Slide Show

Agustus 24, 2011

Sang Pahlawan : Heroes of The Valley


Penulis : Jonathan Stroud

Tebal : 488 halaman, paperback

Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama

Cetakan Pertama : April 2011

ISBN : 978-979-22-6959-8


Ini kisah tentang Pahlawan di suatu lembah dimana 12 klan hidup berdampingan. Tersebutlah Halli Sveinsson, keturunan dari Svein sang Pendiri salah satu Klan. Halli lahir di pertengahan musim dingin. Kepercayaan di sana mengatakan bahwa anak-anak yang lahir di pertengahan musim dingin kelak akan menjadi anak yang berkaitan dengan hal-hal gaib dan rahasia.


Di sekeliling Klan-klan, ada deretan makam-makam batu yang memanjang membentuk barisan pertahanan. Tersebutlah Trow, jenis makhluk yang tidak ada satupun orang yang benar-benar pernah melihatnya. Trow adalah makhluk yang paling ditakuti di seluruh penjuru lembah. Cerita akan pertarungan para penguasa Klan dengan Trow di masa lalu terus diceritakan turun-temurun. Pantangan dinyatakan terang terangan, bahwa tidak ada seorang pun yang boleh melewati makam batu setelah matahari terbenam. Trow berkeliaran dan semua yang nekad melanggar peraturan itu telah dikabarkan hilang. Makam-makam batu itu adalah makam orang-orang yang dahulunya hidup di Klan, saat hidup mereka mengabdi pada Klan, dan setelah mati kehormatan besar juga disematkan kepada mereka. Makam mereka akan menjaga Lembah agar Trow tidak bisa memasukinya.


Peta Lembah dan Kediaman 12 Klan


Halli tumbuh menjadi anak yang terkenal sering membuat keonaran. Ia tak bisa diam, nekad dan ceroboh. Ia selalu penasaran akan keberadaan Trow dan kagum akan cerita-cerita kepahlawanan Svein jaman dulu. Ia selalu ingin menjadi pahlawan seperti Svein, bertempur melawan Trow, melebarkan kekuasaan Klan dan menjadi sosok yang disegani semua orang.


Suatu hari terjadi tragedi, ketika Klan Harkon berkunjung ke Kediaman Klan Svein, Olaf adik dari pemimpin Klan Harkon membunuh Brodir, Paman Halli. Halli yang menyaksikan pembunuhan itu menjadi geram, ia berniat menuntut balas terhadap Klan Harkon. Darah dibalas dengan darah, Maka kematian Brodir harus dibalas dengan kematian pembunuhnya. Tetapi orangtuanya melarangnya, ini akan diselesaikan Dewan Hukum, Klan Harkon akan dimintai gantirugi berupa tanah, setelah itu selesai semua perkara.


Bukan Halli namanya kalau ia menerima begitu saja peraturan. Semangatnya untuk berkelana yang sudah lama terpendam akhirnya meluap, ia akan berjalankaki ke Lembah Bawah, ke Klan Harkon di dekat Laut untuk menuntut balas. Sudah saatnya Sang Pahlawan dilahirkan kembali, dan ia lah yang akan menjadi pahlawan tersebut.


Namun sanggupkah Halli bertahan dalam perjalanannya yang kelak melelahkan itu? Sanggupkah ia membunuh Olaf Harkonsson, dan kembali sebagai Sang Pahlawan? Lalu bagaimana dengan para Trow, mungkinkah suatu saat Halli bisa melihat makhluk seperti apa mereka sebenarnya?


Buku yang terdiri dari 4 Bab ini entah mengapa waktu awal membaca, ketertarikan saya sempat berkurang. Baru setelah di Bab 3 mulai terasa petualangannya. Tokoh Halli yang di awal cerita sering mendapat masalah juga diceritakan dengan baik, sampai saya cukup menganggap ia benar-benar Halli yang menyebalkan. Kisah yang berlatarkan suasana kepahlawanan ini menurut saya akan bagus bila dijadikan film. Tidak seperti Karya Stroud sebelumnya, Bartimaeus yang penuh visual efek kalo dijadikan film, Sang Pahlawan ini lebih mudah dibayangkan latar ceritanya. Sayangnya dari awal saya sudah sedikit kecewa, balas dendam bukanlah topik yang saya suka sebenarnya. Tapi saya menuntaskan membaca dan mendapati kecerdikkan Halli di akhir cerita.


