Slide Show

November 17, 2011

18 Seconds


Judul Buku : 18 Seconds

Penulis : George D. Shuman

Alih Bahasa : Fahmy Yamani

Editor : Hariska

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tebal : 408 halaman, paperback

ISBN : 978-979-22-7623-7


Penggemar novel thriller wajib membaca buku ini!! Siapapun yang menyukai cerita-cerita tentang detektif, psikoanalisis dan kriminal, saya merekomendasikan novel ini untuk Anda. Sungguh, awalnya saya tidak mengharapkan banyak tetapi setelah membaca lembar-demi lembar, buku ini seakan punya magnet yang membuat saya sulit berhenti mengikuti ceritanya.


Tersebutlah seorang wanita bernama Sherry Moore, ia memiliki kemampuan yang mengesankan, yaitu mampu melihat kenangan 18 detik terakhir yang ada di pikiran seseorang yang sudah meninggal. Yang ia perlukan hanya menyentuh tangan milik jenazah, dan kelebatan gambar akan muncul di pikiran Sherry. Terdengar aneh? Begini..


”Saat reseptor kulitku menyentuh reseptor kulit orang mati, sistem elektrisku yang menyala menjalin kontak dengan untaian sistem saraf pusat mendiang. Aku menghubungkan diri melalui sistem saraf pusat mereka ke otak.”, Sherry Moore – Hal.26-


Sherry sering membantu petugas kepolisian memecahkan misteri yang berlarut-larut, seringnya misteri yang mengalami kebuntuan sehingga terancam ditutup kasusnya oleh pengadilan. Dalam cerita ini, Sherry membantu seorang Letnan Kelly O’Shaughnessy yang sedang menghadapi tekanan dari publik akibat maraknya penculikan wanita-wanita muda. Kepolisian kesulitan mengidentifikasi tersangka, karena para wanita yang hilang itu tidak dimintai tebusan dan pelaku pun cermat sekali dalam menghilangkan barang bukti. Ternyata kasus wanita hilang ini ada hubungannya dengan kasus yang sama sekitar 30 tahun yang lalu. Sesuatu membuat pelaku ini muncul kembali, apakah pelaku dari dua era ini merupakan orang yang sama? Jika benar begitu, mengapa baru sekarang ia muncul dan melakukan kebrutalan lagi?


Tak hanya misteri pembunuhan yang diceritakan di novel ini, kisah cinta Sherry yang muda dan memesona juga diselipkan di dalamnya. Detektif John Payne, lelaki yang menjadi Sahabat Sherry diam-diam menyukai wanita itu. Demikian pula kisah cinta Letnan Kelly, rumahtangganya yang sedang terombang-ambing karena perselingkuhan suaminya membuat Kelly bimbang dan haus akan cinta yang lain. Belum lagi sebagai polisi wanita yang memiliki jabatan tinggi, ia sering diremehkan oleh polisi lelaki di markasnya. Diam-diam ternyata Kelly juga dalam bahaya, entah mengapa sepertinya ia juga menjadi target bagi si penculik brutal itu, sialnya kali ini Kelly akan membawa Sherry masuk ke wilayah berbahaya yang tidak seorangpun menyadarinya..


Buku ini mendapat 4 bintang dari saya pribadi sebagai pembaca. Alurnya yang cepat mampu membuat saya penasaran. Detail latar juga disampaikan penulis dengan baik, sehingga saya ikut merasakan tegang ketika Si Penculik itu beraksi. Kelemahan buku ini saya rasa ada pada covernya, yang menurut saya lebih mirip alien daripada Sherry yang digambarkan penulis sebagai wanita cantik. Beberapa typo juga masih muncul di buku ini. Satu yang masih membuat saya penasaran, apa sebenarnya kasus Norwich yang beberapa kali disebutkan dalam novel ini. Sepetinya itu sebuah kasus yang berat karena sampai membuat Sherry tidak mau keluar rumah berminggu-minggu. Kalau buku ini ada seri selanjutnya, saya pasti beli, karena sungguh penulisnya mampu membuat saya penasaran, bahkan sampai lembar terakhir ditutup. Oh ya, novel ini punya ending yang mengesankan. Sesuai dengan kata The Washington Post :


