Penulis : Jonathan Stroud
Tebal : 488 halaman, paperback
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan Pertama : April 2011
ISBN : 978-979-22-6959-8
Ini kisah tentang Pahlawan di suatu lembah dimana 12 klan hidup berdampingan. Tersebutlah Halli Sveinsson, keturunan dari Svein sang Pendiri salah satu Klan. Halli lahir di pertengahan musim dingin. Kepercayaan di sana mengatakan bahwa anak-anak yang lahir di pertengahan musim dingin kelak akan menjadi anak yang berkaitan dengan hal-hal gaib dan rahasia.
Di sekeliling Klan-klan, ada deretan makam-makam batu yang memanjang membentuk barisan pertahanan. Tersebutlah Trow, jenis makhluk yang tidak ada satupun orang yang benar-benar pernah melihatnya. Trow adalah makhluk yang paling ditakuti di seluruh penjuru lembah. Cerita akan pertarungan para penguasa Klan dengan Trow di masa lalu terus diceritakan turun-temurun. Pantangan dinyatakan terang terangan, bahwa tidak ada seorang pun yang boleh melewati makam batu setelah matahari terbenam. Trow berkeliaran dan semua yang nekad melanggar peraturan itu telah dikabarkan hilang. Makam-makam batu itu adalah makam orang-orang yang dahulunya hidup di Klan, saat hidup mereka mengabdi pada Klan, dan setelah mati kehormatan besar juga disematkan kepada mereka. Makam mereka akan menjaga Lembah agar Trow tidak bisa memasukinya.
Peta Lembah dan Kediaman 12 Klan
Halli tumbuh menjadi anak yang terkenal sering membuat keonaran. Ia tak bisa diam, nekad dan ceroboh. Ia selalu penasaran akan keberadaan Trow dan kagum akan cerita-cerita kepahlawanan Svein jaman dulu. Ia selalu ingin menjadi pahlawan seperti Svein, bertempur melawan Trow, melebarkan kekuasaan Klan dan menjadi sosok yang disegani semua orang.
Suatu hari terjadi tragedi, ketika Klan Harkon berkunjung ke Kediaman Klan Svein, Olaf adik dari pemimpin Klan Harkon membunuh Brodir, Paman Halli. Halli yang menyaksikan pembunuhan itu menjadi geram, ia berniat menuntut balas terhadap Klan Harkon. Darah dibalas dengan darah, Maka kematian Brodir harus dibalas dengan kematian pembunuhnya. Tetapi orangtuanya melarangnya, ini akan diselesaikan Dewan Hukum, Klan Harkon akan dimintai gantirugi berupa tanah, setelah itu selesai semua perkara.
Bukan Halli namanya kalau ia menerima begitu saja peraturan. Semangatnya untuk berkelana yang sudah lama terpendam akhirnya meluap, ia akan berjalankaki ke Lembah Bawah, ke Klan Harkon di dekat Laut untuk menuntut balas. Sudah saatnya Sang Pahlawan dilahirkan kembali, dan ia lah yang akan menjadi pahlawan tersebut.
Namun sanggupkah Halli bertahan dalam perjalanannya yang kelak melelahkan itu? Sanggupkah ia membunuh Olaf Harkonsson, dan kembali sebagai Sang Pahlawan? Lalu bagaimana dengan para Trow, mungkinkah suatu saat Halli bisa melihat makhluk seperti apa mereka sebenarnya?
Buku yang terdiri dari 4 Bab ini entah mengapa waktu awal membaca, ketertarikan saya sempat berkurang. Baru setelah di Bab 3 mulai terasa petualangannya. Tokoh Halli yang di awal cerita sering mendapat masalah juga diceritakan dengan baik, sampai saya cukup menganggap ia benar-benar Halli yang menyebalkan. Kisah yang berlatarkan suasana kepahlawanan ini menurut saya akan bagus bila dijadikan film. Tidak seperti Karya Stroud sebelumnya, Bartimaeus yang penuh visual efek kalo dijadikan film, Sang Pahlawan ini lebih mudah dibayangkan latar ceritanya. Sayangnya dari awal saya sudah sedikit kecewa, balas dendam bukanlah topik yang saya suka sebenarnya. Tapi saya menuntaskan membaca dan mendapati kecerdikkan Halli di akhir cerita.
