Penulis : Nina Addison, Fina
thorpe-Willet, Silvia Iskandar, Irene Dyah
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan pertama : 2016
Tebal : 360 halaman, paperback
ISBN : 978-602-03-3375-5
Hari ini kami doakan dia sedang
bersantai menikmati me-time dengan tenang. Doa yang dipanjatkan semu ibu-ibu di
dunia untuk teman sejawat mereka.
Setelah mengetahui sinopsis buku
ini, saya langsung masukin ke dalam wishlist. Mungkin karena tema ceritanya
seputar ibu-ibu yang merasakan hidup di luar negeri. Yah, sebagai sesama
ibu-ibu, saya tentunya penasaran, kayak apa sih hidup di luar negeri sambil
mboyong keluarga?
Dalam buku ini ada empat tokoh
utama, Arumi, Cilla, Sabai dan Sofia. Masing-masing akan berbagi empat cerita
pendek tentang kejadian-kejadian menarik yang pernah mereka alami selama
menjadi emak-emak ekspatriat. Keempat tokoh ini bersahabat, sehingga sesekali
akan kita temukan mereka muncul di cerita milik tokoh utama yang lain.
Adalah Cilla sebagai pembuka
cerita, kisahnya berlatar di Amerika Serikat serta Skotlandia. Salah satu
kisahnya yang membuat saya meringis membayangkannya adalah ketika rumahnya
kemalingan di Aberdeen. Saat itu di pagi hari, ketika sang suami telah
berangkat kerja dan kedua anak mereka masih terlelap di kamar. Pagi yang sepi,
dingin, dan lokasi rumah mereka berada di paling pinggir berbatasan dengan
padang luas. Terus, kemalingan. Mana Cilla sempat memergoki malingnya, pula.
Udah gitu, pagi kemalingan, eh malamnya si suami masih harus pergi ke luar kota
untuk urusan pekerjaan. Di cerita ini menurut saya Cilla benar-benar
memberitahu saya sebagai pembaca, bahwa setiap ibu akan berusaha menjadi kuat
seberapapun besar hantaman yang menerpa. Tapi toh pada akhirnya, kami hanya
manusia biasa, rapuh dan tak jauh-jauh dari rasa trauma.
Sabai yang berputri tiga akan
menjadi tokoh utama kedua dalam buku ini. Ia menceritakan
pengalaman-pengalamannya selama tinggal di Inggris Raya dan Korea. Ceritanya
yang paling seru buat saya adalah Berburu Burberry di Hackney. Yup, yang ada di
pikiran saya tuh para ekspatriat gitu pasti koleksi bajunya bagus-bagus,
mahal-mahal dan bermerek. Secara yaa, kan tinggal di luar negeri gitu, akses
barang mahal gitu lebih gampang daripada kita-kita yang di Indonesia. Dan siapa
tahu dengan beli di negara asalnya, bisa jadi dapat harga lebih murah. Iya,
saya mah cetek gitu mikirnya. Makanya waktu baca cerita Sabai ini, saya jadi
malu sendiri XD
Di cerita ini, Sabai bercerita
saat ia mencoba datang ke galeri Burberry yang menjual dengan harga
diskon. Ladies vs diskon jelaslah ya berbahaya XD apalagi meski Sabai
tinggal di UK, ia ngga pernah beli barang mahal. Uang yang ia terima dari gaji suaminya
harus diputar putar dengan cermat agar bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka
berlima. Tentu saja pilihan pakaian mereka pun tak dapat bermewah mewah ria.
Maka godaan diskon itu membuat Sabai berangan angan indah. Tapi toh, namanya
toko diskon di mana mana tetap saja sama. Banyak orang, rebutan barang, duh
pokoknya ngga nyaman. Apalagi terjadi sebuah insiden di toko tersebut antara
Sabai dan pengunjung lain yang nggak kenal malu. Ugh, bener bener pengalaman
yang menginspirasi saya deh. Ngga akan pergi ke toko diskonan kalau bawa bocah
XD
Sydney - Langit Kaca di atas Kota,
cerita milik Sofia bagi saya lebih terasa sebagai sebuah curahan hati ibu ibu
yang menghabiskan waktunya mengurus rumah tangga dan pernak perniknya. Sofia
yang dulunya seorang wanita karier, memiliki penghasilan sendiri, pribadi
mandiri, seakan kehilangan jati diri ketika menjadi seorang ibu rumah tangga. I
feel her, btw. Nah di cerita ini Sofia mencoba mencari kerjaan part time, yang
ternyata susah banget dicari. Sebagian besar pekerjaan part time adalah
pekerjaan sukarela, tanpa dibayar. Terus gimana donk Sofia dan impiannya untuk
bekerja lagi? Ya gitu deh.. X))
Di bagian terakhir ada Arumi dan
keluarga kecilnya yang bercerita tentang pengalamannya di
Jepang-Thailand-Indonesia. Nah, di bagian penutup ini ada satu cerita yang
menyentuh tentang putranya Arumi. Dalam perpindahan, adaptasi adalah hal yang
tidak mudah dilakukan apalagi bagi anak-anak. Mulai dari perbedaan budaya yang
kelihatan sampai hal hal sederhana yang ngga kasat mata. Dalam cerita ini
dikisahkan tentang adaptasi si anak yang cukup sulit di sekolah. Karena
kurikulum pelajaran anak SD di Indonesia yang njomplang daripada kurikulum
seperti tempatnya bersekolah dulu, membuat Arumi sebagai seorang ibu jadi ikut
ikutan stress.
Dari enam belas cerita pendek
dalam buku ini, akan kita temukan fun fact di tiap akhir ceritanya. Beberapa
kisah memang benar terjadi dan bisa jadi para emak emak penulis ini yang
mengalaminya sendiri. Saya sih suka semuaa, alurnya yang cepat dan nggak singkat
singkat amat ceritanya membuat saya merasa terkoneksi dengan apa yang mereka
kisahkan. Udah gitu, saya juga jadi lebih paham bahwa menjadi istri ekspatriat
bukanlah hal yang mudah. Lain ladang lain belalang, terutama. Ngga semua yang
ada di luar negeri itu hidup mewah, melimpah kaya raya gitu deh.
Oh ya, satu lagi yang saya
dapatkan dari membaca buku ini, bahwa ibu ibu di manapun mereka berada, pada
dasarnya ngga beda beda jauh deh.
Saya sih berharap buku ini ada
kelanjutannya. Barangkali kelak para suami yang bercerita? XD
Be First to Post Comment !
Posting Komentar