”18 detik adalah novel thriller dengan teknik penulisan dan plot terbaik, serta kisah paling impresif.. ”


Sedikit tentang George D. Shuman


GEORGE D. SHUMAN adalah veteran 20 tahun dari Washington, D.C., Metropolitan Police force, dimana ia sebagai undercover narcotics detective; sersan di Special Assignments Branch, Internal Affairs Division; operations commander of the Metropolitan Police Academy; dan lieutenant commander in the Public Integrity Branch, Internal Affairs Division. Ia tinggal di Pennsylvania dan North Carolina.


18 Seconds adalah novel pertamanya, novel Last Breath diterbitkan kemudian pada 7 Agustus 2007, Lost Girls pada Maret 2008. Dan 18 bulan kemudian, buku terakhir dari seri Sherry Moore, Second Sight, diterbitkan pada 4 Agustus, 2009.


18 Seconds telah diterjemahkan ke dalam 23 bahasa dan dinominasikan untuk :

- Best First Novel by the International Thrillers Association

- The Shamus Award

November 14, 2011

Dark Goddess


Judul Buku : Dark Goddess

Penulis : Sarwat Chadda

Penerjemah : Ferry Halim

Penyunting : Fenty Nadia

Penyerasi : Jia Effendie

Penerbit : Atria

Cetakan I : September 2011

Tebal : 480 halaman, softcover

ISBN : 978-979-1411-98-1


Pernahkah Anda membaca atau mendengar cerita tentang Ksatria Templar? Kisah-kisah mereka sering diceritakan dalam peristiwa Perang Salib, dan pernah muncul juga di cerita Da Vinci Code yang kontroversional itu. Buku ini menceritakan salah satu Templar muda yang bernama Billi SanGreal. Setelah pertarungannya di buku pertama melawan Malaikat Agung, Michael. Kali ini Billi dan Ksatria Templar lainnya berjuang untuk menghentikan seorang Penyihir yang bernama Baba Yaga menghancurkan kehidupan alam beserta isinya.

Baba Yaga


Baba Yaga ternyata sedang mencari seorang Anak Musim Semi untuk disantap jiwanya. Yak, mungkin agak seram kedengarannya, tapi dengan cara itulah Baba Yaga akan mendapatkan kekuatan tambahan. Anak Musim Semi itu bernama Vasilisa, yang dipercaya merupakan seorang Avatar, Sang Oracle super. Vasilisa memiliki kekuatan besar yang diincar Baba Yaga untuk meremajakan kembali kekuatan miliknya sendiri, sehingga kelak Umur Baba Yaga akan bertambah panjang dan sihirnya bertambah kuat. Celakanya, Vasilisa sudah ia miliki, sedangkan waktu upacara pada saat bulan pertama hanya bersela kurang dari seminggu lagi. Billi dan Para Templar harus mencari dan menemukan anak itu, sebelum Baba Yaga berhasil menciptakan Fimbulwinter, bencana dahsyat yang akan membersihkan muka bumi dari para manusia.


Petualangan Billi berlangsung di Rusia, karena di sanalah Baba Yaga bertempat tinggal. Di kegelapan hutan belantara dengan pasukan manusia serigala yang menyembahnya. Templar membutuhkan bantuan, terutama karena mereka akan berada di daerah yang asing. Karena itu mereka meminta bantuan kepada Pasukan Bogatyr yang bercokol di Rusia. Tapi berhasilkah mereka mendapatkan Vasilisa kembali? Karena jika tidak, maka pilihannya hanya dua, membunuh Baba Yaga yang sangat sulit untuk dilakukan, atau membunuh Vasilisa, agar mencegah kekuatan yang dimilikinya dikuasai Sang Penyihir jahat itu.


Sejujurnya ketika mengetahui bahwa ini adalah cerita yang asing di telinga saya, saya mencari beberapa referensi dari google. Dari Google saya menemukan bahwa ada sebuah dongeng kuno juga yang menceritakan kisah Vasilisa dengan Baba Yaga, tentu dengan versi lain. http://en.wikipedia.org/wiki/Vasilissa_the_Beautiful .