Ternyata Ia tak semembosankan yang saya duga. :)
Dan untuk website bukunya, bisa berkunjung ke http://www.heroesofthevalley.co.uk/the_book.html
Judul Buku : The Last Narco : Memburu El Chapo, Raja Narkoba Paling Dicari di Dunia
Penulis : Malcolm Beith
Penerbit : Serambi
Tebal : 495 halaman
Cetakan I : Juli 2011
Ini adalah kisah tentang El Chapo, raja narkoba yang paling berkuasa di Meksiko. Buronan yang paling dicari oleh Interpol di seluruh dunia. Chapo, atau yang memiliki nama asli Joaquin Archivaldo Guzman Loera lahir pada 4 April 1957 di La Tuna de Badiraguato, Sinaloa. Ia tumbuh di keluarga petani yang miskin tanpa adanya peluang untuk mengenyam pendidikan maupun mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang layak.
Tapi hidup telah mengubahnya, setelah berkenalan dengan kartel narkoba dan memiliki sifat yang ingin berkuasa, saat ini ia dianggap sebagai salah satu orang terkaya di dunia. Bahkan majalah finansial terkemuka Forbes menempatkan Chapo ke dalam daftar miliarder tahunan mereka pada tahun 2009.
Kartel Sinaloa, yang dikuasai Chapo, diyakini bertanggungjawab terhadap distribusi kokain dalam jumlah besar di Eropa, Amerika Latin dan Afrika Barat. Anehnya berbagai cobaan penagkapan Chapo seringkali berakhir dengan kegagalan. Hal ini menimbulkan bisik-bisik yang menyebutkan adanya permainan kotor pemerintah, bahkan juga tangan para penegak hukum. Pernah pada 22 November 1995, Chapo dijeboskan ke dalam penjara, tapi dengan kekuatannya ia mampu melarikan diri dari Puente Grande, ia bertransaksi dengan “sistem” di dalam penjara.
Meski Kartel Chapo begitu berkuasa, seringkali ia berseteru dengan kartel lainnya untuk berebut wilayah kekuasaan. Kepala yang bergelindingan, bom-bom dan senjata-senjata laras panjang yang dibunyikan sudah tak asing lagi bagi warga sekitar. Itu adlah pemandangan biasa dalam hidup mereka, hidup yang suram dan pemerintah selalu diam. DEA, Badan Anti Narkoba Amerika Serikat juga memburu Chapo dan kroni-kroninya. Kartel Meksiko diyakini telah menyelundupkan banyak kokain dan heroin ke California, Texas dan pantai timur Amerika Serikat. Sayangnya, seperti yang sudah bisa ditebak, penangkapan Chapo masih sulit dilakukan. Bahkan tak sedikit korban dari DEA jatuh akibat perang dengan kartel-kartel saat melakukan penyelidikan.
Tak hanya lewat kekerasan, Chapo juga mendistribusikan narkobanya dengan cerdas. Ia mendistribusikan Obat-obatan haram itu dengan membuat lorong bawah tanah sepanjang 60 meter dari sebuah gudang ke rumah pengacara Chapo di Sonora. Kali lain dia mendistribusikannya lewat kaleng-kaleng bekas makanan. Ambisinya untuk menjadi yang paling berkuasa dan tidak merasakan pahitnya kemiskinan telah menjadikannya bertangan dingin.
Korban terus berjatuhan, sementara Chapo terus mengembangkan wilayah kekuasaannya. Tapi dapatkah buronan ini bisa ditangkap?
