Slide Show

Tampilkan postingan dengan label X. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label X. Tampilkan semua postingan
Juni 09, 2012

Xar & Vichattan Buku Tiga : Empat tubuh Statera


Judul Buku : Xar & Vichattan Buku Tiga : Empat tubuh Statera
Penulis : Bonmedo Tambunan
Penyunting : Tendy Yulianes Susanto
Penerbit : Adhika Pustaka
Cetakan Pertama : Januari 2012
ISBN : 978-979-19991-6-8
Tebal : 434 halaman, paperback



Perhatian bagi yang belum membaca buku pertama dan kedua, mohon untuk berhati-hati membaca review buku ketiga ini. Karena saya nggak mau dianggap tebar spoiler. XD

.....

....

.....

Adakah yang lebih membahagiakan selain berhasil mengembalikan keamanan cahaya dari serbuan kegelapan? Selang setelah berhasilnya para pejuang cahaya menghilangkan Khalash dan pasukannya yang mungkin terpenjara di Void, kehidupan di Xar maupun Vichattan terlihat aman kembali. Tetapi ternyata ketenangan itu tidak berlangsung lama...

Bangkitnya pasukan Kegelapan membuat Xar, Vichatta dan Para Ahli waris Cahaya cukup terkejut. Pasalnya kali ini bukan Khalash yang memimpin melainkan Corbus, mantan pemimpin Ka-Xar yang memihak kepada kegelapan. Di buku sebelumnya kekejaman Corbus telah terbukti dengan teganya ia merenggut nyawa orang yang paling mencintai dia. Kali ini kebangkitan pasukan kegelapan di bawah tangan Corbus tak urung mengkhawatirkan para pewaris Cahaya. Niat untuk menghancurkan Kuil Kegelapan pun muncul, tetapi ternyata Kuil Kegelapan tidak boleh dihancurkan.

Aneh?

Begitulah, karena bagaimanapun keseimbangan perlu ada di antara Cahaya dan Gelap. Maka bila Kuil Kegelapan dihancurkan, bukan tidak mungkin kalau cahaya juga akan ada dalam bahaya kehancuran yang sama. Meski belum pernah ada yang berhasil menghancurkan Kuil Kegelapan, tetapi tak urung sistem keseimbangan yang diceritakan ini membuat Pewaris cahaya tak jadi mengambil langkah menghancurkan Kuil Kegelapan.

Langkah yang diambil selanjutnya adalah mempercepat proses pengimbuhan kristal utama dengan Cahaya yang akan dilakukan Antessa dan para pemimpin Peri. Sedangkan Kara akan mencari tahu tentang retakan gelap di Vesmir melalui buku-buku di Perpustakaan Tiara. Dalrin dan Gerome akan membantu memperkuat kubu pertahanan Vichattan yang sepertinya akan menjadi tempat awal penyerangan pasukan kegelapan.

 Tetapi satu persatu keanehan mulai terjadi, mulai dari munculnya rasa bersalah di hati Antessa yang telah mengimbuhi Kristal Utama, pertemuannya dengan Ratu Peri yang telah bebas dari Void, adanya cahaya aneh yang sering muncul di dalam penglihatan Para pewaris Cahaya, ditemukannya buku dongeng kuno tentang Chaos dan Statera ditambah salju yang mulai turun di sekitar Vichattan. Perlahan mulai muncul ketidakjelasan di antara pejuang Cahaya.



Yang hitam mulai menjadi putih, dan Yang putih mulai menajdi Hitam.


Ternyata musuh yang selama ini terlihat bukanlah musuh yang sebenarnya. Bagaimana para pewaris cahaya bertindak? Akankah mereka tepat waktu menyeimbangkan kekuatan sebelum seluruh dunia hancur?


Aaaah... ini buku ketiga yang seru!! Alurnya cepat, peralihannya smooth, karakter tokoh utamanya akhirnya benar-benar bisa terbedakan oleh saya sebagai pembaca. Kisah petualangan dan pertarungannya juga memuaskan. Meski ending cerita terlalu tiba-tiba dan seakan mudah sekali mengakhiri pertarungan tersebut, tetapi saya cukup suka dengan kejutan yang diberikan di akhir kisahnya.