Ternyata Ia tak semembosankan yang saya duga. :)


Dan untuk website bukunya, bisa berkunjung ke http://www.heroesofthevalley.co.uk/the_book.html

Agustus 21, 2011

The Necromancer , The Secrets of The Immortal Nicholas Flamel #4


Penulis : Michael Scott
Penerbit : Matahati
Cetakan Kedua : Februari 2011
Tebal : 492 Halaman

Bagi yang belum membaca 3 seri sebelumnya..Awas Spoiler!!

Resensi ini hanya diperuntukkan bagi yang telah membaca seri 1-3 nya.

Akhirnya Josh dan Sophie pulang ke Rumah Bibi Agnes di Sacramento Street. Rasanya sudah lama sekali mereka meninggalkan rumah, meski tepatnya belum ada seminggu sejak kepergian mereka bertualang bersama pasangan Flamel. Saat sampai di rumah, kejutan rupanya tak henti juga mendatangi mereka. Kali ini seorang yang mirip sekali dengan Scathach. Tunggu sebentar, bukankah seharusnya Joan dan Scathach hilang di gerbang Ley? Ah ya, tentu akan lebih seru kalau kalian baca sendiri kisah sebenarnya.
Ternyata Josh dan Sophie masih harus segera mempersiapkan diri setelah pembangkitan aura keduanya, Josh si Emas harus segera menguasai Sihir Api. Kali ini pilihan Tetua yang akan mengajarinya adalah Prometheus, Ayah dari semua Humani. Dari auranya lah para Humani dibangkitkan.
Di tempat lain, Dee telah merencanakan rencana kotor lainnya. Setelah ia dijadikan buronan oleh para Tetua, kehidupannya berada di ujung bahaya. Tapi Bukan Dee namanya kalau tidak memiliki rencana sempurna lainnya. Ia akan membangkitkan Coatlicue, monster yang akan menyerang semua Tetua sementara Dee akan menguasai dunianya sendiri.
Sementara itu rahasia-rahasia mengenai Perenelle dan Nicholas semakin terungkap. Kerumitan dari kebohongan yang dilakukan pasangan Flamel akhirnya mengancam keselamatan Si Kembar. Dan Machiavelli sedang bersiap-siap melepaskan seluruh monster di Alcatraz ke dunia manusia. Masih adakah yang bisa diselamatkan?
Seri keempat ini cukup seru, meski awalnya cenderung membosankan karena munculnya beberapa tokoh baru lagi. Alurnya terasa terlalu cepat, 4 buku terjadi dalam waktu kurang dari seminggu. Padat, bahkan terkesan terlalu kompleks. Tapi pada intinya saya suka sejarah yang dimasukkan ke dalamnya. Ini membuat saya bertanya-tanya, mungkinkah Indonesia suatu saat juga bisa dijadikan latar cerita seperti ini, ya? Negeri kita kan kaya Legenda dan tempat-tempat eksotis.. Tiga/Lima bintang untuk seri empat ini :)

The Last Narco : Memburu El Chapo, Raja Narkoba Paling Dicari di Dunia



Judul Buku : The Last Narco : Memburu El Chapo, Raja Narkoba Paling Dicari di Dunia

Penulis : Malcolm Beith

Penerbit : Serambi

Tebal : 495 halaman

Cetakan I : Juli 2011


Ini adalah kisah tentang El Chapo, raja narkoba yang paling berkuasa di Meksiko. Buronan yang paling dicari oleh Interpol di seluruh dunia. Chapo, atau yang memiliki nama asli Joaquin Archivaldo Guzman Loera lahir pada 4 April 1957 di La Tuna de Badiraguato, Sinaloa. Ia tumbuh di keluarga petani yang miskin tanpa adanya peluang untuk mengenyam pendidikan maupun mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang layak.


Tapi hidup telah mengubahnya, setelah berkenalan dengan kartel narkoba dan memiliki sifat yang ingin berkuasa, saat ini ia dianggap sebagai salah satu orang terkaya di dunia. Bahkan majalah finansial terkemuka Forbes menempatkan Chapo ke dalam daftar miliarder tahunan mereka pada tahun 2009.



