itu garis batas yang dimaksud penulis di buku ini, garis batas yang nyata, real, bisa disentuh. Kenyataannya, penulis menyodorkan fakta-fakta kecil di sekeliling saya sendiri tentang makna garis batas sebenarnya. Setiap individu memiliki garis batasnya sendiri, zona aman yang jika ia tinggalkan, maka rasa kerinduan akan menghujam seperti kehilangan bagian badan.

Adalah Agustinus, Sang Penulis buku ini yang mencari makna diri dengan menyeberangi banyak garis batas. Negara, suku, ras, kebudayaan, agama, jenis kelamin, bahasa, ia jelajahi keanekaragamannya yang unik di negeri-negeri Asia Tengah.

Di buku ini, ia bercerita tentang perjalanannya di 5 negara Asia Tengah, bekas Uni Soviet yang kini telah berdiri sendiri-sendiri. Memproklamirkan kemerdekaan Negara mereka yang baru. Tajikistan, Kirgizstan, Kazakhstan, Uzbekistan dan Turkmenistan.
Tapi sungguhkah kemerdekaan mereka itu membawa mereka menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya?

Kemiskinan masih terlihat jelas di beberapa negeri yang baru “merdeka” tersebut, tapi di sisi lain kota akan terlihat banyak warga yang hidup mewah berlimpah. Beberapa orang tua masih mengenyangkan kenangan mereka akan masa lalu yang katanya lebih baik, semua dapat pekerjaan, harga barang tidak meroket, kebutuhan tercukupi. Tapi pertanyaan cerdas kembali ditanyakan, adakah lebih baik perut kenyang tetapi terjajah dan dibatasi, atau lebih baik perut lapar tapi merdeka?

Di buku ini, Agustinus bercerita bagaimana susahnya menembus perbatasan Negara Tajikistan, yang dibatasi sungai dengan negara Afghanistan, mengurus visa bahkan untuk mengunjungi sebuah provinsi di Tajikistan pun harus ada “surat sakti” yang tentu saja harus dibayar lebih mahal lagi. Tajikistan adalah Negara yang terkecil dan termiskin disbanding Negara stan-stan lainnya. Penghasilan penduduk rata-rata per bulan adalah 20 dolar. (Hal. 29)


Afghanistan dilihat dari seberang sungai (sumber : travel.kompas.com)

Kirgizstan adalah Negara yang berikutnya ia kunjungi, Negara ini masih memiliki keganasan korupsi dan polisi seperti di Tajikistan. Sayangnya di Negara ini juga banyak orang miskin, tapi orang Kirgiz adlaah orang yang tangguh. Sebuah pepatah Kirgiz yang saya suka

“Kami Bangsa Kirgiz, Sudah mengalami ribuan kematian, tetapi kami menjalani ribuan kehidupan.” (Hal. 185)


Selanjutnya, Kazakhstan, seperti biasa, petugas perbatasan menyulitkan dan meminta sogokan.. Tapi di negara ini prosedur imigrasinya sudah modern tidak seperti Kirgizstan. Segala sesuatu di Kazakhstan harganya sangat mahal, contohnya harga dua pisang dan 1 apel senilai 3 dolar. Booming minyak di Negara ini menghasilkan kaum kaya, tetapi juga mencekik yang miskin menjadi semakin miskin. Bahkan ibukotanya juga dipindah ke tengah padang kosong dan perencanaan kotanya dimulai dari awal.



Shakhimardan, desa Uzbekistan yang dikelilingi banyak gunung


Uzbekistan adalah bukan Negara yang normal, di sini semuanya bisa terjadi. (Hal. 313). Harga mata uang Sum terus jatuh sampai-sampai kalau ingin membeli tiket pesawat pun harus membawa dua kantung plastik berisi uang sum. Ini karena pecahan terbesar tidak sampai senilai 1 dolar amerika, itu juga susah mendapatkannya.