Romantisme khas anak muda juga muncul dalam porsi yang wajar setelah di buku-buku sebelumnya agak membuat saya penasaran sekaligus bingung apakah kisah cinta mereka benar-benar menjadi bagian dari konflik atau hanya bumbu penyedap saja. Tapi toh di buku ketiga ini kisah percintaan itu diakhiri dengan ending yang nggak ketebak.

Saya mungkin salah satu dari sekian banyak orang yang beruntung karena berhasil membaca kisah Xar & Vichattan Seri Ahli Waris Cahaya sampai akhir. Buku ini membuat saya menantikan lagi seri berikutnya, bagaimana kisah Pewaris cahaya selanjutnya? Akankah mereka hidup bahagia selama-lamanya seperti sebuah cerita legenda? Ah, ya.. mari kita tunggu kelanjutan kisahnya :D


Juni 06, 2012

Prahara. Ketika orang yang kamu percayai ternyata berkhianat.


Judul Buku : Xar & Vichattan buku dua : Prahara
Penulis : Bonmedo Tambunan
Penyunting : Arie Prabowo dan Leony Siregar
Penerbit : Adhika Pustaka
Cetakan Pertama : Juli 2010
Tebal : 428 halaman, paperback
ISBN : 978-979-19991-3-7



Sebelumnya saya mau wanti wanti dulu, buat yang belum membaca buku pertama, ada baiknya berhati hati membaca review saya. Soalnya kalo dianggap spoiler buku pertama ya... begitulah.. secara kan ini buku kedua :D

....


....
"Tetapi sesungguhnya dua adalah satu. Satu yang saling menjelaskan. Satu yang saling mencipta. Tak ada dua tanpa satu, karena dua adalah satu. Satu yang sama, tetapi bertolak belakang." -Niota. Waktu, Terang dan Gelap
 
Setelah Kuil Cahaya berdiri, ternyata masih ada bahaya yang mengintai dunia. Dimulai dari Frigus Acerbus, Sang Ratu Peri, yang mencoba mengimbuhi Kristal Utama dengan kegelapan. Ratu Peri yang memilih jalan kegelapan ini bertujuan untuk membuat energi utama alam yang kekuatan sihirnya luar biasa itu bisa digunakan oleh para pasukan kegelapan. Yang bila terjadi dan berhasil, maka akan membuat mereka akan dengan mudah menggunakan kekuatan alam untuk melakukan kejahatan.

Selain itu, aktivitas kegelapan di seputar Desa Cimea mulai meningkat. Anehnya, kekuatan kegelapan tersebut menyebar dengan cepat sekali. Padahal jarak antara Desa Cimea dengan Kuil Kegelapan cukuplah jauh sehingga seharusnya penambahan jumlah pasukan kegelapan agak mustahil dilakukan dengan cepat dan terus bertambah banyak tanpa adanya pergerakan aktivitas kegelapan dari Kuil Kegelapan ke Desa Cimea.
Hal ini membuat petinggi Xar dan Vichattan kebingungan, mereka curiga jangan-jangan kegelapan memiliki kekuatan untuk mendatangkan pasukannya dari alam lain yang bisa langsung dihadirkan di sekitar Desa Cimea.


Karena itulah dilakukan pembagian tugas bagi para pemegang kekuatan cahaya. Kara ke Vichattan untuk mencari referensi buku-buku di Ruang terlarang yang sekiranya dapat memberi titik terang tentang kehadiran pasukan kegelapan yang sangat cepat, Antessa pergi ke Kristal Utama untuk mencegah Ratu Peri melakukan pengimbuhan kegelapan. Amor dan Gerome pergi ke Desa Galad untuk membantu pasukan Xar Vichattan melawan pasukan kegelapan, Pietas bertugas menjaga Kuil Cahaya, sedangkan Dalrin kembali ke Xar.