Ini buku Biografi pertama yang saya baca, ketegangan dan konflik yang ada di dalamnya pada awalnya cukup seru untuk dilanjutkan. Fakta-fakta mengenai perang perdagangan Narkoba juga diceritakan dengan lengkap. Bagi pencinta dunia konflik, korupsi dan perseteruan berdarah dan Novel biografi, yg satu ini harus masuk dalam daftar buku yang anda baca. Sayangnya novel ini kurang banyak dialog di dalamnya. Fakta mengenai kartel narkoba juga kurang saya nikmati, tapi bisa jadi buku yang tidak saya suka ternyata malah anda suka kan? :)
Sekilas tentang Malcolm Beith, Sang penulis
Malcolm Beith adalah seorang penulis yang menetap di Meksiko City. Ia menulis tentang perang narkoba untuk Newsweek, Slate, World Politics Review dan Jane’s Intelligence Weekly. Selain itu dia juga menjadi kontributor untuk Foreign Policy dan Soldier of Fortune. Ia pernah menjadi editor The News, harian nasional Meksiko yang berbahasa Inggris. Beith juga pernah menjadi editor Newsweek International, di mana ia mendapatkan pengalaman reportase di Irak, Haiti, Meksiko dan Kolombia. Artikelnya yang mengupas mengenai Irak diganjar Clarion Journalism Award oleh The Assocoation of Women in Communications.
“Akang rido. Kalau Eulis menerima lamaran Kusno itu dan kalian berdua nikah.” – Hal. 38
”Aku memberikan cinta, kehangatan, hormat, ketulusan. Aku tenggelamkan diriku pribadi, Aku hilangkan kepentinganku sendiri. ” – Hal. 46
”Jangankan ke pembuangan, sekalipun ke dasar lautan aku pasti ikut. Kus jangan waswas mengenai itu. Jangan ragu akan kesetiaanku” – Hal. 265
Penerbit : Metamind – Tiga Serangkai
Cetakan pertama : Februari 2011
Tebal : 660 halaman
ISBN : 978-602-98549-1-6
Perjalanan ini dimulai dengan dipilihnya dua orang budak anak-anak di pasar Banten oleh Kapitein Van Beber, perwira VOC senior yang sebelumnya bertugas di Makasar. Kepindahannya ke Batavia membuat ia membutuhkan budak untuk membantu mengangkut barang-barang dan keperluan lainnya. Namun setibanya di Batavia, kehadiran dua budak anak-anak itu sudah tidak dibutuhkan lagi, maka ia memberikan budak-budak itu kepada seorang sahabatnya, saudagar dari Belanda yang bernama Mijnheer Moor.
Mijnheer Moor memiliki seorang anak perempuan bernama Suzanne, kedua budak anak-anak yang diketahui bernama Si Pande dan Si Kurus itu dengan cepat menjadi teman bermain bagi Suzanne. Nona kecil itu yang tadinya sakit-sakitan berubah menjadi periang dan semakin sehat, kehidupan si Pande dan Si Kurus pun berubah menjadi jauh lebih layak, karena mereka lebih banyak diperintahkan untuk menemani Juffrouw Suzanne bermain daripada bekerja keras sebagai budak.
Suatu hari, si Pande melarikan diri dari rumah Mijnheer Moor, ia menginginkan kebebasan sepenuhnya, meninggalkan Si Kurus yang memang tidak mau diajak pergi bersamanya. Dari hari-hari itulah, Si Kurus mulai menghabiskan harinya berdua saja dengan Suzanne. Ketika Si Kurus tinggal di rumah Mijnheer Moor, hari-hari penuh keberuntungan selalu memayungi Mijnheer Moor, ini yang membuat Mijnheer Moor memutuskan untuk memberikan nama bagi anak laki-laki itu bukan dengan sebutan Si Kurus lagi, tetapi berubah menjadi Untung.
Persahabatan yang dijalani Suzanne dan Untung berdua saja tak urung menanamkan benih-benih cinta diantara keduanya, meski akibatnya Mijnheer Moor marah besar dan menyiksa Untung dengan menjebloskannya ke dalam penjara bersama tahanan lainnya. Tapi Suzanne demikian besar memperjuangkan cintanya terhadap Kakak sepermainannya itu, maka ia membantu Untung dan seluruh tawanan untuk melarikan diri.