Kartel Sinaloa, yang dikuasai Chapo, diyakini bertanggungjawab terhadap distribusi kokain dalam jumlah besar di Eropa, Amerika Latin dan Afrika Barat. Anehnya berbagai cobaan penagkapan Chapo seringkali berakhir dengan kegagalan. Hal ini menimbulkan bisik-bisik yang menyebutkan adanya permainan kotor pemerintah, bahkan juga tangan para penegak hukum. Pernah pada 22 November 1995, Chapo dijeboskan ke dalam penjara, tapi dengan kekuatannya ia mampu melarikan diri dari Puente Grande, ia bertransaksi dengan “sistem” di dalam penjara.


Meski Kartel Chapo begitu berkuasa, seringkali ia berseteru dengan kartel lainnya untuk berebut wilayah kekuasaan. Kepala yang bergelindingan, bom-bom dan senjata-senjata laras panjang yang dibunyikan sudah tak asing lagi bagi warga sekitar. Itu adlah pemandangan biasa dalam hidup mereka, hidup yang suram dan pemerintah selalu diam. DEA, Badan Anti Narkoba Amerika Serikat juga memburu Chapo dan kroni-kroninya. Kartel Meksiko diyakini telah menyelundupkan banyak kokain dan heroin ke California, Texas dan pantai timur Amerika Serikat. Sayangnya, seperti yang sudah bisa ditebak, penangkapan Chapo masih sulit dilakukan. Bahkan tak sedikit korban dari DEA jatuh akibat perang dengan kartel-kartel saat melakukan penyelidikan.


Tak hanya lewat kekerasan, Chapo juga mendistribusikan narkobanya dengan cerdas. Ia mendistribusikan Obat-obatan haram itu dengan membuat lorong bawah tanah sepanjang 60 meter dari sebuah gudang ke rumah pengacara Chapo di Sonora. Kali lain dia mendistribusikannya lewat kaleng-kaleng bekas makanan. Ambisinya untuk menjadi yang paling berkuasa dan tidak merasakan pahitnya kemiskinan telah menjadikannya bertangan dingin.

Korban terus berjatuhan, sementara Chapo terus mengembangkan wilayah kekuasaannya. Tapi dapatkah buronan ini bisa ditangkap?


Ini buku Biografi pertama yang saya baca, ketegangan dan konflik yang ada di dalamnya pada awalnya cukup seru untuk dilanjutkan. Fakta-fakta mengenai perang perdagangan Narkoba juga diceritakan dengan lengkap. Bagi pencinta dunia konflik, korupsi dan perseteruan berdarah dan Novel biografi, yg satu ini harus masuk dalam daftar buku yang anda baca. Sayangnya novel ini kurang banyak dialog di dalamnya. Fakta mengenai kartel narkoba juga kurang saya nikmati, tapi bisa jadi buku yang tidak saya suka ternyata malah anda suka kan? :)


Sekilas tentang Malcolm Beith, Sang penulis



Malcolm Beith adalah seorang penulis yang menetap di Meksiko City. Ia menulis tentang perang narkoba untuk Newsweek, Slate, World Politics Review dan Jane’s Intelligence Weekly. Selain itu dia juga menjadi kontributor untuk Foreign Policy dan Soldier of Fortune. Ia pernah menjadi editor The News, harian nasional Meksiko yang berbahasa Inggris. Beith juga pernah menjadi editor Newsweek International, di mana ia mendapatkan pengalaman reportase di Irak, Haiti, Meksiko dan Kolombia. Artikelnya yang mengupas mengenai Irak diganjar Clarion Journalism Award oleh The Assocoation of Women in Communications.

Agustus 18, 2011

Kuantar Ke Gerbang


Penulis : Ramadhan K. H
Cetakan Pertama : Maret 2011
Penerbit : Bentang Pustaka
Tebal : 432 halaman, Soft cover
ISBN : 978-602-8811-32-3

Ini adalah sejarah, kisah cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno, kisah perjuangan saat masa penjajahan Belanda, ketika penjajahan Jepang, perjuangan Bangsa Indonesia menuju kemerdekaan.