Setelah kehilangan Ayahnya, Dalrin merasa kehilangan kepercayaaan kepada kekuatan Cahaya. Padahal syarat utama bagi pemegang kekuatan cahaya adalah percaya pada cahaya itu sendiri. Kehilangan sumber utama membuat Dalrin belum mampu mengendalikan kemampuan cahayanya dengan baik, tidak seperti sebelumnya. Ia berubah menjadi pendiam, emosional dan tidak percaya diri, karena itulah ia ingin belajar mengendalikan kemampuannya di Kuil Xar, tempat ia tumbuh dan dibesarkan selama ini.

Banyaknya tugas yang harus diselesaikan oleh pemegang kekuatan cahaya membuat buku ini padat berisi tentang kisah-kisah seru mereka. Seperti Gerome yang akhirnya tahu siapa yang membunuh orang tuanya, lalu Kara yang menghilang ketika membaca buku hitam di Ruang terlarang perpustakaan. Antessa bersama para pimpinan peri yang harus menemukan jalan menuju Kristal Utama sebelum terlambat, lalu Dalrin yang menemukan kembali Ayahnya melalui Pedang Al Kamra.

Ide yang muncul dari penulis tentang lempengan yang menandakan perbedaan dunia mau tak mau membuat saya kagum. Meski agak sulit juga pada awalnya membayangkan perbedaan lempeng ini, terlebih saat jiwa seorang wanita gila meluncur di antara lempeng-lempeng demi mencari tahu keberadaan seorang pewaris cahaya.

Penokohan keempat pewaris cahaya makin kuat, mungkin karena mereka diceritakan secara terpisah dan berjuang dengan misi yang masing-masing emban. Antessa yang sensitif, setia kawan lalu Kara yang kutubuku, pencetus ide-ide berani dan tidak mudah menyerah bersama Gerome yang emosional, tidak sabaran, cuek dan Dalrin yang cenderung kalem, masing-masing menjadikan cerita di buku ini makin berwarna.

Sayangnya karena terlalu padat, saya agak lelah membaca buku ini. Mungkin karena isinya pertarungan dan lebih sering tokoh-tokoh utamanya agak ’nelangsa’. Untuk typo dan penulisan nama tokoh yang keliru, sama seperti yang dibahas beberapa reviewer di Goodreads, muncul terutama di beberapa bagian akhir cerita. Seperti kekeliruan penulisan Kara yang seharusnya Antessa, dan nama Pietas yang berali-kali disebut Amor.

Bagaimana kisah para pewaris cahaya di buku ini? Sanggupkah mereka mengerjakan tugas mereka sendiri-sendiri? Siapa yang pergi, siapa yang datang dan siapa yang berkhianat?

Baca buku ini dan temukan sendiri jawabannya :)


Mei 04, 2012

Xar & Vichattan : Takhta Cahaya. Jika anakmu bertugas menyelamatkan dunia, relakah kamu melepasnya?



Judul Buku :      Xar & Vichattan. Seri Ahli Waris Cahaya.
Buku Satu : Takhta Cahaya
Penulis : Bonmedo Tambunan
Penyunting : Lutfi Jayadi dan Ratri Adityarani
Penerbit : Adhika Pustaka
Cetakan kedua : Juli 2010
Tebal : 342 halaman, softcover
ISBN : 978-979-19991-2-0


Kuil kegelapan kembali bangkit, ditandai dengan terwujudnya kutukan yang menimpa pimpinan Kuil Xar dan Vichattan, yaitu Biarawati Agung Mirell dan Penasihat Utama Magdalin. Kedua wanita ini mulai khawatir, bukan karena kesehatan mereka tetapi karena adanya ramalan bahwa Khalash, Sang Penguasa kegelapan akan kembali. Khalash dan para sekutunya telah berhasil dikalahkan pasukan cahaya dalam peperangan tujuh tahun yang lalu. Ramalan itu juga sudah ada selama jangka waktu tersebut, tetapi mereka tidak menyangka bahwa secepat itu Kuil kegelapan akan berdiri lagi.

