Judul Buku : If I Stay
– Jika Aku Tetap di sini
Penulis : Gayle Forman
Alih Bahasa : Poppy D. Chusfani
Editor : Dini Pandia
Penerbit :
Gramedia Pustaka Utama
Cetakan Keempat :
Januari 2012
Tebal : 200 halaman, paperback
ISBN :
978-979-22-6660-3
Tak ada yang bisa
mengetahui masa depan kita, apakah umur kita bernasib panjang atau hanya
sekedipan mata saja. Sama seperti Mia, gadis SMA yang mengalami kecelakaan
mobil saat ia dan keluarganya berkendara untuk merayakan libur mereka, di suatu
hari bersalju tipis.
Arwah (atau Jiwa?)
Mia ternyata lepas dari tubuhnya, tapi fisiknya masih belum dapat divonis
’mati’. Mia sadar bahwa ia adalah arwah yang ’bergentayangan’ tanpa tujuan, ia
juga tahu bahwa orang tuanya meninggal seketika dalam kcelakaan tragis itu.
Pertanyaannya sekarang adalah, akankah Mia bisa kembali ke dalam raganya atau
ia akan berkelana dalam bentuk arwah selama-lamanya?
Sepanjang
kebingungan Mia itulah cerita dalam buku ini diceritakan. Bagaimana orang-orang
yang ia cintai menyikapi tragedi Mia dan keluarganya. Kakek, nenek, sahabat Mia
yang bernama Kim, dan kekasih Mia, Adam. Mereka yang berbisik di telinga Mia,
mengikhlaskan jika memang Mia ingin pergi, dan mereka yang bersikeras mengharap
Mia tetap di sini. Tetap hidup.
Besarnya rasa
kehilangan Mia terhadap Ayah, Ibu dan Teddy, adik Mia, membuat Mia begitu ingin
menyusul mereka pergi dari dunia ini. Tapi orang-orang yang masih
menyayanginya, yang masih hidup, yang masih menjadi keluarganya, mana mungkin
Mia tega meninggalkan mereka?
Saat itulah Mia
sadar, bahwa pilihan hidup dan mati ada di tangan Mia sendiri. Apa yang
dipilihnya?
Sebenarnya sudah
sejak tahun kemarin novel ini menjadi buah bibir yang manis dikalangan blogger
buku. Betapa penulisnya mampu memainkan emosi pembaca cerita, meski sebenarnya
saat itu saya nggak yakin apa iya saya juga bis anangis mewek baca buku ini.
Dan di sinilah saya, masih sesenggukkan mencoba merangkai kata yang tepat dalam
menceritakan betapa buku ini ’emosional’ sekali.
Mungkin karena
penulis mampu membangun alur yang apik, maju-mundur secara bergantian membuat
saya seakan ikut merasakan bagaimana perasaan kehilangan Mia yang teramat
sangat atas keluarganya. Mungkin juga karena tema buku ini adalah cinta yang
tak kunjung habis dari keluarga, yang membuat pembaca merasa mengenal betul
bahwa rasa ’cinta’ itu ada.
Tokoh-tokoh yang
ada di dalam buku ini juga memiliki karakter yang kuat. Mia yang sering rendah
diri, Ayah dan Ibunya yang open mind, terbuka dan gaul banget dalam hidup. Kim
yang pemalu tapi keras kepala, Adam yang sangat menyayangi Mia. Willow, perawat
yang tegar dan selalu bersemangat, ah.. bahkan yang bukan tokoh utama mampu
dikisahkan dengan baik oleh penulis. Dan semua diceritakan dari sudut pandang
Mia.
Mia yang bercerita
tentang masa lalunya, tentang kenangan-kenangannya, tentang hidupnya,
kecintaannya terhadap musik klasik, cello, semuanya. Seakan satu buku yang
cukup tipis ini benar-benar padat akan kisha banyak orang, tapi herannya saya
begitu lancar menikmati kisahnya.
Tokoh yang saya
sukai adalah Ibunya Mia, mungkin bawaan karena saya juga seorang Ibu kali ya?
Tapi yang pasti saya setuju banget sama pendapat Mia tentang ibunya :
”Maka aku berpikir itu khas Mom, bahwa Mom terhantam lebih dulu, bahwa dialah yang menahan kami dari benturan. Jelas itu bukan pilihannya, tapi memang seperti itulah Mom.”
Yeah.. saya
percaya sebagian besar Ibu pasti juga akan melakukan hal yang sama untuk
melindungi keluarganya.
Ada banyak quote
yang saya suka dari buku ini, saya ambilkan beberapa ya
”Kau tidak mengatasinya. Kau hanya perlu melaluinya. Kau Bertahan.”- Dad, Hal. 27
”Semua hubungan itu sulit. Persis seperti musik, kadang-kadang kau mendapatkan harmoni dan di lain waktu kau mendapatkan suara sumbang. ”- Mom, Hal. 175
”kau masih punya keluarga.” – Kim, Hal. 184
Bersyukurlah bagi
siapapun dari kita yang masih memiliki keluarga, Itu adalah hal terindah yang
dihadiahkan Tuhan. Sebab dari mereka kita pertama kali belajar arti cinta.