Slide Show

Agustus 18, 2011

Kuantar Ke Gerbang


Penulis : Ramadhan K. H
Cetakan Pertama : Maret 2011
Penerbit : Bentang Pustaka
Tebal : 432 halaman, Soft cover
ISBN : 978-602-8811-32-3

Ini adalah sejarah, kisah cinta Ibu Inggit dengan Bung Karno, kisah perjuangan saat masa penjajahan Belanda, ketika penjajahan Jepang, perjuangan Bangsa Indonesia menuju kemerdekaan.

Sejujurnya, ketika mendengar nama istri Bung Karno, maka yang terlintas di benak saya hanya Ibu Fatmawati, wanita yang menjahit bendera kebangsaan kita untuk dikibarkan pada saat proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 silam. Buku ini memberitahu saya, bahwa tersebutlah Ibu Inggit Garnasih, Istri Bung Karno yang menjadi Ibu, kekasih, dan kawan seperjuangan Bung Karno.
Cerita ini diawali ketika Ibu Inggit dan suaminya, Sanusi, menerima Kusno untuk tinggal di rumah mereka di Bandung. Kusno adalah seorang studen, mahasiswa ITB, yang dititipkan oleh H.O.S Tjokroaminoto untuk belajar di Bandung, sedangkan tempat tinggalnya menumpang pada rumah Ibu Inggit dan suami.

Rumah Ibu Inggit di Bandung, sekarang di Jl. Inggit Ganarsih No. 8
Kusno yang demikian dekat dengan Ibu Inggit, akhirnya menyatakan cinta kepada nyonya rumah itu. Cinta itu disambut juga oleh Ibu Inggit, meski saat itu ia masih berstatus sebagai istri dari Sanusi. Suatu ketika, Kang Uci yang telah berbicara dengan Kusno, menyetujui perceraian antara ia dengan Ibu Inggit, dengan ketentuan Ibu Inggit harus jadi menikah dengan Kusno, segera.
“Akang rido. Kalau Eulis menerima lamaran Kusno itu dan kalian berdua nikah.” – Hal. 38
Maka setelah idah, menikahlah Ibu Inggit dengan Sukarno tak peduli dengan perbedaan umur dimana Ibu Inggit jauh lebih tua. Rumah tangga mereka diliputi kehangatan dan saling menolong. Kusno yang masih studi, menjadikan Ibu Inggit tidak bisa menjadikan Kusno sebagai tulang punggung keluarga. Meskipun begitu, Ibu Inggit ikhlas memenuhi kebutuhan rumah tangga dari usahanya sendiri. Yang ada di pikirannya saat itu hanyalah satu : Kusno harus cepat menyelesaikan sekolahnya. Mesti jadi Insinyur!!
”Aku memberikan cinta, kehangatan, hormat, ketulusan. Aku tenggelamkan diriku pribadi, Aku hilangkan kepentinganku sendiri. ” – Hal. 46

