
”Kuharap kalian siap, sebab aku akan menceritakan kisah hidupku pada kalian. Lebih jelasnya, kenapa kehidupanku berakhir. Dan jika kalian sedang mendengarkan rekaman-rekaman ini, berarti kalian salah satu alasannya. ”, Hal.13
”Kuharap kalian siap, sebab aku akan menceritakan kisah hidupku pada kalian. Lebih jelasnya, kenapa kehidupanku berakhir. Dan jika kalian sedang mendengarkan rekaman-rekaman ini, berarti kalian salah satu alasannya. ”, Hal.13
”Kau harus mengerti bahwa kepercayaan semacam yang kau jelaskan itu untuk orang lemah”, Hal.167
Penulis : Ranti Hannah
Tebal : 298 halaman, paperback
Penerbit : Gagas Media
Cetakan Pertama : 2011
ISBN : 979-780-488-7
“Sakit mengajarkan kesabaran tanpa batas. Sebuah scenario yang luar biasa. Jika kita mampu memahaminya…” – Ir. Shahnaz Haque-Ramadhan, survivor kanker ovarium
Itu adalah kalimat pengantar di bagian cover buku Hairless, yang saya rasa cukup mewakili pesan dari cerita di dalamnya.
Bagaimana rasanya ketika di usia belum genap 25 tahun, menjadi istri baru setahun dan sedang mengandung anak pertama, lalu Anda divonis memiliki kanker? Sang penulis membagikan ceritanya untuk kita, perkenalkan, Ranti Astria Hannah. Berawal di usia kehamilannya yang baru 7 bulan, ditemukan benjolan di bagian payudara kanannya. Kekhawatiran Ranti akhirnya terjadi juga, ia divonis menderita kanker payudara. Semenjak itu perjuangan Ranti dimulai. Masa-masa menanti kelahiran anak pertamanya ikut terbebani perasaan campur aduk akan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi pada pasien kanker. Segala impian untuk memberikan ASI eksklusif untuk anaknya dan segala bayangan kebahagiaan akan hadirnya Buah Hati mulai tercemari ketakutan-ketakutan Ranti akan kanker.
Setelah melahirkan, Ranti melakukan pengobatan di National University Hospital, Singapura. Ditemani Mama, Papa atau Suaminya, Ranti bolak-balik Indonesia-Singapura-Indonesia berjuang melawan kanker ganas yang dimilikinya. Ia harus menerima vonis mastectomy, menjalani radiotherapy, dan menempuh kemoterapi yang mengakibatkan rontoknya rambut, muntah-muntah, menopause sementara, tubuh yang rentan penyakit semuanya akan ia alami di usianya yang masih muda. Belum lagi kemungkinan bahwa kankernya bisa diturunkan melalui gen, berarti ada kemungkinan orang-orang terdekatnya juga bisa memiliki kanker yang sama.
Dengan ketegaran dan dukungan orang-orang terdekatnya, Ranti beryekad akan memenangkan perjuangan ini. Kelak suatu hari ia akan dikenal sebagai seorang survivor, bukan korban dari Kanker. Membaca memoar Ranti membuat saya mengenang kembali masa-masa perjuangan Mama. Sayangnya, beliau kalah berjuang melawan kanker ganasnya tepat ketika saya berusia 7 tahun. Sebagai keluarga dari seorang penderita kanker, saya mampu memahami bagaimana perasaan orang-orang terdekat Ranti. Mungkin seperti Sang Suami, yang akhirnya menangis tersedu-sedu ketika melihat helai demi helai rambut Ranti rontok (hal.226), yang ikut-ikutan membuat saya menangis sesenggukan juga (di kereta!!). Atau bagaimana kekakuan Sang Papa yang curhat dadakan sambil nyetir mobil kaya pembalap, sukses membuat mantunya sport jantung dadakan (Hal.172). Tapi Ranti beruntung, dia dikelilingi banyak sekali teman-teman dan sahabat yang benar-benar mendukungnya, di buku ini juga diceritakan bagaimana Ranti bersikap sebagai anak muda yang masih butuh teman buat ngasih perhatian, becandaan, ketawa atau nangis serempakan. Juga sebagai teman yang saling bersikap dewasa, merencanakan masa depan, menghadapi kenyataan.
Buku ini saya baca di kereta, bolak-balik Solo-Jogja, dan karena cara berceritanya yang seru, sukses membuat saya tersenyum-senyum sendiri, lalu tiba-tiba di bagian tertentu saya meneteskan air mata haru, tapi kemudian saya ketawa lagi seringnya karena kekonyolan Sang Suaminya Ranti (Alhasil di kereta diliatin orang-orang, tapi tak masalah, biar mereka penasaran dan siapa tahu jadi ikutan mau baca :p). Di dalamnya juga diberi banyak pengetahuan tentang kanker payudara dan treatment obatnya, jadi baca memoar sekaligus dapat pengetahuan. Keren, kan? Ceritanya Ranti juga mengingatkan saya, bahwa kanker bisa dikalahkan, segala upaya pasti dibalas Tuhan dengan setimpal dan selalu diberikan yang terbaik. :)
5/5 bintang untuk perjuangannya Ranti. Selamat karena telah memenangkan perjuangan melawan penyakit ”terkutuk” itu, kanker.
