Slide Show

Desember 02, 2011

The Leap



Judul Buku : The Leap - Lompatan
Penulis : Jonathan Stroud
Alih Bahasa : Jonathan Aditya Lesmana
Editor : Primadonna Angela
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 240 halaman, paperback
Cetakan Pertama : Oktober 2011
ISBN : 978-979-22-7606-0

Pernahkah kamu berharap untuk bisa masuk ke dalam dunia dalam mimpimu? Mungkin setelah membaca buku ini, Anda bisa berpikir ulang tentang hal itu.

Perkenalkan, seorang anak perempuan bernama Charlie. Ia sedang mengalami trauma berat setelah teman dekatnya, Max, tenggelam ke dalam sebuah kolam di dekat penggilingan gandum. Sebenarnya sih bukan tenggelam, tetapi ”masuk” ke dalam kolam tersebut dan tak bisa keluar lagi. Saat itu Max yang sedang berenang di kolam tersebut terlalu lama menyelam sehingga Charlie khawatir dan memutuskan untuk menyusulnya. Ia melihat Max di dalam kolam, tapi ada beberapa wanita mengerikan yang sedang mengelilinginya. Wanita-wanita itu memiliki rambut panjang terurai seperti lumut sungai dan mata mereka sehijau kerikil yang dikubur hingga berlumut. Seorang diantara mereka bahkan sempat mencakar kaki Charlie ketika gadis itu hendak keluar dari kolam sehingga meninggalkan bekas di pergelangan kakinya.

Max yang masuk ke dalam kolam tersebut tentu saja disangka sudah meninggal oleh keluarga dan orang-orang terdekatnya. Padahal Charlie tahu bahwa Max masih hidup, para wanita di kolam tersebut yang menculiknya. Charlie sudah menceritakan versi yang sebenarnya terhadap Ibu dan Dokternya, tapi tak seorangpun di antara mereka yang percaya akan adanya wanita-wanita menyeramkan yang tersembunyi di dalam kolam. Karena merasa tertekan, Charlie memutuskan untuk mengarang versi lain cerita tenggelamnya Max tersebut, serta mencoba mengubur fakta-fakta menyeramkan dibaliknya.

Tetapi kenangan tersebut selalu menghantuinya.

Hampir setiap malam, Charlie bermimpi berada di suatu hutan luas yang sepi. Anehnya di hutan tersebut, ia bisa melihat jejak sepatu Max. Rasa penasaran yang kuat membuat Charlie terus mengikuti jejak tersebut, berharap Ia bisa menyelamatkan dan membawa Max kembali ke dunia nyatanya, lalu memberitahu kepada semua orang bahwa Max sebenanrya belum mati.

Anehnya, mimpi-mimpi yang secara berkelanjutan itu seakan benar-benar ia alami. Pengejaran Charlie terhadap Max juga bukannya makin dekat, malah semakin jauh karena Charlie hanya bisa melakukannya di dalam mimpi. Sampai suatu hari Charlie bertemu Kit di dalam mimpi. Kit memberitahu Charlie supaya dapat mengejar Max lebih cepat, gadis itu harus melakukan lompatan. Caranya adalah dengan mengunjungi tempat-tempat yang berkesan dan meninggalkan kenangan antara Charlie dan Max. Dengan cara itulah Charlie dapat mengejar Max dan menyelamatkannya sebelum Dansa Besar di Festival Raya – tujuan Max berjalan- dimulai.

Sementara itu, James, abangnya Charlie yang khawatir akan kondisi Charlie mulai menemukan ketidakberesan. Sejak semula ia sudah curiga bahwa ada sesuatu yang disembunyikan Charlie. Mungkin Charlie Masih belum mampu merelakan Max, pikirnya. Namun benarkah demikian? Mampukah Charlie menyelamatkan Max dan membawanya pulang?