Surat nikah Bung Karno dan Ibu Inggit
Jelas Ibu Inggit mencintai Kusno, mendorong dan memujanya. Ibu Inggit benar menjadi kawan yang menguatkan Kusno, menemani dan mendorongnya dalam politik, dan selalu mengingatkannya untuk benar studi dan menyelesaikan kuliahnya dengan segera.
Suatu hari, Ibu Inggit dan Kusno merawat bayi kemenakan Ibu Inggit. Orang tua bayi itu setuju, dan Kusno terlihat senang sekali. Bayi itu diberi nama Ratna Djuami oleh Kusno, dengan panggilan kesayangan Omi.
Sebagai seorang penggerak politik, Kusno tentu tak lepas dari jeratan bui. Ketika mengadakan perjalanan ke Yogyakarta, ia ditahan bersama beberapa orang lainnya oleh tentara Belanda, lalu dikirim ke penjara di Bandung, di bui Banceuy. Ibu Inggit setiap hari selalu mengunjungi penjara, mencari tahu keadaan suaminya, membawakan makanan kesukaannya, membawakan koran, dan menguatkan diri untuk bertahan hidup di tengah kondisi pelik seperti itu. Sebulan lamanya Ibu Inggit terus berusaha dan akhirnya diberi kesempatan untuk bertatap langsung dengan suaminya yang masih berstatus tahanan itu. Keputusan peradilan yang belum juga dijatuhkan, jauhnya dari kehidupan sehari-hari yang biasanya penuh dengan diskusi, orasi di sana- sini dan keadaan penjara yang tak nyaman membuat Kusno mulai kecil hati. Saat itulah, Ibu Inggit terus menguatkan Kusno, kesayangannya, untuk terus berjuang, pantang luntur semangat.
29 Desember 1931, akhirnya Bung Karno dibebaskan. Setelah proses peradilan yang tak adil, kurungan 2 tahun di bui, dipindahkan ke penjara Sukamiskin yang lebih jauh dari kota, akhirnya Ibu Inggit bisa bernapas sedikit lega karena bisa bersatu lagi dengan kekasihnya.
Hari-hari berikutnya diisi dengan perbincangan politik, rapat di sana-sini dan seringnya Ibu Inggit dan Omi juga ikut menemani Kusno ke mana-mana. Hingga suatu hari, Kusno dijebloskan lagi ke dalam bui. Pemerintah Belanda telah memutuskan bahwa Soekarno akan dibuang ke Ende, Flores.
Rumah Tahanan Bung Karno di Jl. Perwira, Ende.


”Jangankan ke pembuangan, sekalipun ke dasar lautan aku pasti ikut. Kus jangan waswas mengenai itu. Jangan ragu akan kesetiaanku” – Hal. 265
Maka ikutlah Ibu Inggit dan Omi menemani Bapaknya ke Ende, pulau kecil yang terasing dan jauh dari Pulau Jawa. Di sana mereka mengangkat seorang anak lagi yang bernama Kartika. Utamanya sebagai teman main Omi yang jauh dari teman-teman sebayanya. Pemerintah setelah beberap lamanya akhirnya memutuskan pembuangan Bung Karno ke Bengkulu. Maka ikut sertalah mereka semua pindah ke Bengkulu. Kelak di Bengkulu ini perseturuan rumah tangga Ibu Inggit dan Kusno dimulai, dengan hadirnya wanita baru dalam hidup mereka, Fatmah atau yang biasa kita kenal dengan Fatmawati.
Rumah Tahanan Bung Karno di Bengkulu, sekarang di Jl. Soekarno Hatta, Bengkulu
Kesetiaan Ibu Inggit mendampingi Bung Karno di masa awal perjuangannya menjadikan saya salut akan keteguhan dan kesetiaannya. Seorang wanita yang mampu berperan menjadi Ibu, Kekasih dan Kawan di saat kapanpun dibutuhkan. Terlebih ia mandiri secara ekonomi, tidak bergantung kepada pemberian suami. Sebuah buku yang menggugah dan memperingatkan saya sebagai wanita, sebagai suami dan sebagai seorang Ibu...

Untung Surapati


Penulis : Yudhi Herwibowo

Penerbit : Metamind – Tiga Serangkai

Cetakan pertama : Februari 2011

Tebal : 660 halaman

ISBN : 978-602-98549-1-6


Perjalanan ini dimulai dengan dipilihnya dua orang budak anak-anak di pasar Banten oleh Kapitein Van Beber, perwira VOC senior yang sebelumnya bertugas di Makasar. Kepindahannya ke Batavia membuat ia membutuhkan budak untuk membantu mengangkut barang-barang dan keperluan lainnya. Namun setibanya di Batavia, kehadiran dua budak anak-anak itu sudah tidak dibutuhkan lagi, maka ia memberikan budak-budak itu kepada seorang sahabatnya, saudagar dari Belanda yang bernama Mijnheer Moor.