Untung yang kemudian melarikan diri bersama Suzanne, memilih kediaman Ki Tembang Jara Driya yang merupakan guru bela dirinya selama ini sebagai tempat persembunyian. Tetapi akhirnya Untung memilih berpisah dari Suzanne, demi keselamatan mereka berdua yang sudah pasti dikejar oleh pasukan Mijnheer Moor.
Dari pelarian diri inilah, Untung mulai melakukan penyerangan terhadap VOC sedikit demi sedikit. Ia melakukan penyerangan dengan teman-teman yang melarikan diri bersamanya yang telah mengikat janji untuk terus mengikuti Untung kemanapun ia pergi. Peperangan yang satu demi satu terus dilalui Untung dan pasukannya makin meneguhkan namanya sebagai seorang yang ditakuti oleh VOC, disegani para pemberontak lainnya dan dikagumi rakyat jelata. Sementara banyak penguasa daerah yang diam-diam memberikan bantuan kepadanya, tak sedikit pula yang secara terang-terangan menentang Untung dan membela VOC. Mereka menganggap Untung dan gerombolannya hanyalah kelompok kraman (perampok) biasa.
Perjalanan Untung ini berawal dari Batavia, lalu memenuhi janjinya terhadap Pangeran Purbaya untuk mengembalikan istri Pangeran, Raden Ayu Goesik Kusuma ke Kartasura, dan terus melawan VOC dengan bertahan di Pasuruan. Novel sejarah ini alurnya cepat, meski penuh detail kesejarahan, tapi masih bisa membuat kita betah membacanya. Juga terlihat ciri khas tulisan Mas Yudhi yang banyak menyertakan detail tempat atau suasana dan sering menyelipkan keindahan bahasa dalam beberapa bagian cerita,
“Dan bagaimana engkau melukiskan waktu? Mungkin itu bagai walet-walet yang selalu terbang di atas kepala kita, kala senja mulai tiba. Tak pernah benar-benar tersadari. Karena engkau tak akan pernah benar-benr mencoba untuk menghitungnya? “
Sayangnya masih ada beberapa kali ketidak konsistenan penulisan nama, atau kesalahan pengejaan dan beberapa typo yang cukup membuat saya terganggu waktu membacanya. Tapi selain itu, novel ini membuat saya yang tadinya paling ngantuk kalau baca buku sejarah menjadi bersemangat. 4 bintang untuk Untung Surapati!!
Sedikit tentang Untung Surapati dan sastra
Seorang penulis bernama Melati van Java mengangkat kisah Untung Surapati dalam sebuah roman berbahasa Belanda. Roman tersebut berjudul Van Slaaf Tot Vorst, diterbitkan oleh Blom & Olivierse pada tahun 1887 dalam Bahasa Belanda. Melati van Java adalah nama samaran dari Nicolina Maria Sloot, seorang Belanda yang dilahirkan dan pernah menetap selama 18 tahun di Semarang. Selain Melati van Java, Abdoel Moeis juga mengangkat kisah tentang Untung Surapati dalam bentuk roman. Seperti yang telah banyak kita ketahui, Abdoel Moeis adalah pengarang Salah Asuhan, dan pernah menerjemahkan Tom Sawyer Anak Amerika pada tahun 1928.
Karya Melati van Java pada tahun 1898 terbit di tanah Hindia, diterjemahkan oleh FH Wiggers. Wiggers dikenal sebagai jurnalis peranakan Eropa yang memelopori produksi karya-karya sastra di negeri ini. Tapi sayangnya saya belum berhasil menemukan referensi lainnya yang menyebutkan tentang roman sejarah ini.
Ya, seperti kisah manusia pada umumnya, demikian juga dengan kisah pejuang. Selalu ada roman yang mengiringi jejak-jejak mereka yang bersejarah...
Pengarang : Kochka
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 104 halaman, paperback
Agustus, 2008
ISBN – 10 : 979-22-3927-8
ISBN -13 : 978-979-22-3927-0
Ini kisah tentang seorang gadis berusia 12 tahun bernama Lucy dengan temannya bernama Theo, bersama anjing kenalannya bernama Francois dan anak istimewa bernama Matthew. Kisah ini dimulai di Paris, di flat No. 11 di Rue Merlin, rumah Lucy. Ia dan keluarganya baru saja pindah ke flat tersebut, dan ia berencana berkenalan dengan seluruh tetangganya. Sebuah rencana yang fantastik telah disusunnya sampai suatu hari, ia bertemu Matthew.