Dari website resmi penulis, saya menemukan bahwa novel ini dimulai dengan sebuah cerita pendek, Millpool, yang ditulis pada tahun 1992. Terinspirasi oleh aliran air di dekat pabrik, dalam, dingin dan batu berlumut berjumbai, indah dan menggoda di hari yang panas, tapi juga berbahaya. Millpool adalah tentang dua anak memetik buah di samping tempat seperti itu, dan apa yang terjadi ketika seseorang terjatuh masuk. Kemudian cerita ini diadaptasi ke dalam bab pertama dari The Leap, yang diterbitkan pada tahun 2001.


Sampul depan The Leap yang diterbitkan pada tahun 2001 di Inggris

The Leap diceritakan dari dua perspektif, Charlie dan James yang bergantian menceritakan kisah yang sama dengan berbeda. Salah satu inspirasi penulis adalah Henry James, The Turn of Screw, cerita hantu brilian yang dapat dibaca dengan cara yang berbeda. The Leap adalah kisah ketika sebuah fantasi bertabrakan dengan realita, tidak ada unsur romance dalam cerita ini. Meski saya suka ide ceritanya tapi menurut saya jalan ceritanya terlalu datar. Tidak ada kesan emosional kuat yang dijalin pengarang di tiap lembar ceritanya, konfliknya pun baru dirasakan di akhir cerita yang menjadikan novel ini agak membosankan di bagian awalnya.

Yang menarik adalah bagaimana penulis menceritakannya dalam dua perspektif yang berbeda, sehingga pembaca perlu kejelian untuk mengetahui siapakah yang kali ini sedang berkisah. 3 bintang untuk The Leap.
November 24, 2011

Incarceron











Judul Buku : Incarceron
Penulis : Catherine Fisher
Penerjemah : Mery Riansyah dan Febry E.S.
Penyunting : Lulu Fitri Rahman
Korektor : Nani
Penerbit : Matahati
Cetakan Pertama : Agustus 2011

Anda pasti tahu apa itu penjara. Sebuah tempat yang digunakan untuk mengurung para tahanan yang biasanya orang-orang yang bersalah atau telah didakwa melakukan suatu kesalahan. Di buku ini, Penulis mengajak kita untuk berkunjung ke sebuah penjara yang bernama Incarceron.

Cerita dimulai pada kisah Finn, seorang tahanan di dalam Incarceron yang memiliki julukan Sang Penglihat Bintang. Finn ini adalah anak Sel, anak yang terlahir dari penjara itu sendiri. Finn adalah anak yang spesial, karena dipercaya ia bisa melihat jalan keluar dari Incarceron. Berulangkali ia mendapatkan penglihatan yang tidak lazim dilihat di dalam penjara. Seperti kue ulang tahun dengan lilin di atasnya, danau dengan angsa-angsa yang meluncur dengan gemulai di permukannya, dan ia tahu bahwa penglihatannya tersebut berasal dari luar Incarceron. Ia punya keyakinan kuat tentang hal itu.

Suatu hari Finn bertemu dengan seorang wanita yang disebut Maestra, dari wanita inilah Finn mendapatkan sebuah kristal yang memiliki gambar sama dengan gambar yang dirajah di pergelangan tangannya sendiri. Sudah sering Finn mencoba mengingat masa lalunya, tapi ia tidak pernah berhasil. Maka ketika ia menemukan kunci berbentuk kristal tersebut, Finn mulai bersemangat untuk mengungkap kembali masa lalunya. Ia, Keiro kakak angkatnya, gadis bernama Attia dan Gildas, Sang Sapient bersama-sama mengikuti petunjuk dari Legenda Sapphique agar bisa keluar dari Incarceron.