Mijnheer Moor memiliki seorang anak perempuan bernama Suzanne, kedua budak anak-anak yang diketahui bernama Si Pande dan Si Kurus itu dengan cepat menjadi teman bermain bagi Suzanne. Nona kecil itu yang tadinya sakit-sakitan berubah menjadi periang dan semakin sehat, kehidupan si Pande dan Si Kurus pun berubah menjadi jauh lebih layak, karena mereka lebih banyak diperintahkan untuk menemani Juffrouw Suzanne bermain daripada bekerja keras sebagai budak.


Suatu hari, si Pande melarikan diri dari rumah Mijnheer Moor, ia menginginkan kebebasan sepenuhnya, meninggalkan Si Kurus yang memang tidak mau diajak pergi bersamanya. Dari hari-hari itulah, Si Kurus mulai menghabiskan harinya berdua saja dengan Suzanne. Ketika Si Kurus tinggal di rumah Mijnheer Moor, hari-hari penuh keberuntungan selalu memayungi Mijnheer Moor, ini yang membuat Mijnheer Moor memutuskan untuk memberikan nama bagi anak laki-laki itu bukan dengan sebutan Si Kurus lagi, tetapi berubah menjadi Untung.


Persahabatan yang dijalani Suzanne dan Untung berdua saja tak urung menanamkan benih-benih cinta diantara keduanya, meski akibatnya Mijnheer Moor marah besar dan menyiksa Untung dengan menjebloskannya ke dalam penjara bersama tahanan lainnya. Tapi Suzanne demikian besar memperjuangkan cintanya terhadap Kakak sepermainannya itu, maka ia membantu Untung dan seluruh tawanan untuk melarikan diri.


Untung yang kemudian melarikan diri bersama Suzanne, memilih kediaman Ki Tembang Jara Driya yang merupakan guru bela dirinya selama ini sebagai tempat persembunyian. Tetapi akhirnya Untung memilih berpisah dari Suzanne, demi keselamatan mereka berdua yang sudah pasti dikejar oleh pasukan Mijnheer Moor.


Dari pelarian diri inilah, Untung mulai melakukan penyerangan terhadap VOC sedikit demi sedikit. Ia melakukan penyerangan dengan teman-teman yang melarikan diri bersamanya yang telah mengikat janji untuk terus mengikuti Untung kemanapun ia pergi. Peperangan yang satu demi satu terus dilalui Untung dan pasukannya makin meneguhkan namanya sebagai seorang yang ditakuti oleh VOC, disegani para pemberontak lainnya dan dikagumi rakyat jelata. Sementara banyak penguasa daerah yang diam-diam memberikan bantuan kepadanya, tak sedikit pula yang secara terang-terangan menentang Untung dan membela VOC. Mereka menganggap Untung dan gerombolannya hanyalah kelompok kraman (perampok) biasa.


Perjalanan Untung ini berawal dari Batavia, lalu memenuhi janjinya terhadap Pangeran Purbaya untuk mengembalikan istri Pangeran, Raden Ayu Goesik Kusuma ke Kartasura, dan terus melawan VOC dengan bertahan di Pasuruan. Novel sejarah ini alurnya cepat, meski penuh detail kesejarahan, tapi masih bisa membuat kita betah membacanya. Juga terlihat ciri khas tulisan Mas Yudhi yang banyak menyertakan detail tempat atau suasana dan sering menyelipkan keindahan bahasa dalam beberapa bagian cerita,


“Dan bagaimana engkau melukiskan waktu? Mungkin itu bagai walet-walet yang selalu terbang di atas kepala kita, kala senja mulai tiba. Tak pernah benar-benar tersadari. Karena engkau tak akan pernah benar-benr mencoba untuk menghitungnya? “

Sayangnya masih ada beberapa kali ketidak konsistenan penulisan nama, atau kesalahan pengejaan dan beberapa typo yang cukup membuat saya terganggu waktu membacanya. Tapi selain itu, novel ini membuat saya yang tadinya paling ngantuk kalau baca buku sejarah menjadi bersemangat. 4 bintang untuk Untung Surapati!!


