Slide Show

Desember 29, 2011

Garis Batas




Judul Buku : Garis Batas
Penulis : Agustinus Wibowo
Editor : Hetih Rusli
Tebal : 510 halaman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan ketiga : Juli 2011
ISBN : 978-979-22-6884-3

Anda pasti sudah lama tahu apa itu garis batas. Kalau dulu sewaktu saya ikut kelas menggambar di SD, biasanya terlebih dulu saya membuat garis batas di pinggir kertas gambar saya, garis itu menandai bahwa diluar garis batas tersebut adalah daerah yang tidak boleh saya gambari atau saya warnai.

Tadinya saya pikir seperti itu garis batas yang dimaksud penulis di buku ini, garis batas yang nyata, real, bisa disentuh. Kenyataannya, penulis menyodorkan fakta-fakta kecil di sekeliling saya sendiri tentang makna garis batas sebenarnya. Setiap individu memiliki garis batasnya sendiri, zona aman yang jika ia tinggalkan, maka rasa kerinduan akan menghujam seperti kehilangan bagian badan.

Adalah Agustinus, Sang Penulis buku ini yang mencari makna diri dengan menyeberangi banyak garis batas. Negara, suku, ras, kebudayaan, agama, jenis kelamin, bahasa, ia jelajahi keanekaragamannya yang unik di negeri-negeri Asia Tengah.

Di buku ini, ia bercerita tentang perjalanannya di 5 negara Asia Tengah, bekas Uni Soviet yang kini telah berdiri sendiri-sendiri. Memproklamirkan kemerdekaan Negara mereka yang baru. Tajikistan, Kirgizstan, Kazakhstan, Uzbekistan dan Turkmenistan.
Tapi sungguhkah kemerdekaan mereka itu membawa mereka menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya?

Kemiskinan masih terlihat jelas di beberapa negeri yang baru “merdeka” tersebut, tapi di sisi lain kota akan terlihat banyak warga yang hidup mewah berlimpah. Beberapa orang tua masih mengenyangkan kenangan mereka akan masa lalu yang katanya lebih baik, semua dapat pekerjaan, harga barang tidak meroket, kebutuhan tercukupi. Tapi pertanyaan cerdas kembali ditanyakan, adakah lebih baik perut kenyang tetapi terjajah dan dibatasi, atau lebih baik perut lapar tapi merdeka?

Di buku ini, Agustinus bercerita bagaimana susahnya menembus perbatasan Negara Tajikistan, yang dibatasi sungai dengan negara Afghanistan, mengurus visa bahkan untuk mengunjungi sebuah provinsi di Tajikistan pun harus ada “surat sakti” yang tentu saja harus dibayar lebih mahal lagi. Tajikistan adalah Negara yang terkecil dan termiskin disbanding Negara stan-stan lainnya. Penghasilan penduduk rata-rata per bulan adalah 20 dolar. (Hal. 29)


Afghanistan dilihat dari seberang sungai (sumber : travel.kompas.com)

Kirgizstan adalah Negara yang berikutnya ia kunjungi, Negara ini masih memiliki keganasan korupsi dan polisi seperti di Tajikistan. Sayangnya di Negara ini juga banyak orang miskin, tapi orang Kirgiz adlaah orang yang tangguh. Sebuah pepatah Kirgiz yang saya suka

“Kami Bangsa Kirgiz, Sudah mengalami ribuan kematian, tetapi kami menjalani ribuan kehidupan.” (Hal. 185)


Selanjutnya, Kazakhstan, seperti biasa, petugas perbatasan menyulitkan dan meminta sogokan.. Tapi di negara ini prosedur imigrasinya sudah modern tidak seperti Kirgizstan. Segala sesuatu di Kazakhstan harganya sangat mahal, contohnya harga dua pisang dan 1 apel senilai 3 dolar. Booming minyak di Negara ini menghasilkan kaum kaya, tetapi juga mencekik yang miskin menjadi semakin miskin. Bahkan ibukotanya juga dipindah ke tengah padang kosong dan perencanaan kotanya dimulai dari awal.



Shakhimardan, desa Uzbekistan yang dikelilingi banyak gunung


Uzbekistan adalah bukan Negara yang normal, di sini semuanya bisa terjadi. (Hal. 313). Harga mata uang Sum terus jatuh sampai-sampai kalau ingin membeli tiket pesawat pun harus membawa dua kantung plastik berisi uang sum. Ini karena pecahan terbesar tidak sampai senilai 1 dolar amerika, itu juga susah mendapatkannya.