Di luar penjara, Claudia, putri dari Sipir Incarceron sedang mempersiapkan pernikahan besar-besarannya dengan Pangeran Caspar, putra kesayangan Ratu Sia. Claudia bersama Jared, guru kesayangan dan orang kepercayaannya, diam-diam mencoba mengungkap rahasia letak Incarceron. Suatu hari, Claudia mencuri kunci kristal dari ruang kerja Ayahnya. Kunci tersebut dipercaya merupakan kunci penghubung ke Incarceron, yang kata orang-orang tempat itu adalah surga, tempat semua kesempurnaan berada.

Ternyata kedua kunci yang ditemukan oleh Claudia dan Finn saling berhubungan. Hal ini membuat mereka mampu berkomunikasi satu sama lain dan mengungkap misteri Incarceron sebenarnya. Rahasia itu ternyata jauh lebih kelam, bahkan mengungkap konspirasi yang terjadi di Istana dan kenyataan sebenarnya tentang kisah hidup mereka berdua.

Novel ini diceritakan dengan apik, sayangnya detail yang diceritakan teramat detail, sehingga pembaca yang kurang suka dengan detail mungkin akan merasa bosan sehingga melewatkannya saja. Sayangnya kurang banyak ”greget” dalam cerita ini. Jalan ceritanya juga sudah dapat ditebak sejak awal, meski tetap menyisakan sedikit misteri untuk diselesaikan di akhir cerita. Ow, dan typonya ada banyak tanda petik pembuka atau penutup percakapan yang hilang.

Tetapi cerita ini tentu memiliki keunikannya sendiri, yang saya rasa terletak di ide penulis dalam menciptakan Incarceron. Ide cerita yang disampaikan pada awalnya saya pikir biasa saja. Hanya sebuah penjara yang penuh kekejaman, kemuraman dan kotor. Di akhir cerita barulah terungkap apa letak keistimewaan Incarceron itu.

Kutipan yang saya suka ada di halaman 480 :
Tak satu pun dari kita yang tahu di mana kita berada. Mungkin seumur hidup kita terlalu cemas akan tempat kita berada, sehingga tidak cukup cemasakan siapa diri kita.

3 bintang untuk Incarceron.
November 20, 2011

Putri Si Pembuat Kembang Api (The Firework-Maker’s Daughter)


Judul Buku : Putri Si Pembuat Kembang Api (The Firework-Maker’s Daughter)

Penulis : Philip Pullman

Alih Bahasa : Poppy D. Chusfani

Editor : Dini Pandia

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Cetakan Pertama : Oktober, 2007

Tebal : 144 halaman

ISBN-10 : 979-22-3284-2

ISBN-13 : 978-979-22-3284-4


Gadis itu bernama Lila. Ayahnya, Lalchand, adalah seorang pembuat kembang api di kota. Ibunya sudah meninggal ketika Lila masih kecil, yang menjadikan Lila menghabiskan waktunya di bengkel kembang api milik Ayahnya. Alhasil sedari kecil ia sudah mengenal macam-macam kembang api dan bagaimana cara membuatnya. Ia belajar membuat kembang api Monyet Melompat, Cahaya Java, Air Mancur Krakatau dan masih banyak lagi. Lila juga gemar bereksperimen sehingga menghasilkan sebuah karya yang baru.


Lila memiliki kawan yang bernama Chulak, ia adalah seorang anak laki-laki yang bertugas menjaga Gajah Putih Istimewa milik Raja. Gajah yang bernama Hamlet itu ternyata dapat berbicara, tetapi hanya Chulak dan Lila saja yang mengetahuinya.


Suatu hari, Lila bertengkar dnegan Ayahnya. Lila ingin menjadi seorang pembuat kembang api yang diakui oleh Ayahnya. Tapi Sang Ayah tidak mengijinkan Lila, sehingga Chulaklah yang menanyakan ”resep” agar dapat menjadi seorang pembuat kembang api. Ternyata untuk menjadi pembuat kembang api, orang itu harus mengambil Sulfur Bangsawan dari Gunung Merapi.