Vasilisa The Beautiful


The Death of Koschei dari The Red Fairy Book


Di cerita lainnya saya menemukan bahwa ada tokoh bernama Koschkei, yang mana sebutannya sama persis dengan Koschkey di cerita ini, yaitu Koschkey yang Tidak Bisa Mati.


Jadi begitu membaca kisah di buku karangan Sarwat Chadda ini, Anda bisa menikmati banyak dongeng yang terangkum padat dalam satu cerita. Tidak ketinggalan sedikit kisah cinta juga disisipkan di dalamnya. Tapi kelemahan novel ini menurut saya adalah kurangnya cerita Templar di dalamnya. Cerita Billi di sini juga lebih ke personal, bagian ke-Templar-annya hanya ditunjukkan ketika ada aksi berkelahi. Tokoh yang kuat di buku ini justru ada di Baba Yaga. Mungkin karena judulnya Dark Goddess, jadi yang dibahas Sang Penyihir ya? Sementara dari segi terjemahan, ada beberapa dialog dalam bahasa Rusia yang saya tidak mengerti, sehingga agak sulit memahaminya. Dari segi typo, masih ada beberapa kata yang salah eja dan hilangnya beberapa tanda petik pengawal dialog.


Secara keseluruhan 3/5 bintang untuk Dark Goddess. Dongeng-dongeng kunonya itu yang menakjubkan.

November 10, 2011

When God was a Rabbit


Judul Buku : When God was a Rabbit
Penulis : Sarah Winman
Penerjemah ; Rini Nurul Badariah
Penyunting : Dhewiberta
Penerbit : Bentang Pustaka
Cetakan pertama, 2011
Tebal : 398 halaman, paperback
ISBN : 978-602-8811-63-7

Yak, semula saya berpikir novel ini novel spiritual. Apalagi membayangkan makna judulnya, ”when God was a Rabbit”. Tapi jangan salah sangka dulu kalau novel ini diceritakan dari sudut pandang kelinci. Tidak. Kisah dalam buku ini diceritakan dari sudut pandang seorang anak perempuan yang bernama Eleanor Maud. Elly, panggilan akrab gadis kecil ini, mengalami trauma mendalam pada saat umurnya yang masih muda. Seorang lelaki bernama Mr. Golan telah melakukan sesuatu padanya. Rahasia yang ia simpan rapat-rapat, hanya Joe, kakaknya, yang mengetahui cerita itu.

Suatu ketika, Joe menghadiahkan seekor terwelu kepada Elly sebagai hadiah Natal. Terwelu Belgia itu diberi nama “god”. Semenjak kehadiran god inilah, sepertinya Tuhan makin banyak berperan dalam kehidupan Elly dan orang-orang yang dikenalnya. Keluarga Elly adalah keluarga yang biasa, selain fakta bahwa Ibunya orang yang percaya pada Tuhan tetapi tidak dengan Ayahnya. Ayah Elly adalah seorang yang tidak mempercayai Tuhan. Sampai suatu hari ia bernegosiasi dengan Tuhan, sebuah hal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya.

Cerita di buku ini penuh konflik yang lembut, adanya masalah-masalah yang dihadapi beberapa tokoh termasuk teman Elly yang bernama Jenny Penny juga sebagian besar mewarnai buku ini. Belum lagi kisah asmara yang tidak lazim di keluarganya Elly, kisah tentang Tantenya Elly yang bernama Nancy dan kisah asmara Joe yang menarik untuk diikuti.

Dari buku ini banyak pesan moral yang disisipkan penulis. Pelajaran berharga kehidupan antara seorang kakak dengan adik, persahabatan, kisah asmara. Membaca buku ini tidak hanya menyegarkan pikiran kita dengan bahasa-bahasanya yang sederhana, dengan suasana kehidupan dan peristiwa-peristiwa yang kita dengar nyata, tapi juga memberikan asupan bagi jiwa kita.