Sedangkan Turkmenistan adalah Negara utopian. Seluruh rakyatnya merasa cukup akan apa yang dimiliki di negaranya, karena mengurus pasport dan visa sulit maka jarang ada warga yang keluar dari negeri bekas komunis tersebut. Saat penulis mengunjungi Negara ini, dimana-mana bisa dilihat foto atau patung emas Turkmenbashi, Sang Pemimpin Agung. Di Negara ini segala sesuatunya serba tercukupi dan serba murah. Ongkos bis hanya 20 rupiah, air, listrik, gas, pelayanan kesehatan semuanya gratis. Sangat utopian bukan?

Tapi tak hanya garis batas antara Negara itu yang dibahas Agustinus, ia juga membahas garis batas yang ada di Indonesia. Yang dulu membuat ia dan keluarganya yang keturunan Tionghoa memperoleh banyak ejekan, ketidakadilan dan perjalanan yang menyakitkan karena garis batas itu.

Pembaca akan menikmati dan memperoleh banyak hal dalam buku ini, belum lagi foto-foto berwarna yang diselipkan di tiap bagian Negara. 5 bintang untuk buku Garis Batas ini. :)
Desember 20, 2011

Twinkle Stars, Volume 1

Judul Buku : Twinkle Stars, Volume 1 Penulis : Natsuki Takaya Alih Bahasa : WienA Penerbit : Elex Media Komputindo Cetakan Pertama : Mei 2011 ISBN : 978-602-00-0300-9 978-602-00-0301-6 Gimana perasaanmu kalo saat malam ulang tahunmu, ada cowok tampan yang ngasih kamu hadiah berupa gaun merah muda yang indah? Padahal kamu sama sekali nggak kenal sama cowok itu. Itu mungkin perasaan yang dialami Sakuya, ketika malam ulang tahunnya, ia dan saudaranya (Kanade) kedatangan seorang lelaki tampan yang memberikan Sakuya hadiah. Awalnya Sakuya mengira laki-laki itu adalh teman dari Kana-chan, tetapi ternyata Kanade malah mengira bahwa lelaki (yang diketahui bernama Chihiro) itu adalah pacar Sakuya. Lalu siapa Chihiro itu sebenarnya? Mulailah pencarian Sakuya dimulai, dibantu teman-temannya yang merupakan anggota para penikmat bintang (Hokan). Tetapi rasa penasaran Sakuya yang besar akan pria itu lebih dikarenakan karena Chihiro mengerti bagaimana perasaan Sakuya sebenarnya, sebagai seorang anak yang ditinggalkan ayahnya. Percakapan dengan Chihiro telah membekas dalam hati Sakuya, hingga ia tidak sadar, bahwa pencariannya adalah awal mula lelaki asing itu masuk dalam kehidupannya. 4 bintang untuk Sakuya. :D

Dr. Koto Volume : 1

Judul Buku : Dr. Koto Volume : 1 Penulis : Yamada Takatoshi Alih Bahasa : Widati Utami Penerbit : PT Elex Media Komputindo Cetakan Pertama : Mei 2011 ISBN : 978-602-00-0300-9 978-602-00-0301-6 Namanya Kensuke Goto, ia dulunya seorang dokter Universitas yang pindah tugas ke sebuah pulau terpencil yang bernama Pulau Koshiki. Pada awalnya, orang –orang di pulau itu tidak suka dengan kehadiran seorang dokter, terlebih usia dokter Goto masih muda. Satu-satunya rekan yang ia miliki hanyalah suster bernama Ayaka Hoshino yang sudah 2 tahun menjadi perawat di Pulau terpencil itu. Menurut Ayaka, nantinya tidak akan banyak pasien di klinik tersebut karena sebagian besar memilih untuk berobat ke pulau utama, atau meminum ramuan tradisional saja. Tetapi ternyata semuanya berubah, Goto harus berkali-kali melakukan operasi, bahkan terhadap orang yang awalnya sangat tidak percaya akan pengobatan dokter. Goto bahkan juga harus menghidupkan orang yang mati suri. Sanggupkah Goto melakukan operasi dengan keterbatasan alat di pulau terpencil tersebut? Kisah yang seru dan penuh humor, membuat saya jadi penasaran akan lanjutan ceritanya. :D 4 bintang buat dokter Goto.
Desember 03, 2011