Maka Lila yang telah diberitahu Chulak akan ”resep” itu segera pergi ke Gunung Merapi. Ia meninggalkan Ayahnya tanpa pamit, hanya menulis sebuah pesan singkat. Celakanya, Sang Ayah tidak memberitahu Chulak bahwa untuk bisa mengambil Sulfur Bangsawan, seseorang tersebut membutuhkan seguci air ajaib dari Dewi Danau Zamrud. Sang Ayah yang kalang kabut kehilangan Lila ini kemudian memberitahu Chulak untuk membawakan Lila air ajaib tersebut. Chulak kemudian pergi bersama gajahnya menyusul Lila. Berhasilkah Lila nanti membawa Sulfur Bangsawan dan menjadi seorang Pembuat kembang api?

Cerita di buku ini banyak pesan moralnya, mungkin selain tindakan Lila yang kabur diam-diam dari rumah ya.. Tapi setidaknya itu memberi pesan moral kepada para orangtua bahwa kita harus memercayai anak-anak kita dan akan lebih baik jika tidak menyembunyikan suatu rahasia dari mereka. Kelemahan cerita ini menurut saya ada di bagian ketika Lila secara tiba-tiba ditolong Chulak. Padahal sebelumnya Chulak masih berbicara dengan Dewi di Danau. Kapan waktu perjalanan mendaki Gunung?


Buku yang tipis, banyak ilustrasi di dalamnya dan tulisannya besar-besar. Ceritanya yang sederhana juga memanjakan kita sebagai pembaca. 4/5 bintang untuk cerita ini. Cerita Philip Pullman ini pada tahun 1996 telah memenangkan Gold Medal dari The Nestlé Children's Book Prize, yang juga dikenal sebagai Nestlé Smarties Book Prize. Penghargaan tahunan yang diberikan kepada penulis buku anak-anak oleh orang-orang yang merupakan warga negara atau penduduk Inggris. Penghargaan ini merupakan salah satu penghargaan yang prestisius dan disegani di kalangan literatur anak-anak.


Semakin membuat Anda penasaran ingin membaca? :D

November 17, 2011

18 Seconds


Judul Buku : 18 Seconds

Penulis : George D. Shuman

Alih Bahasa : Fahmy Yamani

Editor : Hariska

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tebal : 408 halaman, paperback

ISBN : 978-979-22-7623-7


Penggemar novel thriller wajib membaca buku ini!! Siapapun yang menyukai cerita-cerita tentang detektif, psikoanalisis dan kriminal, saya merekomendasikan novel ini untuk Anda. Sungguh, awalnya saya tidak mengharapkan banyak tetapi setelah membaca lembar-demi lembar, buku ini seakan punya magnet yang membuat saya sulit berhenti mengikuti ceritanya.


Tersebutlah seorang wanita bernama Sherry Moore, ia memiliki kemampuan yang mengesankan, yaitu mampu melihat kenangan 18 detik terakhir yang ada di pikiran seseorang yang sudah meninggal. Yang ia perlukan hanya menyentuh tangan milik jenazah, dan kelebatan gambar akan muncul di pikiran Sherry. Terdengar aneh? Begini..


”Saat reseptor kulitku menyentuh reseptor kulit orang mati, sistem elektrisku yang menyala menjalin kontak dengan untaian sistem saraf pusat mendiang. Aku menghubungkan diri melalui sistem saraf pusat mereka ke otak.”, Sherry Moore – Hal.26-


Sherry sering membantu petugas kepolisian memecahkan misteri yang berlarut-larut, seringnya misteri yang mengalami kebuntuan sehingga terancam ditutup kasusnya oleh pengadilan. Dalam cerita ini, Sherry membantu seorang Letnan Kelly O’Shaughnessy yang sedang menghadapi tekanan dari publik akibat maraknya penculikan wanita-wanita muda. Kepolisian kesulitan mengidentifikasi tersangka, karena para wanita yang hilang itu tidak dimintai tebusan dan pelaku pun cermat sekali dalam menghilangkan barang bukti. Ternyata kasus wanita hilang ini ada hubungannya dengan kasus yang sama sekitar 30 tahun yang lalu. Sesuatu membuat pelaku ini muncul kembali, apakah pelaku dari dua era ini merupakan orang yang sama? Jika benar begitu, mengapa baru sekarang ia muncul dan melakukan kebrutalan lagi?