Sejujurnya, ketika mendengar nama istri Bung Karno, maka yang terlintas di benak saya hanya Ibu Fatmawati, wanita yang menjahit bendera kebangsaan kita untuk dikibarkan pada saat proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 silam. Buku ini memberitahu saya, bahwa tersebutlah Ibu Inggit Garnasih, Istri Bung Karno yang menjadi Ibu, kekasih, dan kawan seperjuangan Bung Karno.
Cerita ini diawali ketika Ibu Inggit dan suaminya, Sanusi, menerima Kusno untuk tinggal di rumah mereka di Bandung. Kusno adalah seorang studen, mahasiswa ITB, yang dititipkan oleh H.O.S Tjokroaminoto untuk belajar di Bandung, sedangkan tempat tinggalnya menumpang pada rumah Ibu Inggit dan suami.

Rumah Ibu Inggit di Bandung, sekarang di Jl. Inggit Ganarsih No. 8
Kusno yang demikian dekat dengan Ibu Inggit, akhirnya menyatakan cinta kepada nyonya rumah itu. Cinta itu disambut juga oleh Ibu Inggit, meski saat itu ia masih berstatus sebagai istri dari Sanusi. Suatu ketika, Kang Uci yang telah berbicara dengan Kusno, menyetujui perceraian antara ia dengan Ibu Inggit, dengan ketentuan Ibu Inggit harus jadi menikah dengan Kusno, segera.
“Akang rido. Kalau Eulis menerima lamaran Kusno itu dan kalian berdua nikah.” – Hal. 38
Maka setelah idah, menikahlah Ibu Inggit dengan Sukarno tak peduli dengan perbedaan umur dimana Ibu Inggit jauh lebih tua. Rumah tangga mereka diliputi kehangatan dan saling menolong. Kusno yang masih studi, menjadikan Ibu Inggit tidak bisa menjadikan Kusno sebagai tulang punggung keluarga. Meskipun begitu, Ibu Inggit ikhlas memenuhi kebutuhan rumah tangga dari usahanya sendiri. Yang ada di pikirannya saat itu hanyalah satu : Kusno harus cepat menyelesaikan sekolahnya. Mesti jadi Insinyur!!
”Aku memberikan cinta, kehangatan, hormat, ketulusan. Aku tenggelamkan diriku pribadi, Aku hilangkan kepentinganku sendiri. ” – Hal. 46

Surat nikah Bung Karno dan Ibu Inggit
Jelas Ibu Inggit mencintai Kusno, mendorong dan memujanya. Ibu Inggit benar menjadi kawan yang menguatkan Kusno, menemani dan mendorongnya dalam politik, dan selalu mengingatkannya untuk benar studi dan menyelesaikan kuliahnya dengan segera.
Suatu hari, Ibu Inggit dan Kusno merawat bayi kemenakan Ibu Inggit. Orang tua bayi itu setuju, dan Kusno terlihat senang sekali. Bayi itu diberi nama Ratna Djuami oleh Kusno, dengan panggilan kesayangan Omi.
Sebagai seorang penggerak politik, Kusno tentu tak lepas dari jeratan bui. Ketika mengadakan perjalanan ke Yogyakarta, ia ditahan bersama beberapa orang lainnya oleh tentara Belanda, lalu dikirim ke penjara di Bandung, di bui Banceuy. Ibu Inggit setiap hari selalu mengunjungi penjara, mencari tahu keadaan suaminya, membawakan makanan kesukaannya, membawakan koran, dan menguatkan diri untuk bertahan hidup di tengah kondisi pelik seperti itu. Sebulan lamanya Ibu Inggit terus berusaha dan akhirnya diberi kesempatan untuk bertatap langsung dengan suaminya yang masih berstatus tahanan itu. Keputusan peradilan yang belum juga dijatuhkan, jauhnya dari kehidupan sehari-hari yang biasanya penuh dengan diskusi, orasi di sana- sini dan keadaan penjara yang tak nyaman membuat Kusno mulai kecil hati. Saat itulah, Ibu Inggit terus menguatkan Kusno, kesayangannya, untuk terus berjuang, pantang luntur semangat.
29 Desember 1931, akhirnya Bung Karno dibebaskan. Setelah proses peradilan yang tak adil, kurungan 2 tahun di bui, dipindahkan ke penjara Sukamiskin yang lebih jauh dari kota, akhirnya Ibu Inggit bisa bernapas sedikit lega karena bisa bersatu lagi dengan kekasihnya.
Hari-hari berikutnya diisi dengan perbincangan politik, rapat di sana-sini dan seringnya Ibu Inggit dan Omi juga ikut menemani Kusno ke mana-mana. Hingga suatu hari, Kusno dijebloskan lagi ke dalam bui. Pemerintah Belanda telah memutuskan bahwa Soekarno akan dibuang ke Ende, Flores.
Rumah Tahanan Bung Karno di Jl. Perwira, Ende.