Lucy memutuskan pergi ke lantai atas flatnya setelah semalam terdengar ada keributan kecil di sana. Di flat di lantai lima, sebuah gambar anak dengan telinga yang besar seperti telinga Gajah dan dua tangan yang besar seperti sayap ditempel di depan pintu. Lucy membunyikan bel dan seorang wanita membukakan pintu sambil tersenyum ramah. Di belakangnya terlihat seorang anak laki-laki tampan tiba tiba melesat melompat naik ke atas tubuhnya. Ia menggerakkan jari-jarinya di atas kepala Lucy, memainkan rambut Lucy. Wanita yang tadi membukakan pintu datang, menarik tubuh anak laki-laki itu dan menggantikan kepalanya untuk dipermainkan bocah itu, sebagai ganti kepala Lucy. Sebentar kemudian, Lucy berpamitan pulang, ia masih tidak paham apa yang terjadi dengan anak laki-laki itu.
Keesokannya Lucy bertemu lagi dengan Marie, wanita yang membukakan pintu di flat atas semalam, dari Marie ia mengetahui anak laki-laki itu adalah putranya yang bernama Matthew. Dia Autistik. Semenjak itu Lucy yang begitu penasaran akan arti autistik mulai mencari makna kata tersebut, sayangnya ia tidak puas dnegan makna dari kamus yang diberitahukan Ayahnya. Maka ia mendekati Matthew, Lucy tahu anak laki-laki itu istimewa sejak pertama kali mereka berjumpa.
Perjalanan Lucy tidak hanya mencoba mengenal dan membantu Matthew bersosialisasi. Seekor anjing milik kenalan orang tuanya, Francois nama anjing itu, juga masuk dalam agenda Lucy. Lucy harus menjadikan anjing itu sebagai anjing sebenarnya, menyalak dan bertingkah laku seperti anjing pada umumnya. Maka Lucy melakukannya bersama sama, ia membantu Matthew, mengajarkan Francois dan mengisi hari-hari dengan catatan catatan pengalamannya. Dari sini ia menemukan pengertian baru mengenai autistik, pengertian yang sama sekali berbeda dengan dalam kamus yang dulu pernah dibacanya.
Buku ini terdiri dari 10 bab, halamannya yang tipis dan huruf yang besar benar-benar memanjakan saya sebagai pembaca. Tidak butuh waktu sehari untuk membacanya. Lucy menceritakan pengalamannya secara sederhana, sehingga mudah mengikuti irama alurnya yang cepat. Banyak pengertian baru yang ditambahkan karena cara melihatnya dari segi pandang anak kecil. Meski begitu, banyak pesan moral yang disampaikan di buku ini, baik tersirat ataupun tersurat.
Salah satu contohnya :
”Kau hanya bisa melihat dengan hatimu, sebab matamu tidak sanggup menangkap apa yang penting”, Hal. 84
Buku yang sederahana namun kaya!! 4 dari 5 bintang untuk buku ini : )
Penulis : Mikkael Birkegaard
Penerbit : Penerbit Serambi
Tebal : 588 halaman, soft cover
Cetakan III : April 2010
ISBN : 978-979-024-178-7
Kisah Libri di Luca berawal dari sebuah toko buku di Distrik Vesterbo di Kopenhagen, Denmark. Pemilik toko buku itu, Luca Campelli ditemukan terjatuh dari balkon dan meninggal dengan dugaan karena mengalami serangan jantung. Karena kematiannya, maka Toko Buku yang bernama Libri di Luca itu beralihtangan menjadi milik anaknya, Jon Campelli. Setelah kematian Ayah yang setelah ia dewasa tidak pernah lagi ia temui, warisan sebuah toko buku terasa sangat memberatkannya. Maka semula ia berniat memberikan toko buku itu kepada asisten Ayahnya selama ini, Iversen. Terlebih Jon terlalu sibuk dengan pekerjaannya sebagai pengacara yang harus menyelesaikan sebuah kasus pembajakan perusahaan tingkat tinggi, Otto Remer nama klien barunya tersebut.