Judul : The Conch Bearer; Keong Ajaib
Penulis : Chitra Banerjee Divakaruni
Alih Bahasa : Gita Yuliani K.
Penerbit : Gramedia
Cetakan Pertama : Februari 2004
Tebal : 272 halaman, paperback
Nama anak laki-laki itu Anand, umurnya dua belas tahun. Ia hidup di Kolkata, India, bersama Ibu dan seorang adik perempuannya yang bernama Meera. Ayahnya bekerja di Dubai tetapi sudah beberapa bulan ia tidak mengirimkan kabar lagi kepada keluarganya. Sedangkan uang tabungan ibunya sedikit demi sedikit mulai habis digunakan untuk biaya pengobatan Meera, gadis kecil itu berubah menjadi pendiam dan sering ketakutan setelah suatu peristiwa mengerikan menimpanya.
Anand terpaksa berhenti sekolah, ia membantu Ibunya mencari uang dengan bekerja di kedai milik Haru. Meski sering dicaci maki dan diberi makanan basi, Anand tetap bertahan demi rupee-rupee yang nantinya akan ia berikan kepada Ibunya yang bekerja sebagai tukang masak. Meski hidupnya berkesusahan, Anand masih memiliki imajinasi yang tinggi, ia berharap memiliki benda ajaib yang bisa menyembuhkan Meera dari penyakitnya dan mengembalikan Ayahnya ke tengah-tengah keluarga mereka.
Suatu hari Anand menolong seorang kakek yang diusir Haru dari kedainya. Anand memberikan secangkir teh dan jatah makan siangnya kepada kakek itu. Malamnya ketika Anand pulang dari tempat bekerja, ia dan Meera yang sedang di dalam rumah tiba-tiba didatangi Kakek tua itu. Kakek itu bercerita bahwa dia adalah seorang Sang Penyembuh. Ia bertugas mengembalikan sebuah Keong. Tapi bukan sembarang Keong, Keong itu keramat dan berkekuatan dahsyat dan harus segera dikembalikan ke sebuah tempat bernama Lembah Perak, karena terancam bahaya. Surabhanu, sebut saja Sang Pemelihara Keong yang berniat buruk sedang memburu keong itu untuk digunakan menguasai dunia. Kakek itu mengajak Anand untuk ikut bersamanya menyelamatkan keong itu dengan pergi ke Lembah Perak.
Awalnya Anand tidak percaya, tetapi ia melihat bukti bahwa keong itu adalah keong yang luar biasa. Warnanya indah dan memancarkan keindahan ke tiap sudut gubuknya, padahal ukuran keong itu kecil, tidak lebih besar daripada telapak tangannya. Yang lebih meyakinkan Anand adalah karena Sang Penyembuh itu ternyata bisa menyembuhkan Adiknya, Meera.
Perjalanan Anand dan Sang Penyembuh yang bernama Abadhyatta itu juga ditemani oleh seorang anak perempuan bernama Nisha. Mereka mengalami berbagai macam petualangan yang menegangkan, bahkan mengancam nyawa mereka sendiri hanya demi sebuah keong. Surabhanu yang kuat juga mengganggu Anand dalam mimpi dan lewat khayalannya. Ia bahkan hampir membunuh Abadhyatta lewat tangan Anand sendiri. Sementara kerinduan Anand kepada keluarganya semakin menjadi-jadi, membuat ia ingin pulang ke rumah dan berada di pelukan Ibunya yang nyaman bersama adiknya yang telah sembuh. Yang jadi pertanyaan, Mampukah Anand dan kedua teman perjalanannya itu berhasil membawa keong kembali ke Lembah Perak?
” Bahaya akan menimpa kita kapan saja. Kita tidak bisa menghentikannya. Kita hanya bisa berusaha mempersiapkan diri. Tidak ada gunanya menunggu-nunggu bencana dan menderita pengaruhnya bahkan sebelum ia datang.” Hal. 102
” Untuk bisa meraih sesuatu yang besar, seseorang harus melepaskan cengkeramannya atas sesuatu yang lain yang juga sama disukainya.”
4 bintang untuk Anand dan keong. :D
seorang yang ahli di bidangnya dan juga ahli mengoptimalkan energi dalam dirinya secara terus-menerus buat kebaikan diri sendiri dan orang lain. Hal. 5
Sikap itu lebih penting daripada kepandaian, keahlian khusus dan keberuntungan. Hal.83
Sikap adalah ahli perpustakaan masa lalu kita, juru bicara masa sekarang kita dan nabi bagi masa depan kita. Hal. 92.