The Last Siege - Pengepungan Terakhir-



Judul Buku : The Last Siege (Pengepungan Terakhir)
Penulis : Jonathan Stroud
Alih Bahasa : Ribkah Sukito
Editor : Primadonna Angela
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 282 halaman, paperback
Cetakan Petama : Oktober 2011
ISBN : 978-979-22-7611-4

Kali ini Stroud tidak bercerita tentang fiksi fantasi seperti biasanya, The Last Siege ini kesemuanya berisi tentang secuplik kisah tiga anak yang awalnya bertemu di sebuah reruntuhan Kastil. Pertemuan Emily, Simon dan Marcus awalnya terjadi secara tidak sengaja, masing-masing dari mereka memiliki kekaguman dan imajinasi sendiri tentang Kastil di Daerah mereka, yaitu di Norfolk, Inggris.

Tentu saja kastil itu memiliki penjaga, seorang lelaki tua bernama Harris bertugas mengawasi kastil itu dan mencegah anak-anak usil atau hewan liar masuk ke dalam wilayah kastil. Pertemuan ketiga anak itu dengan Harris pertama kali berakhir dengan buruk, mereka tertangkap lalu dimarahi dan diancam untuk tidak pernah mendekati kastil itu lagi.

Rupanya ketiga anak itu mendendam, mereka bertekad akan masuk dan menjelajahi kastil itu tanpa ketahuan Harris. Maka mereka menyusun sebuah rencana bagaimana cara masuk Kastil tersebut, dan tentu saja, kali ini mereka berhasil masuk. Ah, tapi manusia tidak pernah memiliki kepuasan, kan? Setelah berhasil masuk dan berkeliling dalam kastil itu, sebuah rencana gila muncul lagi di antara mereka. Mereka akan menginap semalam di Kastil itu, tentunya dengan membawa persediaan makanan dan peralatan untuk menginap.

Tapi bagaimana dengan ijin dari orang tua mereka masing-masing? Emily dan Simon dapat dengan mudah memiliki ijin menginap, tapi lain halnya dengan Marcus. Anak lelaki itu memiliki Ayah yang bermasalah, ia terpaksa kabur ketika Ayahnya kerja di shift malam dan harus pulang pada keesokan pagi sebelum Ayahnya mengetahui bahwa Marcus tidak tidur di rumah.

Celakanya, pagi setelah malam menginap di Kastil, Marcus terlambat pulang ke rumah. Hal ini menjadikan sederetan besar masalah mulai mendatangi ketiga anak itu. Melibatkan pengepungan polisi, pemadam kebakaran, negosiator dan banyak strategi perang muncul di buku ini.

Di awal cerita, saya sangka akan ada sedikit unsur fantasi di dalamnya, tapi ternyata tidak sama sekali. Saat membayangkan kastilnya pun saya mengalami kesulitan, karena meskipun ada peta di bagian awal buku tetapi peta itu tidak banyak menggambarkan tempat-tempat penting yang dijadikan latar cerita oleh penulis. Seperti letak toilet, toko souvenir, cerobong asap, lubang kematian dan beberapa tempat lainnya. Sejujurnya, orang seperti saya yang tidak pernah masuk ke kastil agak sulit membayangkan ruangan-ruangan dalam Kastil. Pada halaman 224 juga ada kesalahan penulisan nama, pada baris ke-6, ditulis bahwa yang berbicara saat itu adalah Marcus, padahal seharusnya Simon. Covernya juga kurang mewakili ide cerita di dalamnya, saya lebih suka cover versi Doubleday tahun 2003, lebih misterius.