Sedikit tentang Untung Surapati dan sastra


Seorang penulis bernama Melati van Java mengangkat kisah Untung Surapati dalam sebuah roman berbahasa Belanda. Roman tersebut berjudul Van Slaaf Tot Vorst, diterbitkan oleh Blom & Olivierse pada tahun 1887 dalam Bahasa Belanda. Melati van Java adalah nama samaran dari Nicolina Maria Sloot, seorang Belanda yang dilahirkan dan pernah menetap selama 18 tahun di Semarang. Selain Melati van Java, Abdoel Moeis juga mengangkat kisah tentang Untung Surapati dalam bentuk roman. Seperti yang telah banyak kita ketahui, Abdoel Moeis adalah pengarang Salah Asuhan, dan pernah menerjemahkan Tom Sawyer Anak Amerika pada tahun 1928.


Karya Melati van Java pada tahun 1898 terbit di tanah Hindia, diterjemahkan oleh FH Wiggers. Wiggers dikenal sebagai jurnalis peranakan Eropa yang memelopori produksi karya-karya sastra di negeri ini. Tapi sayangnya saya belum berhasil menemukan referensi lainnya yang menyebutkan tentang roman sejarah ini.


Ya, seperti kisah manusia pada umumnya, demikian juga dengan kisah pejuang. Selalu ada roman yang mengiringi jejak-jejak mereka yang bersejarah...

Agustus 13, 2011

Cinta Tak Pernah Mati


Penerbit : Serambi
Penerjemah : Atta Verin dan Anton Kurnia
Cetakan I : Juni 2011
ISBN : 978-979-024-357-6
Akhirnya karena rasa penasaran sedemikian besarnya, saya memutuskan membaca buku ini. Seperti para reviewer buku sebelumnya yang mengatakan bahwa buku ini kereen, pada kenyataannya menurut saya buku ini benar-benar kereen. Baiklah, mungkin juga karena penulisnya adalah pengarang-pengarang terkemuka dari berbagai belahan dunia, Jepang, Prancis, Norwegia, Rusia, Inggris, Irlandia, India, Amerika Serikat dan Swedia. Lihat? Anda bisa berkeliling dunia hanya dnegan membaca satu buku kaya warna ini. Kumpulan cerita ini memberi makna baru akan ”cinta” dalam kamus hidup saya. Seperti di pandu oleh para penulisnya, saya menemukan makna cinta yang lain, bukan sekadar kisah pria wanita pada umumnya.
Sebuah cerita dengan judul Cinta Tak Pernah Mati diceritakan dalam buku ini oleh Honore de Balzac, ini kisah cinta istimewa antara seorang tentara dengan seekor macan betina di gurun pasir terasing. Kisah cinta keduanya berawal dari ketakutan si tentara yang akhirnya malah membuatnya mencintai macan betina yang ditemuinya di gurun. Cerita yang menarik juga diceritakan oleh Rudyard Kipling, dengan judul Hantu Mantan Kekasih. Penulis The Jungle Book (1894) ini menceritakan bagaimana kisah cinta masih tetap abadi, bahkan hingga maut memisahkan. Cara penceritaannya cukup membuat saya merinding, saya larut dalam ceritanya.
Kisah lainnya diceritakan Leo Tolstoy, dengan judul Kebahagiaan. Kisahnya tentang sepasang suami isteri yang menemukan kebahagiaan justru ketika seluruh hartanya habis dan mereka menjadi miskin. Bagaimana bisa? Temukan sendiri jawabannya dalam cerita ini.
Cerita cinta antara suami isteri yang tak biasa juga diceritakan dalam buku ini. Dalam judul Perkawinan, August Strindberg mengajak kita menemui pasangan suami isteri yang unik. Mereka menyewa tiga ruangan, di mana satu untuk Sang Suami, Satu untuk Sang Isteri dan satu lagi untuk studio tempat mereka bekerja. Bagaimana bisa mereka bertahan dalam bentuk pernikahan seperti itu? Strindberg menceritakannya dengan akhir yang tidak diduga.
Kalau saya harus memilih yang mana yang menjadi favorit saya, saya rasa sangat sulit. Setiap pengarang menceritakannya dengan gaya mereka masing-masing. Dengan keistimewaan makna cinta yang luas, saya rasa buku ini wajib dibaca, apalagi bagi Anda yang memiliki rasa ”cinta” terhadap karya sastra dan bagi Anda yang mencoba mencari makna ”cinta”. Selamat membaca, dan mohon jangan salahkan saya kalau Anda jadi penasaran sama buku ini, sebab buku ini memang layak membuat Anda penasaran !!
Agustus 11, 2011