Kematian ayahnya ternyata merupakan awal dari berbagai rahasia yang selama ini disembunyikan Ayahnya dari Jon. Luca ternyata mengikuti Perkumpulan Pencinta Buku, para Lector yang saat membaca buku bisa membuat penekanan sesuai keinginan mereka dan mempengaruhi sikap dan pengalaman para pendengarnya. Perkumpulan ini sedang dilanda konflik dimana akhirnya terbagi menjadi dua kelompok besar, yaitu ”penerima” dan kelompok ”pemancar”. Luca adalah jembatan yang mencoba mengakhiri perselisihan kedua kelompok tersebut dan mencoba menciptakan rekonsiliasi damai, tapi setelah kematiannya, perseteruan ini semakin panas. Apalagi adanya dugaan bahwa Luca meninggal karena dibunuh. Pertanyaannya adalah siapa yang membunuh Luca?
Disinilah Jon berperan, ia harus menemukan pembunuh Luca, dan di tengah penyelidikannya ia menemukan adanya pengkhianat dalam Perkumpulan Pencinta Buku. Bersama dengan Katherina, Ivversen dan anggota perkumpulan lainnya, ia mencoba mengungkapkan kebenaran demi kebenaran dari rahasia rahasia yang ia temui. Sementara karir pekerjaannya merosot tajam, ia diancam oleh klien barunya, tapi bukan tentang kasus pengacaranya. Ini tentang Libri di Luca. Mengapa kliennya begitu menginginkan Libri di Luca? Siapa sebenarnya yang membunuh Luca dan mengancam keselamatan para Lector lainnya? Jon harus memecahkan ini semua sebelum terlambat, bahkan ia sendiri tidak sadar, sebuah rencana jahat telah dirancang juga untuk menjebaknya.
Secara keseluruhan, cerita ini cukup unik, adanya perkumpulan pencinta buku dan dapat mempengaruhi orang lain dari buku yang dibacanya mungkin bagi saya terdengar seperti sebuah hipnotis. Namun berhubung saya juga belum pernah dihipnotis, jadi saya tidak bisa benar-benar membandingkannya. Beberapa typo yang cukup banyak sejujurnya mengganggu saat saya membaca. Padatnya informasi yang diberikan di tiap halaman membuat saya membutuhkan waktu cukup lama untuk bisa memahami detail cerita ini. Terjualnya buku ini 10.000 eksemplar dalam tiga hari mungkin faktor utama yang menghasut saya untuk membaca, terlebih karena ceritanya merupakan tentang para pencinta buku. Meski tepatnya para “penguasa keadaan” hanya dengan sebuah buku. Cerita tokoh ketika di Alexandria juga menurut saya masih terlalu singkat, penggambaran suasananya entah mengapa terasa cepat dan terkesan mudah ditebak. Meski begitu, Libri di Luca adlaah sebuah novel yang kaya akan fakta dan hipotesa. Ini membuat saya berpikir, jangan-jangan benar ada para Lector di sekeliling kita, di dunia kita sebenarnya?
Sedikit tentang Perpustakaan Alexandria di Mesir
Perpustakaan Alexandria pada awalnya dibangun ketika pemerintahan Ptolemy I, tahun 323–283 BC. Seperti yang sudah dijelaskan dalam buku ini, Perpustakaan ini pernah menjadi surga bagi dunia literatur dan para pencari ilmu pengetahuan. Sayangnya, banyak koleksinya yang telah dijarah, dibakar dan hilang karena perang. Bibliotheca Alexandrina saat ini telah dibangun dan dikembangkan kembali dalam rangka turut melestarikan literatur yang ada di dunia. Di dekatnya juga dibangun sebuah planetarium berupa bangunan yang berbentuk seperti bola. Yah, membuat saya kepingin banget mengunjunginya..