Tak hanya misteri pembunuhan yang diceritakan di novel ini, kisah cinta Sherry yang muda dan memesona juga diselipkan di dalamnya. Detektif John Payne, lelaki yang menjadi Sahabat Sherry diam-diam menyukai wanita itu. Demikian pula kisah cinta Letnan Kelly, rumahtangganya yang sedang terombang-ambing karena perselingkuhan suaminya membuat Kelly bimbang dan haus akan cinta yang lain. Belum lagi sebagai polisi wanita yang memiliki jabatan tinggi, ia sering diremehkan oleh polisi lelaki di markasnya. Diam-diam ternyata Kelly juga dalam bahaya, entah mengapa sepertinya ia juga menjadi target bagi si penculik brutal itu, sialnya kali ini Kelly akan membawa Sherry masuk ke wilayah berbahaya yang tidak seorangpun menyadarinya..


Buku ini mendapat 4 bintang dari saya pribadi sebagai pembaca. Alurnya yang cepat mampu membuat saya penasaran. Detail latar juga disampaikan penulis dengan baik, sehingga saya ikut merasakan tegang ketika Si Penculik itu beraksi. Kelemahan buku ini saya rasa ada pada covernya, yang menurut saya lebih mirip alien daripada Sherry yang digambarkan penulis sebagai wanita cantik. Beberapa typo juga masih muncul di buku ini. Satu yang masih membuat saya penasaran, apa sebenarnya kasus Norwich yang beberapa kali disebutkan dalam novel ini. Sepetinya itu sebuah kasus yang berat karena sampai membuat Sherry tidak mau keluar rumah berminggu-minggu. Kalau buku ini ada seri selanjutnya, saya pasti beli, karena sungguh penulisnya mampu membuat saya penasaran, bahkan sampai lembar terakhir ditutup. Oh ya, novel ini punya ending yang mengesankan. Sesuai dengan kata The Washington Post :


”18 detik adalah novel thriller dengan teknik penulisan dan plot terbaik, serta kisah paling impresif.. ”


Sedikit tentang George D. Shuman


GEORGE D. SHUMAN adalah veteran 20 tahun dari Washington, D.C., Metropolitan Police force, dimana ia sebagai undercover narcotics detective; sersan di Special Assignments Branch, Internal Affairs Division; operations commander of the Metropolitan Police Academy; dan lieutenant commander in the Public Integrity Branch, Internal Affairs Division. Ia tinggal di Pennsylvania dan North Carolina.


18 Seconds adalah novel pertamanya, novel Last Breath diterbitkan kemudian pada 7 Agustus 2007, Lost Girls pada Maret 2008. Dan 18 bulan kemudian, buku terakhir dari seri Sherry Moore, Second Sight, diterbitkan pada 4 Agustus, 2009.


18 Seconds telah diterjemahkan ke dalam 23 bahasa dan dinominasikan untuk :

- Best First Novel by the International Thrillers Association

- The Shamus Award

November 14, 2011

Dark Goddess


Judul Buku : Dark Goddess

Penulis : Sarwat Chadda

Penerjemah : Ferry Halim

Penyunting : Fenty Nadia

Penyerasi : Jia Effendie

Penerbit : Atria

Cetakan I : September 2011

Tebal : 480 halaman, softcover

ISBN : 978-979-1411-98-1


Pernahkah Anda membaca atau mendengar cerita tentang Ksatria Templar? Kisah-kisah mereka sering diceritakan dalam peristiwa Perang Salib, dan pernah muncul juga di cerita Da Vinci Code yang kontroversional itu. Buku ini menceritakan salah satu Templar muda yang bernama Billi SanGreal. Setelah pertarungannya di buku pertama melawan Malaikat Agung, Michael. Kali ini Billi dan Ksatria Templar lainnya berjuang untuk menghentikan seorang Penyihir yang bernama Baba Yaga menghancurkan kehidupan alam beserta isinya.