The Boy Who Ate Stars

Pengarang : Kochka

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tebal : 104 halaman, paperback

Agustus, 2008

ISBN – 10 : 979-22-3927-8

ISBN -13 : 978-979-22-3927-0


Ini kisah tentang seorang gadis berusia 12 tahun bernama Lucy dengan temannya bernama Theo, bersama anjing kenalannya bernama Francois dan anak istimewa bernama Matthew. Kisah ini dimulai di Paris, di flat No. 11 di Rue Merlin, rumah Lucy. Ia dan keluarganya baru saja pindah ke flat tersebut, dan ia berencana berkenalan dengan seluruh tetangganya. Sebuah rencana yang fantastik telah disusunnya sampai suatu hari, ia bertemu Matthew.


Lucy memutuskan pergi ke lantai atas flatnya setelah semalam terdengar ada keributan kecil di sana. Di flat di lantai lima, sebuah gambar anak dengan telinga yang besar seperti telinga Gajah dan dua tangan yang besar seperti sayap ditempel di depan pintu. Lucy membunyikan bel dan seorang wanita membukakan pintu sambil tersenyum ramah. Di belakangnya terlihat seorang anak laki-laki tampan tiba tiba melesat melompat naik ke atas tubuhnya. Ia menggerakkan jari-jarinya di atas kepala Lucy, memainkan rambut Lucy. Wanita yang tadi membukakan pintu datang, menarik tubuh anak laki-laki itu dan menggantikan kepalanya untuk dipermainkan bocah itu, sebagai ganti kepala Lucy. Sebentar kemudian, Lucy berpamitan pulang, ia masih tidak paham apa yang terjadi dengan anak laki-laki itu.


Keesokannya Lucy bertemu lagi dengan Marie, wanita yang membukakan pintu di flat atas semalam, dari Marie ia mengetahui anak laki-laki itu adalah putranya yang bernama Matthew. Dia Autistik. Semenjak itu Lucy yang begitu penasaran akan arti autistik mulai mencari makna kata tersebut, sayangnya ia tidak puas dnegan makna dari kamus yang diberitahukan Ayahnya. Maka ia mendekati Matthew, Lucy tahu anak laki-laki itu istimewa sejak pertama kali mereka berjumpa.


Perjalanan Lucy tidak hanya mencoba mengenal dan membantu Matthew bersosialisasi. Seekor anjing milik kenalan orang tuanya, Francois nama anjing itu, juga masuk dalam agenda Lucy. Lucy harus menjadikan anjing itu sebagai anjing sebenarnya, menyalak dan bertingkah laku seperti anjing pada umumnya. Maka Lucy melakukannya bersama sama, ia membantu Matthew, mengajarkan Francois dan mengisi hari-hari dengan catatan catatan pengalamannya. Dari sini ia menemukan pengertian baru mengenai autistik, pengertian yang sama sekali berbeda dengan dalam kamus yang dulu pernah dibacanya.