”Jangankan ke pembuangan, sekalipun ke dasar lautan aku pasti ikut. Kus jangan waswas mengenai itu. Jangan ragu akan kesetiaanku” – Hal. 265
Maka ikutlah Ibu Inggit dan Omi menemani Bapaknya ke Ende, pulau kecil yang terasing dan jauh dari Pulau Jawa. Di sana mereka mengangkat seorang anak lagi yang bernama Kartika. Utamanya sebagai teman main Omi yang jauh dari teman-teman sebayanya. Pemerintah setelah beberap lamanya akhirnya memutuskan pembuangan Bung Karno ke Bengkulu. Maka ikut sertalah mereka semua pindah ke Bengkulu. Kelak di Bengkulu ini perseturuan rumah tangga Ibu Inggit dan Kusno dimulai, dengan hadirnya wanita baru dalam hidup mereka, Fatmah atau yang biasa kita kenal dengan Fatmawati.
Rumah Tahanan Bung Karno di Bengkulu, sekarang di Jl. Soekarno Hatta, Bengkulu
Kesetiaan Ibu Inggit mendampingi Bung Karno di masa awal perjuangannya menjadikan saya salut akan keteguhan dan kesetiaannya. Seorang wanita yang mampu berperan menjadi Ibu, Kekasih dan Kawan di saat kapanpun dibutuhkan. Terlebih ia mandiri secara ekonomi, tidak bergantung kepada pemberian suami. Sebuah buku yang menggugah dan memperingatkan saya sebagai wanita, sebagai suami dan sebagai seorang Ibu...

Untung Surapati


Penulis : Yudhi Herwibowo

Penerbit : Metamind – Tiga Serangkai

Cetakan pertama : Februari 2011

Tebal : 660 halaman

ISBN : 978-602-98549-1-6


Perjalanan ini dimulai dengan dipilihnya dua orang budak anak-anak di pasar Banten oleh Kapitein Van Beber, perwira VOC senior yang sebelumnya bertugas di Makasar. Kepindahannya ke Batavia membuat ia membutuhkan budak untuk membantu mengangkut barang-barang dan keperluan lainnya. Namun setibanya di Batavia, kehadiran dua budak anak-anak itu sudah tidak dibutuhkan lagi, maka ia memberikan budak-budak itu kepada seorang sahabatnya, saudagar dari Belanda yang bernama Mijnheer Moor.


Mijnheer Moor memiliki seorang anak perempuan bernama Suzanne, kedua budak anak-anak yang diketahui bernama Si Pande dan Si Kurus itu dengan cepat menjadi teman bermain bagi Suzanne. Nona kecil itu yang tadinya sakit-sakitan berubah menjadi periang dan semakin sehat, kehidupan si Pande dan Si Kurus pun berubah menjadi jauh lebih layak, karena mereka lebih banyak diperintahkan untuk menemani Juffrouw Suzanne bermain daripada bekerja keras sebagai budak.


Suatu hari, si Pande melarikan diri dari rumah Mijnheer Moor, ia menginginkan kebebasan sepenuhnya, meninggalkan Si Kurus yang memang tidak mau diajak pergi bersamanya. Dari hari-hari itulah, Si Kurus mulai menghabiskan harinya berdua saja dengan Suzanne. Ketika Si Kurus tinggal di rumah Mijnheer Moor, hari-hari penuh keberuntungan selalu memayungi Mijnheer Moor, ini yang membuat Mijnheer Moor memutuskan untuk memberikan nama bagi anak laki-laki itu bukan dengan sebutan Si Kurus lagi, tetapi berubah menjadi Untung.