“Keberadaan harus bertujuan: agar sanggup menahan derita hidup secara terhormat, memberi kita alasan untuk tidak menyerah. “, Hal.16

4/5 bintang untuk “When God was a Rabbit”. :)
November 05, 2011

The Gathering

Judul buku : The Gathering

Penulis : Anne Enright

Penerjemah : Rika Iffati Farihah

Penyunting : Reni Indardini

Penyelaras Aksara : Ike Sinta Dewi

Penerbit : Voila (PT Mizan Publika)

Cetakan I : November 2009

ISBN : 978-979-3714-52-3


”Terkadang harus ada kematian untuk menyadarkan kita akan pentingnya kehidupan”


Sejujurnya saya membeli buku ini karena label “ A New York Times Bestseller dan A Man Booker Prize Winner” di cover depannya. Kisahnya berawal ketika Abang Veronica yang bernama Liam ditemukan meninggal dunia karena bunuh diri di laut. Jenasahnya ditemukan oleh orang-orang di pesisir Brighton. Kabar buruk ini harus ia beritahukan kepada ibu mereka. Wanita yang telah melahirkan 12 belas anak dan telah mengalami 7 kali keguguran itu sayangnya sedang sakit jiwanya, sehingga untuk mengabarkan berita dukacita itu Veronica berupaya agar hati-hati sekali. Veronica juga harus memberitahukan berita kemalangan ini terhadap saudara-saudaranya yang lain, yang masih hidup tentunya, sebab beberapa saudaranya juga telah meninggal dunia.


Selain menceritakan kisah Veronica, penulis juga menceritakan tentang kisah Ada Merriman, nenek Veronica, ketika ia masih muda. Bagaimana pertemuan Ada dengan seorang laki-laki yang menjadi suaminya, bagaimana kisah hidup Ada dan kenyataan-kenyataan pahit yang terjadi di keluarga mereka selama 3 keturunan. Serta kemungkinan penyebab Liam bunuh diri, yang tidak diketahui saudara-saudara apalagi oleh Ibu mereka. Semuanya masih diceritakan dari PoV Veronica, sayangnya batas antara itu kenyataan atau angan-angan Veronica tidak ada batas yang jelas di cerita ini. Belum lagi tentang hantu-hantu masa lalu yang bangkit dan menggentayangi Veronica, mereka seperti menceritakan kembali kisah-kisah hidup mereka dalam pikiran Veronica.


Penulis menceritakan kisah di buku ini dengan humor- humor yang sarkatis dan sayangnya beberapa penggal kisah diceritakan dengan bahasa yang agak berbelit-belit. Seperti di halaman 136, yang saya malah jadi bingung maksudnya.

”Tak ada yang tidak akan dikatakan Ayah”

Nuansa drama yang timbul ketika membaca kisah ini juga sangat kuat sekali, PoV Veronica yang bercerita tentang dirinya dan keluarganya yang suram ikut membuat saya merasakan betapa kacaunya keluarga itu. Penulis juga dengan lengkap menceritakan bagaimana latar suasana dalam cerita, yang membuat saya mampu membayangkannya dan membantu memahami jalan cerita.


Entahlah, menurut saya bahasa yang digunakan yang kadang berbelit-belit dan alur cerita yang maju mundur secara tidak jelas, serta kebingungan saya dalam menentukan apakah itu imajinasi Veronica atau benar-benar kenyataan membuat saya hanya mampu memberikan dua bintang untuk novel ini.


Sekilas tentang Anne Enright


Anne lahir pada 11 Oktober 1962 di Dublin, Irlandia. Setelah belajar menulis kreatif di bawah bimbingan Malcolm Bradbury dan Angela Carter di University of East Anglia, dia bekerja sebagai produser dan Direktur Radio Telefís Éireann, Dublin, selama enam tahun. Sambil bekerja, ia menulis cerita pendek, yang kemudian dibukukan dalam The Portable Virgin. Buku yang terbit pada 1991 ini menjadi karya perdananya.