Sedangkan Turkmenistan adalah Negara utopian. Seluruh rakyatnya merasa cukup akan apa yang dimiliki di negaranya, karena mengurus pasport dan visa sulit maka jarang ada warga yang keluar dari negeri bekas komunis tersebut. Saat penulis mengunjungi Negara ini, dimana-mana bisa dilihat foto atau patung emas Turkmenbashi, Sang Pemimpin Agung. Di Negara ini segala sesuatunya serba tercukupi dan serba murah. Ongkos bis hanya 20 rupiah, air, listrik, gas, pelayanan kesehatan semuanya gratis. Sangat utopian bukan?

Tapi tak hanya garis batas antara Negara itu yang dibahas Agustinus, ia juga membahas garis batas yang ada di Indonesia. Yang dulu membuat ia dan keluarganya yang keturunan Tionghoa memperoleh banyak ejekan, ketidakadilan dan perjalanan yang menyakitkan karena garis batas itu.

Pembaca akan menikmati dan memperoleh banyak hal dalam buku ini, belum lagi foto-foto berwarna yang diselipkan di tiap bagian Negara. 5 bintang untuk buku Garis Batas ini. :)
Desember 20, 2011

Twinkle Stars, Volume 1

Judul Buku : Twinkle Stars, Volume 1 Penulis : Natsuki Takaya Alih Bahasa : WienA Penerbit : Elex Media Komputindo Cetakan Pertama : Mei 2011 ISBN : 978-602-00-0300-9 978-602-00-0301-6 Gimana perasaanmu kalo saat malam ulang tahunmu, ada cowok tampan yang ngasih kamu hadiah berupa gaun merah muda yang indah? Padahal kamu sama sekali nggak kenal sama cowok itu. Itu mungkin perasaan yang dialami Sakuya, ketika malam ulang tahunnya, ia dan saudaranya (Kanade) kedatangan seorang lelaki tampan yang memberikan Sakuya hadiah. Awalnya Sakuya mengira laki-laki itu adalh teman dari Kana-chan, tetapi ternyata Kanade malah mengira bahwa lelaki (yang diketahui bernama Chihiro) itu adalah pacar Sakuya. Lalu siapa Chihiro itu sebenarnya? Mulailah pencarian Sakuya dimulai, dibantu teman-temannya yang merupakan anggota para penikmat bintang (Hokan). Tetapi rasa penasaran Sakuya yang besar akan pria itu lebih dikarenakan karena Chihiro mengerti bagaimana perasaan Sakuya sebenarnya, sebagai seorang anak yang ditinggalkan ayahnya. Percakapan dengan Chihiro telah membekas dalam hati Sakuya, hingga ia tidak sadar, bahwa pencariannya adalah awal mula lelaki asing itu masuk dalam kehidupannya. 4 bintang untuk Sakuya. :D

Dr. Koto Volume : 1

Judul Buku : Dr. Koto Volume : 1 Penulis : Yamada Takatoshi Alih Bahasa : Widati Utami Penerbit : PT Elex Media Komputindo Cetakan Pertama : Mei 2011 ISBN : 978-602-00-0300-9 978-602-00-0301-6 Namanya Kensuke Goto, ia dulunya seorang dokter Universitas yang pindah tugas ke sebuah pulau terpencil yang bernama Pulau Koshiki. Pada awalnya, orang –orang di pulau itu tidak suka dengan kehadiran seorang dokter, terlebih usia dokter Goto masih muda. Satu-satunya rekan yang ia miliki hanyalah suster bernama Ayaka Hoshino yang sudah 2 tahun menjadi perawat di Pulau terpencil itu. Menurut Ayaka, nantinya tidak akan banyak pasien di klinik tersebut karena sebagian besar memilih untuk berobat ke pulau utama, atau meminum ramuan tradisional saja. Tetapi ternyata semuanya berubah, Goto harus berkali-kali melakukan operasi, bahkan terhadap orang yang awalnya sangat tidak percaya akan pengobatan dokter. Goto bahkan juga harus menghidupkan orang yang mati suri. Sanggupkah Goto melakukan operasi dengan keterbatasan alat di pulau terpencil tersebut? Kisah yang seru dan penuh humor, membuat saya jadi penasaran akan lanjutan ceritanya. :D 4 bintang buat dokter Goto.

Salam,

Salam,