Buku ini terdiri dari 10 bab, halamannya yang tipis dan huruf yang besar benar-benar memanjakan saya sebagai pembaca. Tidak butuh waktu sehari untuk membacanya. Lucy menceritakan pengalamannya secara sederhana, sehingga mudah mengikuti irama alurnya yang cepat. Banyak pengertian baru yang ditambahkan karena cara melihatnya dari segi pandang anak kecil. Meski begitu, banyak pesan moral yang disampaikan di buku ini, baik tersirat ataupun tersurat.

Salah satu contohnya :


”Kau hanya bisa melihat dengan hatimu, sebab matamu tidak sanggup menangkap apa yang penting”, Hal. 84

Buku yang sederahana namun kaya!! 4 dari 5 bintang untuk buku ini : )

Agustus 10, 2011

Di Antara Kebahagiaan, Cinta dan Perselingkuhan : 25 Cerpen Kahitna



Penulis : Kahitna dan kawan-kawan
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan I : Juli 2011
ISBN : 978-979-22-7287-1

Pertama kali denger buku ini akan diterbetin Gramedia, saya sudah ngincer. Maklum, Lagu-lagu Kahitna selalu ada di playlist "sendu" milik saya. Temanya selalu cinta. Kali ini saya penasaran akan cerita yang ada di dalam kumpulan cerita pendek ini.
Jumlah cerpen yang ada di dalam buku ini ada 25, sama dengan usia Kahitna yang sudah mengakarkan dirinya ke belantara musik Indonesia. 25 cerpen ini ditulis oleh para personil Kahitna, ada juga yang merupakan hasil tulisan dari teman-teman dekat dan fans mereka. Judul yang diambil juga merupakan judul-judul dari berbagai lagu yang telah dirilis mereka sebagai grup musik.

Judul pertama, Aku Dirimu Dirinya menceritakan tentang kisah cinta segitiga. Sama seperti beberapa kisah lain di buku ini, sebagian besar memang menceritakan tentang perselingkuhan atau tentang adanya orang ketiga. Seperti pada cerpen Untukku dan Bila Saya. Tapi tak melulu cinta perselingkuhan yang menjadi tema. Kesetiaan juga menjadi dasar dari beberapa cerita di buku ini, sebut saja kesetiaan seorang suami yang ditinggal pergi istrinya pada Suami Terbaik atau pada cerpen Tak Mampu Mendua.
Tentu saja yang dibahas bukan hanya cinta antara sepasang kekasih, pria dan wanita. Pada cerpen Everybody Need Somebody juga disisipkan tentang pencarian Tuhan dalam diri seorang tokohnya. Pada cerpen Takkan Terganti, menceritakan betapa tidak tergantikannya Ibu dalam hidup kita sebagai seorang manusia.
Sayangnya penulisan kata ganti orang di dalam beberapa ceritanya masih kurang pas. Terkadang penulis menuliskan nama tokoh, tapi kemudian ia menulis kata ganti aku untuk menggantikannya. Tapi keseluruhan isi cerpen dalam buku ini benar-benar puitis. Mungkin nggak sepuitis lagu, tapi pilihan diksi dan penempatan kata yang membentuk rima di tulisan-tulisan mereka, entah mengapa membuat saya betah membacanya lama-lama. Menikmatinya sejenak tidak tergesa gesa melangkah ke halaman selanjutnya.
Favorit saya cerpen Soulmate, milik Dhewi Bayu Larasati. Meski endingnya singkat *namanya juga cerpen*, tapi cerita ini paling bertahan di pikiran saya. Cerpen Tiamo Milik Carlo Saba juga bagus menurut saya. Atau cerpen Permaisuriku yang berakhir tragis juga bagus. Aah, entahlah, baca saja dan tentukan sendiri yang mana favorit anda. Setuju? :)

Salam,

Salam,