Judul
Buku : Dongeng ketiga belas – The Thirteenth tale
Penulis
: Diane Setterfield
Alih
Bahasa : Chandra Novwidya M.
Editor
: Siska Yuanita
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan
kedua : Maret 2009
Tebal
: 608 halaman
ISBN
: 978-979-22-4129-7
Buat
saya, dongeng memiliki kekuatan tersendiri dalam memberikan penghiburan. Ia
adalah cerita yang cocok dibaca siapa saja, pada saat apapun, baik saat senang
maupun sedih. Dongeng mungkin memberikan fantasi kebahagiaan, menyulut harapan,
meski ada juga dongeng yang menyedihkan. Tapi saya selalu suka dongeng, apapun
ceritanya, siapapun pemainnya dan di mana latar ceritanya.
“Dongeng
membutuhkan kata-kata. Tanpa kata-kata, dongeng akan menjadi pucat, sakit dan
mati. Dan kemudian kisah itu akan menghantuimu.” – Hal.36
Margaret
Lea adalah seorang penulis biografi mud ayang biasa-biasa saja. Namanya tidak
tertulis di buku-buku terkenal yang dipajang di etalase toko, atau menjadi
pembicara di berbagai jumpa pers para penulis. Ia hanya pernah menerbitkan satu
esai kisah tentang kakak beradik Edmond, dan beberapa tulisna biografi yang ia
pernah buat adalah biografi dari mereka yang sudah mati.
Suatu
saat, hampir malam, ketika Margaret menemukan sepucuk surat di anak tangga toko
buku milik Ayahnya. Surat itu ditujukan kepada Margaret dan dikirimkan atas
nama Vida Winter, Penulis terkenal di Inggris saat itu. Vida telah menerbitkan
56 buku dalam 56 tahun dan diterjemahkan ke 49 bahasa. Ia bahkan dianggap
sebagai Dickens abad ini. Wanita itu meminta Margaret agar mau menuliskan
biografi Vida Winter yang sesungguhnya. Sebenarnya sudah berkali-kali para
wartawan menanyakan langsung kepada Vida, cerita masa lalu Vida. Tapi Vida
selalu memberikan cerita yang berbeda kepada mereka, cerita yang adalah dongeng
belaka, bukan kisah sebenarnya.
“Ceritakan
padaku yang sesungguhnya.”
Seorang
lelaki yang datang kepada Vida adalah pemicu dari keinginan Vida untuk
menuliskan kisah hidupnya.Semenjak kedatangan lelaki itu, dan semakin sedikit
dongeng yang bisa Vida ceritakan, saat itulah Vida tahu bahwa sekarang adalah
saat yang tepat untuk menceritakan masa lalunya kepada dunia melalui tangan
Margaret. Meski sudah mengetahui siapa Vida, tapi Margaret belum pernah
sekalipun membaca hasil karyanya. Margaret lebih suka menyusuri toko buku tua
milik Ayahnya, mencari almanak-almanak, buku buku tua alih-alih membaca Novel
Vida.
Salah
satu novel Vida yang terkenal adalah yang berjudul ‘Tiga Belas Dongeng’, novel
itu berisi kumpulan dongeng yang anehnya tidak ada dongeng ketiga belas. Hanya
berisi dua belas dongeng, meski judulnya seakan mengisyaratkan ada 13 cerita di
dalamnya. Hal ini mungkin menjadi salah satu penyebab Margaret turut penasaran
untuk menuliskan kisah Vida yang sebenarnya.
“Kelahiran
sebenarnya bukan permulaan. Awal hidup kita bukanlah milik kita, melainkan
kelanjutan dari kisah orang lain” – Hal.97
Datanglah
Margaret ke kediaman Vida Winter di daerah utara, pada saat musim dingin. Di
rumah itu kelak Vida akan mengisahkan sebuah cerita tentang keluarga Angelfield.
Tentang Isabelle yang cantik dan keras kepala, Charlie yang pemberontak dan Si
kembar, Adeline dan Emmeline, yang liar. Keluarga Angelfield merupakan keluarga
yang dijauhi oleh tetangganya, hal ini disebabkan ada saja masalah yang
ditimbulkan oleh anggota keluarga mereka.
Margaret
yang mendengarkan dan menuliskan kembali kisah itu terkadang ragu, apakah ini
benar kisah Vida Winter, atau hanya sebuah dongeng lain yang dikisahkan
kepadanya?
Ternyata
ini bukan novel fantasi yang ‘terlalu fantasi’, seperti dugaan saya. Isinya
lebih misterius dan lebih kelam daripada yang saya kira, dan benar-benar
membuat saya penasaran karena ada banyak ‘lubang’ di kisah Vida yang seakan
menunggu untuk dikuak, Siapa sebenarnya Vida ini. Meski ada dua kisah yang
diceritakan, yaitu kisah Angelfield dan kisah Margaret, tapi penulis mampu
dengan lancar mengisahkan dan menautkannya dengan apik dan halus. Misteri dan
poin-poin penting dijabarkan penulis dengan lancar, bahkan terkadang tersamar
sehingga pembaca gemes sekaligus frustasi, ini kisah Vida beneran atau bukan?
Selain
tokoh-tokoh utama, para tokoh sampingan anehnya diam-diam memberikan kunci
untuk pembaca menguak siapa sebenarnya Vida. Selain itu misteri kembaran Margaret
yang hilang juga menambah kemisteriusan kisah ini. Margaret adalah wanita yang
berani dan penuh rasa ingin tahu. Ia jeli, sabar dan teliti, mungkin ini karena
ia terbiasa menulis biografi dari orang yang sudah mati. Sedangkan Vida lebih
diceritakan sebagai wanita yang dingin, kaku, seenaknya sendiri, dan keras
kepala.
Sebuah
cerita yang apik, seru dan layak untuk dikoleksi. Bintang lima untuk buku ini.
:)