Sedangkan tanpa penerus Kuil cahaya, kekuatan Kuil Xar dan Vichattan tidak akan mampu melawan Khalash dan sihir kegelapannya. Ya, perang tujuh tahun lalu telah menghancurkan Kuil Cahaya dan Kuil Kegelapan. Lalu jika Kalash bisa membangun kembali Kuil Kegelapan, siapa yang bisa membangkitkan lagi Kekuatan Kuil Cahaya?

Untungnya Pendeta Cahaya Lucia masih terus mengawasi dan mempersiapkan pewaris untuk membangkitkan kembali kekuatan Kuil Cahaya, bahkan meskipun Lucia sebenarnya tidak lagi berada di dunia ini. Dengan kekuatannya, Lucia meneruskan berita bahwa pewaris cahaya tersebut adalah keempat anak yang berasal dari Kuil Xar dan Vichattan. Yaitu Antessa (cucu dari Biarawati Agung Mirell), Dalrin (putra dari Terma uv Elaim pemimpin pasukan penjaga Kuil Xar), Kara (cucu dari Penasihat Utama Magdalin dari Vichattan) dan Gerome (anak dari Tiarawan Mauris dari Vichattan).


Keempat anak ini harus memenuhi takdir mereka menjadi pewaris sihir cahaya dan membangkitkan kembali Kuil Cahaya. Namun untuk membangkitkan Kuil Cahaya, mereka terlebih dahulu harus membangunkan Amor dan Pietas, dua penjaga Kuil cahaya di Pegunungan Eros. Perjalanan mereka tentu saja tidak mudah, selain karena mereka masih anak kecil, adanya serangan dari pengikut Kalash, bahkan dari monster-monster menjijikkan  juga menjadikan petualangan mereka menjadi berbahaya dan menegangkan.

Akankah keempat anak itu akan berhasil membangkitkan lagi kekuatan Kuil Cahaya?

Dari awal membaca buku ini, saya sudah suka dengan pengembangan ide ceritanya. Meski tema ceritanya standar, yaitu kebaikan melawan kejahatan, serta tokoh anak menjadi calon penyelamat masa depan sudah sering juga digunakan di berbagai cerita fantasi tetapi keistimewaan buku ini adalah adanya empat anak sekaligus yang menjadi tokoh utama cerita. Menurut saya pilihan empat tokoh adalah bukan hal yang mudah, karena sebenarnya penulis dituntut untuk menonjolkan karakter dari masing-masing anak.

Yang sayangnya di buku ini, karakter tersebut kurang dibangun dengan kuat, bahkan tokoh Gerome yang seorang anak kecil dengan sifat semaunya juga masih memiliki standar kebaikan yang juga dimiliki ketiga temannya. Bahkan kalau saya perhatikan, si Kara dan Antessa kurang bisa dibedakan karena sama-sama baik hati dan pintar. Meski di beberapa adegan juga ada karakter Kara yang menonjol karena ia terlihat serba tahu akan sejarah meski usianya masih muda.

Keluhan yang muncul saat saya membaca buku ini juga dari tokohnya yang.. em.. cukup banyak, sampai saya kadang bingung membayangkannya. Kenapa? Karena namanya panjang-panjaang.. huwouwooo.. dan karakternya yang ’wah’ Cuma satu kalau menurutku, si Terma doank. Mungkin karena ditokohkan sebagai petinggi dan cowok yang ganteng, eh.. ayah yang ganteng.. jadinya aku gampang banget ngebayangin wajahnya si Terma ini meski ia muncul berkali-kali di beberapa adegan secara mendadak XD

Adegan pertempuran yang diceritakan di buku ini sangat seru, saking serunya sampai saya susah banget nglepasin buku ini buat istirahat kalau sudah dibaca, padahal kalau baca kelamaan agak kurang nyaman karena hurufnya.. mungil.. -- ”

Tapi toh, empat bintang saya sematkan untuk empat ahli waris sihir Cahaya.


Yang masih membuat saya penasaran adalah kenapa dipilih empat orang anak kecil?
Kenapa sebanyak itu? Ya, mungkin jawabannya bisa saya dapatkan kalau sudah membaca buku lanjutannya. :D

*Terima kasih untuk buntelan yang seru ini Mas Boni dan Mbak Truly. :D

Salam,

Salam,