Baba Yaga


Baba Yaga ternyata sedang mencari seorang Anak Musim Semi untuk disantap jiwanya. Yak, mungkin agak seram kedengarannya, tapi dengan cara itulah Baba Yaga akan mendapatkan kekuatan tambahan. Anak Musim Semi itu bernama Vasilisa, yang dipercaya merupakan seorang Avatar, Sang Oracle super. Vasilisa memiliki kekuatan besar yang diincar Baba Yaga untuk meremajakan kembali kekuatan miliknya sendiri, sehingga kelak Umur Baba Yaga akan bertambah panjang dan sihirnya bertambah kuat. Celakanya, Vasilisa sudah ia miliki, sedangkan waktu upacara pada saat bulan pertama hanya bersela kurang dari seminggu lagi. Billi dan Para Templar harus mencari dan menemukan anak itu, sebelum Baba Yaga berhasil menciptakan Fimbulwinter, bencana dahsyat yang akan membersihkan muka bumi dari para manusia.


Petualangan Billi berlangsung di Rusia, karena di sanalah Baba Yaga bertempat tinggal. Di kegelapan hutan belantara dengan pasukan manusia serigala yang menyembahnya. Templar membutuhkan bantuan, terutama karena mereka akan berada di daerah yang asing. Karena itu mereka meminta bantuan kepada Pasukan Bogatyr yang bercokol di Rusia. Tapi berhasilkah mereka mendapatkan Vasilisa kembali? Karena jika tidak, maka pilihannya hanya dua, membunuh Baba Yaga yang sangat sulit untuk dilakukan, atau membunuh Vasilisa, agar mencegah kekuatan yang dimilikinya dikuasai Sang Penyihir jahat itu.


Sejujurnya ketika mengetahui bahwa ini adalah cerita yang asing di telinga saya, saya mencari beberapa referensi dari google. Dari Google saya menemukan bahwa ada sebuah dongeng kuno juga yang menceritakan kisah Vasilisa dengan Baba Yaga, tentu dengan versi lain. http://en.wikipedia.org/wiki/Vasilissa_the_Beautiful .

Vasilisa The Beautiful


The Death of Koschei dari The Red Fairy Book


Di cerita lainnya saya menemukan bahwa ada tokoh bernama Koschkei, yang mana sebutannya sama persis dengan Koschkey di cerita ini, yaitu Koschkey yang Tidak Bisa Mati.


Jadi begitu membaca kisah di buku karangan Sarwat Chadda ini, Anda bisa menikmati banyak dongeng yang terangkum padat dalam satu cerita. Tidak ketinggalan sedikit kisah cinta juga disisipkan di dalamnya. Tapi kelemahan novel ini menurut saya adalah kurangnya cerita Templar di dalamnya. Cerita Billi di sini juga lebih ke personal, bagian ke-Templar-annya hanya ditunjukkan ketika ada aksi berkelahi. Tokoh yang kuat di buku ini justru ada di Baba Yaga. Mungkin karena judulnya Dark Goddess, jadi yang dibahas Sang Penyihir ya? Sementara dari segi terjemahan, ada beberapa dialog dalam bahasa Rusia yang saya tidak mengerti, sehingga agak sulit memahaminya. Dari segi typo, masih ada beberapa kata yang salah eja dan hilangnya beberapa tanda petik pengawal dialog.


Secara keseluruhan 3/5 bintang untuk Dark Goddess. Dongeng-dongeng kunonya itu yang menakjubkan.

Salam,

Salam,