Sejak memutuskan menjadi penulis profesional pada 1993, ia semakin aktif mengeksplorasi tema-tema, seperti hubungan dalam keluarga, cinta, seks, keadaan Irlandia di masa-masa sulit, dan semangat zaman modern. Tiga novelnya yang lahir berturut-turut adalah The Wig My Father Wore (1995), What Are You Like? (2000), dan The Pleasure of Eliza Lynch (2002). Pada 2004 ia menulis buku nonfiksi berjudul Making Babies: Stumbling into Motherhood.


Sebelum menerima Booker, karya-karya Anne tidak banyak mendapat perhatian publik, padahal beberapa penghargaan telah diraihnya. The Portable Virgin memenangi penghargaan Rooney Prize for Irish Literature 1991. Sementara itu, What Are You Like? masuk daftar pendek The Whitbread Novel Award dan memenangi The Encore Award.


Adapun mengenai The Gathering, peresensi di The New York Times berpendapat bahwa ia tidak menemukan adanya kesenangan dan keriangan dalam buku ini. Anne mengakui, biasanya ketika sedang mencari buku, pembeli selalu memilih buku-buku yang dapat menceriakan mereka. "Dengan motivasi seperti itu, mereka tidak akan memilih buku saya," ujarnya.


Tapi kini, setelah menggondol Booker, bisa dipastikan penjualan buku-bukunya bakal melejit, seperti telah terjadi pada pemenang-pemenang sebelumnya. Banyak di antara novel karya pemenangnya yang kemudian menjadi novel laris, misalnya The Line of Beauty pada 2004, Life of Pi pada 2002, dan Vernon God Little pada 2003.


The Man Booker Prize adalah penghargaan untuk novel terbaik sepanjang tahun berjalan yang ditulis oleh warga negara di negara-negara persemakmuran Inggris dan Irlandia. Novel asli harus diterbitkan dalam bahasa Inggris dan tidak dipublikasikan sendiri. Penghargaan yang telah memasuki tahun ke-39 ini disponsori perusahaan keuangan dan investasi Man Group Plc.


*dari Harian Koran Tempo 4 November 2007 dengan judul "Jeblok di Pasar, Jaya di Booker".

November 03, 2011

Surga Buku-ku

Sebelumnya terima kasih dulu nih sama Melmarian, pemilik blog Surgabukuku yang bersedia berbagi kebahagiaannya dengan bikin giveaway dalam rangka memperingati satu tahun blognya Mel. :D


Ada 3 paket hadiah yang akan dibagikan kepada para pemenang. Nah kalo saya menang, pilihan saya jatuh di Paket B ~Classic Fantasy~ A Wizard of Earthsea & The Tombs of Atuan (Ursula K. Le Guin). Sekarang, mari bercerita tentang surga buku versi saya.Surga buku itu.....


Sebuah tempat yang nyaman, yang tak perlu khawatir hujan atau kepanasan. Tak perlu khawatir kelaparan atau kehausan, dan tak perlu khawatir kekurangan bacaan. Di dalam surga buku, ada sofa-sofa besar tempat kaki bisa berselonjor lega, ada meja dengan tumpukan buku yang menggoda untuk dibaca, dan ada banyak lemari yang berjejer rapi seperti barisan kartu domino yang berbahasa.


Semua jenis buku ada di sana, komik, majalah, buku dengan berbagai bahasa, dengan corak warna yang beraneka. Kertasnya juga dari banyak jenis, papyrus, kulit hewan, pelepah kurma, sampai buku-buku dengan kertas yang ringan juga siap menemani kita menghabiskan hari.


Di surga buku tak hanya ada saya seorang diri, karena di sana juga ada keluarga kita, orang-orang terdekat kita, sahabat-sahabat kita yang semuanya mendapatkan porsi buku yang memuaskan untuk dibaca. Jangan khawatir bila ingin menikmati kesendirian saat membaca, di surga buku juga disediakan bilik-bilik luas untuk kita membaca dengan nyaman dan tenang.


Yak, itu surga buku saya dalam 1000 kata. Bagikan juga ceritamu!! :)

Salam,

Salam,