Judul Buku : The Time Keeper – Sang Penjaga
Waktu
Penulis : Mitch Albom
Alih Bahasa : Tanti Lesmana
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan Pertama : Oktober 2012
Tebal : 312 halaman, paperback
ISBN : 978-979-22-8977-0
Rasanya tak berlebihan jika saya mengatakan
bahwa banyak orang di dunia ini mempertanyakan tentang waktu. Demikian pula
dengan saya sendiri, yang ketika membaca prolog pada buku ini, saya
bertanya-tanya dalam hati.. Apakah suara saya juga terdengar oleh dia, Sang
Penjaga Waktu, ketika saya selalu menanyakan mengapa waktu terlalu cepat
berlalu, mengapa waktu tidak berhenti saja sebentar terutama saat kalender
penuh deadline tugas, kerjaan bahkan untuk urusan sepele perihal film yang
ditayangkan di televisi.
“Hanya manusia yang mengukur waktu.”-Hal.17
Dahulu kala ketika tak seorangpun
mempertanyakan tentang waktu, hidup mengalir begitu saja, tak ada yang
terburu-buru tak ada yang merasa dikejar oleh waktu, hiduplah seorang anak
laki-laki bernama Dor. Anak yang cerdas ini tumbuh dewasa dikelilingi dengan
pengetahuannya yang makin berkembang tiap harinya. Ia begitu penasaran dengan
waktu, meski belumlah kata tersebut dikenal seperti itu. Ia mengukur dan
menandai pergantian hari, pergerakan bulan, sampai suatu hari istri tercintanya
sakit.
Tunggu, sebelum itu mari saya jelaskan terlebih
dahulu. Dor menikah dengan teman sepermainannya waktu kecil, Alli namanya.
Seorang gadis yang tumbuh menjadi wanita penyabar, pengertian dan mungkin
satu-satunya orang yang mendukung Dor apapun yang ia lakukan. Karena
perselisihan Dor dengan Nim, yang dulu juga teman bermain waktu kecil, Dor dan
Alli harus meninggalkan kampung halaman dengan menitipkan anak-anak kepada
nenek-kakek mereka.
Lalu tibalah hari itu, ketika Dor merasa ia
harus menghentikan waktu yang dimiliki para Dewa. Kematian Alli menghancurkan
hati Dor sehingga ia berlari menaiki menara yang dibangun Nim dan para
budaknya, menara Babel yang katanya mencapai ke kediaman Dewa-Dewa. Dor harus ke
sana, menghentikan waktu yang selama ini telah diakrabinya.
menara Babel, ilustrasi dari markmallett.com |
Tapi ternyata Dor tidak pernah sampai puncak
menara, ketika menara itu hancur, rubuh akibat banyak orang yang berlomba-lomba
mendaki tangga menara bersama Dor, ia malah dipindahkan ke sebuah gua yang
entah di mana tempatnya. Gua tempat Dor kemudian menjadi seorang yang
mendengarkan keluh kesah manusia tentang waktu. Ia yang merupakan manusia
pertama penanda waktu kemudian dipilih menjadi seorang penjaga waktu sampai
nanti ketika langit dan bumi menyatu.
Sementara itu di masa sekarang ini diceritakan
pula kisah seorang lelaki tua bernama Victor dan seorang gadis bernama Sarah.
Keduanya adalah sedikit dari banyak suara yang didengar Dor di dalam gua. Tak
mengenal satu sama lain, Victor dan Sarah adalah contoh dari orang-orang yang
menganiaya waktu mereka sendiri, dan kisah mereka berdualah yang kemudian
berhubungan dengan kisah Sang Penjaga Waktu.
Victor seorang pengusaha sukses, orang terkaya
nomor empat belas di dunia yang divonis bahwa umurnya paling lama tinggal dua
bulan lagi, dan ia terus mencari cara agar ia kelak bisa hidup dalam keabadian.
Sedangkan Sarah adalah seorang gadis yang biasa-biasa saja, bahkan cenderung
tidak memiliki teman, karena ia sangat pintar tapi penampilannya tidak terlalu
cantik. Kehidupannya biasa saja sampai ia bertemu dan jatuh cinta terhadap
Ethan seorang kenalannya di tempat ia bekerja sosial di penampungan.
Bagaimana kisah mereka berhubungan satu sama
lainnya? Apakah manusia memang perlu mengejar-ngejar waktu yang dianugerahkan
pada mereka, ataukah mereka sebenarnya tak mengerti anugerah waktu itu sendiri?
Setelah membaca buku ini, sejujurnya saya
seperti mendapat tamparan keras di pipi, karena saya adalah salah satu orang
yang sering mengeluh tentang waktu. Mungkin perihal biasa, karena hanya ia
satu-satunya alasan yang buat saya ‘layak’ untuk disalahkan jika kerjaan
terlalu banyak tenggat terlalu cepat, urusan tak terkendali lagi. Padahal waktu
adalah hadiah.
Buku yang terdiri dari 81 bab dalam 12 bagian
ini mengantarkan pembacanya dalam pemahaman baru dalam memandang bagaimana
waktu berlalu. Bahasa yang filosofis, terjemahan yang manis dan kekuatan
kata-kata di dalamnya yang membuat saya menyukai buku ini. Tiga tokoh utama dalam cerita ini, yaitu Dor,
Sarah dan Victor mencerminkan sikap dan watak manusia yang tak berubah meski
jaman telah berganti. Semenjak kita mulai bisa menandai waktu, kita selalu
merasa kehabisan stok waktu itu sendiri. Tak jarang kita sendiri berharap
memiliki waktu yang tak terbatas.
“Ada sebabnya Tuhan membatasi hari-hari kita.”“Mengapa?”“Supaya setiap hari itu berharga.”-Hal.288
Kepandaian penulis dalam menyatukan para tokoh
utamanya juga diceritakan dalam kisah yang unik, mereka yang tak pernah bertemu
bahkan mengenal satu sama lain dan dari masa yang berbeda ternyata memiliki
kisah hidup yang saling berkaitan.
“Manusia saling terkait dalam cara-cara yang tidak dipahaminya-bahkan dalam mimpi-mimpi”-Hal.107
Pelajaran yang saya dapatkan setelah lembar
akhir buku ini saya tutup adalah, bahwa kita harus lebih menghargai waktu
dengan merayakannya bersama orang-orang yang kita cintai dan mencintai kita.
Bahwa waktu meskipun ada banyak yang diberikan untuk kita, tetap tidak akan
cukup untuk dihabiskan memenuhi nafsu kita akan segalanya, kekuasaan,
pekerjaan, kekayaan, keabadian, tapi waktu yang sedikitpun akan jauh lebih
berharga jika ia dihabiskan untuk menikmati cinta, menikmati hidup itu sendiri
tanpa harus mengkhawatirkan waktu yang berlalu.
Liburan yang usai, tahun yang berganti, bulan
yang baru, tapi sudahkah kau habiskan hari ini untuk menyapa ia yang
mencintaimu?
Sedikit tentang Mitch Albom :
Mitchell David Albom lahir pada 23 Mei 1958,
seorang penulis, jurnalis, penulis naskah, penyiar radio dan televisi serta
seorang musisi. Lima buku telah ia terbitkan, yaitu berjudul Tuesdays with Morrie (1997) , The Five People You Meet in Heaven
(2003), For One More Day (2006), Have a Little Faith: A True Story
(2009) dan The Time Keeper (September 2012). Jika
ingin lebih banyak mengetahui tentang beliau, kamu bisa mengunjungi websitenya
di http://mitchalbom.com/d/