Saya seperti berada pada jeda. Rumah menjadi perhentian sejenak. Terkadang pula, saya melihat rumah sebagai poros yang membuat saya agar jangan tersesat
Hal pertama yang menggoda saya untuk membaca buku ini adalah covernya yang cantik. Buat saya yang tidak akrab dengan buah pala mentah, covernya tampak aneh, tapi terkesan manis dan eksotis. Sebelumnya mana tahu saya kalau itu pala. Pala yang saya kenal adalah pala yang sudah kering dan berbentuk seperti kenari, eh usut punya usut ternyata itu biji dari buahnya.
Indonesia kaya akan rempah-rempah, itu jelas adanya. Di buku-buku sejarah juga diceritakan betapa bernafsunya orang-orang Barat untuk menguasai kota-kota penghasil rempah di Indonesia bahkan sejak sebelum VOC beranak pinak di sini.
Di buku ini, penulis mengajak kita berjalan-jalan menengok rempah-rempah dan hasil bumi lain mulai dari Sumatra lalu ke Pulau Jawa, Bali dan Nusra. Lalu singgah ke Kalimantan, Papua, Sulawesi dan Maluku sebelum ditutup dengan kota kota lain yang dibahas sekilas sebagai Epilog. Beberapa kota dipilih dan diceritakan perihal rempah dan sejarahnya yang belum banyak saya tahu. Ternyata kemajuan ataupun kemiskinan sebuah daerah banyak berhubungan dengan hasil alam yang ada di daerah itu.
Salah satunya kampung bernama Cek Bocek di Sumbawa Selatan. Pemandangan alam yang indah dan hasil rempah berupa kemiri yang ditanam oleh masyarakat setempat masih cukup melimpah. Akibat belum banyak modernisasi yang menyentuh perkampungan ini, jalanan masih susah dilalui. Akibatnya lagi? Pemandangan alam yang indah, hasil alam dan masyarakat adatnya masih banyak yang masih "murni". Hidup selaras dengan alam, mereka menghormati alam. Sisi negatifnya? Fasilitas pendidikan seperti sekolah-sekolah umum serta fasilitas kesehatan masih minim. Seperti kutipan penulis,
Dilema perkara pembangunan menjadi lebih rumit di daerah-daerah terpencil dan pulau-pulau yang terlanjur punya stigma yang terasing maupun kecil dan seringkali dianggap kerdil
Buku yang sungguh sangat padat isinya. Selain itu, saya mengenal lebih jauh tentang rempah tentunya. Cerita tentang pala, cengkeh, kemiri yang menjadi komoditi paling dicari sejak penjelajahan Magellan dulu. Atau tentang tamarin, lada katokkon, juga pamarasan yang lebih akrab saya kenal sebagai keluwek. Kekurangan buku ini hanya pada editannya, beberapa kata yang salah ketik atau mengandung Tuhan menjadi berkapital di tengah-tengah. Bayangkan membaca "kebuTuhan" alih alih "kebutuhan". Terus karena saya baca versi digitalnya di Gramedia Digital, foto fotonya hitam putih ((cry)). Padahal bagus bagus dan banyaaaak fotonya. Ya udahlah ya jadi malah sambil nge-google karena banyaak tempat atau nama nama rempah, masakan, adat atau hal lain yang bikin saya penasaran waktu baca.
Sebuah buku yang apik, benar patut dikoleksi apalagi bagi pecinta sejarah dan rempah :)
Be First to Post Comment !
Posting Komentar