Tapi tentu saja ada hal-hal yang membuat saya memberi bintang untuk buku ini. Alur cerita yang cepat dan strategi perang yang seru membuat saya penasaran akan akhir kisahnya. Penulis juga mampu menjadikan kisah yang ide ceritanya biasa menjadi cerita yang menegangkan. 2,5 bintang untuk The Last Siege.
Desember 02, 2011

Interpreter of Maladies (Penerjemah Luka)



Judul Buku : Interpreter of Maladies (Penerjemah Luka)
Penulis : Jhumpa Lahiri
Alih bahasa : Gita Yuliani K
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan Pertama : Desember 2006
Tebal : 248 halaman, paperback
ISBN : 979-22-2518-8

Buku Penerjemah Luka ini terdiri dari 9 cerita pendek yang hampir kesemuanya berceritakan tentang kehidupan orang-orang India. Diawali dengan kisah pasangan muda, Shoba dan Shukumar pada cerpen berjudul ”Masalah Sementara”. Setelah kematian anak mereka, keduanya mulai jarang berkomunikasi satu sama lain. Masing-masing sibuk dengan kesibukannya sendiri sampai suatu ketika, kawasan perumahan mereka mendapat peringatan akan mati lampu tiap malam selama beberapa hari untuk memperbaiki jaringan listrik. Diawali dengan ide untuk mengatakan sesuatu pada satu sama lain dalam gelap, akhirnya permainan itu membawa perubahan pada kehidupan mereka.

Cerita kedua berjudul ”Ketika Mr. Pirzada Mampir Makan Malam”, mengisahkan tentang Mr. Pirzada yang mendapatkan beasiswa di Boston, sehingga sementara waktu terpisah dari anak dan istrinya, padahal saat itu perang sedang berlangsung di Pakistan. Kerinduan akan keluarga terutama terhadap anak-anaknya membuat Mr. Pirzada sering berkunjung ke rumah si penulis yang ketika itu masih berumur 10 tahun. Dari Mr. Pirzadalah sang penulis ini mengerti bagaimana rasanya merindukan dan mengkhawatirkan sesorang yang sangat kamu sayangi.

Penerjemah luka adalah cerita ketiga dalam buku ini. Menceritakan tentang seorang pemandu wisata yang mempunyai pekerjaan sambilan sebagai penerjemah bahasa di sebuah klinik dokter. Mr. Kapasi, nama pemandu wisata itu, baru menyadari betapa besar tanggung jawab yang ia emban sebagai penerjemah ketika sedang bertugas memandu sebuah keluarga untuk berwisata di India.

Cerita-cerita selanjutnya juga lebih beragam, ada ”Durwan Sejati” yang mengisahkan tentang seorang penjaga rumah susun, ”Seksi” bercerita tentang seorang wanita simpanan, ”Rumah Mrs. Sen” tentang seorang wanita yang merindukan India sebagai kampung halamannya, cerita selanjutnya berjudul ”Rumah Yang Diberkati” dan ”Pengobatan Bibi Haldar”.

Tapi cerita favorit saya ada di urutan paling akhir buku ini. Judulnya ”Benua Ketiga dan terakhir”, menceritakan tentang seorang laki-laki yang pernah mengunjungi tiga benua. Di Amerika, ia bertemu dengan seorang wanita tua yang bernama Mrs. Croft, wanita itu berumur lebih dari 100 tahun, perangainya tegas dan kaku, tapi kehidupannya adalah kehidupan pertama yang dikagumi laki-laki tersebut.

Buku ini pertama kali diterbitkan di tahun 1999 di Amerika, memangkan Pulitzer Prize for Fiction dan the Hemingway Foundation/PEN Award pada tahun 2000 dan telah terjual lebih dari 15 juta kopi di seluruh dunia.

Penulis banyak menceritakan bagaimana efek perpindahan penduduk ke luar India, terutama yang menuju ke Amerika yang saat itu disebut “Dunia Baru”. Bagaimana kebudayaan baru itu memengaruhi kehidupan orang-orang India. Kekurangan buku ini terletak di beberapa kisahnya yang datar, konflik yang dialami tokoh utama dalam cerita juga berdasarkan kisah sehari-hari. Jadi untuk pencinta genre fantasi seperti saya, buku ini hanya meninggalkan kesan yang kuat tentang budaya Indianya saja. Tidak ada ketegangan saat membaca halaman demi halamannya. Tetapi saya rasa keunggulan buku ini adalah bagaimana cara sang penulis mampu mempertahankan nilai-nilai dan budaya India dalam cerita yang sebagian besar berlatar di Amerika. Penulis juga mampu membahas masalah universal yang acapkali dialami manusia, yaitu rasa kerinduan terhadap kampung halaman.

3 bintang untuk Penerjemah luka.

Salam,

Salam,