Persahabatan yang dijalani Suzanne dan Untung berdua saja tak urung menanamkan benih-benih cinta diantara keduanya, meski akibatnya Mijnheer Moor marah besar dan menyiksa Untung dengan menjebloskannya ke dalam penjara bersama tahanan lainnya. Tapi Suzanne demikian besar memperjuangkan cintanya terhadap Kakak sepermainannya itu, maka ia membantu Untung dan seluruh tawanan untuk melarikan diri.


Untung yang kemudian melarikan diri bersama Suzanne, memilih kediaman Ki Tembang Jara Driya yang merupakan guru bela dirinya selama ini sebagai tempat persembunyian. Tetapi akhirnya Untung memilih berpisah dari Suzanne, demi keselamatan mereka berdua yang sudah pasti dikejar oleh pasukan Mijnheer Moor.


Dari pelarian diri inilah, Untung mulai melakukan penyerangan terhadap VOC sedikit demi sedikit. Ia melakukan penyerangan dengan teman-teman yang melarikan diri bersamanya yang telah mengikat janji untuk terus mengikuti Untung kemanapun ia pergi. Peperangan yang satu demi satu terus dilalui Untung dan pasukannya makin meneguhkan namanya sebagai seorang yang ditakuti oleh VOC, disegani para pemberontak lainnya dan dikagumi rakyat jelata. Sementara banyak penguasa daerah yang diam-diam memberikan bantuan kepadanya, tak sedikit pula yang secara terang-terangan menentang Untung dan membela VOC. Mereka menganggap Untung dan gerombolannya hanyalah kelompok kraman (perampok) biasa.


Perjalanan Untung ini berawal dari Batavia, lalu memenuhi janjinya terhadap Pangeran Purbaya untuk mengembalikan istri Pangeran, Raden Ayu Goesik Kusuma ke Kartasura, dan terus melawan VOC dengan bertahan di Pasuruan. Novel sejarah ini alurnya cepat, meski penuh detail kesejarahan, tapi masih bisa membuat kita betah membacanya. Juga terlihat ciri khas tulisan Mas Yudhi yang banyak menyertakan detail tempat atau suasana dan sering menyelipkan keindahan bahasa dalam beberapa bagian cerita,


“Dan bagaimana engkau melukiskan waktu? Mungkin itu bagai walet-walet yang selalu terbang di atas kepala kita, kala senja mulai tiba. Tak pernah benar-benar tersadari. Karena engkau tak akan pernah benar-benr mencoba untuk menghitungnya? “

Sayangnya masih ada beberapa kali ketidak konsistenan penulisan nama, atau kesalahan pengejaan dan beberapa typo yang cukup membuat saya terganggu waktu membacanya. Tapi selain itu, novel ini membuat saya yang tadinya paling ngantuk kalau baca buku sejarah menjadi bersemangat. 4 bintang untuk Untung Surapati!!


Sedikit tentang Untung Surapati dan sastra


Seorang penulis bernama Melati van Java mengangkat kisah Untung Surapati dalam sebuah roman berbahasa Belanda. Roman tersebut berjudul Van Slaaf Tot Vorst, diterbitkan oleh Blom & Olivierse pada tahun 1887 dalam Bahasa Belanda. Melati van Java adalah nama samaran dari Nicolina Maria Sloot, seorang Belanda yang dilahirkan dan pernah menetap selama 18 tahun di Semarang. Selain Melati van Java, Abdoel Moeis juga mengangkat kisah tentang Untung Surapati dalam bentuk roman. Seperti yang telah banyak kita ketahui, Abdoel Moeis adalah pengarang Salah Asuhan, dan pernah menerjemahkan Tom Sawyer Anak Amerika pada tahun 1928.


Karya Melati van Java pada tahun 1898 terbit di tanah Hindia, diterjemahkan oleh FH Wiggers. Wiggers dikenal sebagai jurnalis peranakan Eropa yang memelopori produksi karya-karya sastra di negeri ini. Tapi sayangnya saya belum berhasil menemukan referensi lainnya yang menyebutkan tentang roman sejarah ini.


Ya, seperti kisah manusia pada umumnya, demikian juga dengan kisah pejuang. Selalu ada roman yang mengiringi jejak-jejak mereka yang bersejarah...

Salam,

Salam,