Judul Buku : The Woman in Black
Penulis : Susan Hill
Penerjemah : Reinitha Lasmana
Penerbit : Qanita
Cetakan Pertama: Mei 2016
Tebal : 228 halaman, paperback
ISBN : 978-602-402-026-2
Bunyi itu datang dari kejauhan,
dari ujung jalan lintas yang mulai terlihat seiring surutnya air. Bunyi kereta
kuda poni.
Sebenarnya saya tahu buku ini
justru dari filmnya yang dulu sempat ramai publisitasnya karena pemain utamanya
adalah Daniel Radcliffe. Sebelumnya mah saya ngga tahu kalau ternyata film itu
berdasarkan cerita di buku ini. Maka beginilah saya, alih alih ikutan nonton,
saya malah tertarik untuk membacanya. Apalagi buku ini salah satu buku yang ada
dalam box Peti Buku edisi Mei bertema Horror.
Cerita bermulai dari diutusnya Arthur, seorang pemuda yang bekerja di salah satu firma hukum London, ke sebuah desa di pinggir lautan. Ia bertugas untuk mengurus surat-surat serta rumah milik Mrs. Alice Drablow yang baru saja meninggal.
Tentu saja awalnya bagi Arthur ini merupakan tugas yang menyenangkan, ia membayangkan akan dapat melakukan pekerjaan sembari menikmati hawa pedesaan, jauh dari kebisingan Kota London. Tapi ternyata tugasnya tak semudah yang ia sangka.
Eel Marsh House, nama rumah itu,
terkenal akan kemistisan dan kehororan suasananya. Setiap orang daerah tersebut
seakan menghindari percakapan apapun yang berhubungan dengan Eel Marsh
House. Seakan-akan berbicara tentang rumah itu adalah sebuah hal yang
tabu. Mereka bahkan menyarankan agar Arthur membatalkan rencananya untuk
menginap di rumah tersebut. Dari situ Arthur mengambil kesimpulan bahwa ada
sesuatu yang disembunyikan oleh para warga.
Kelak, Arthur akan dihantui
kenangan akan Eel Marsh House seumur hidupnya. Sebab rumah itu memberikan
pengalaman kelam sekaligus menakutkan bagi Arthur. Penasaran? Nah, baca aja bukunya.
:p
Jujur saja, saya dari awal cuek-cuek
bebek baca buku ini. Tapi begitu sampai setengah buku, saya bermimpi buruk
tentang peristiwa di dalam buku ini. Jadi tanpa pikir panjang, ketika saya
bangun, saya langsung menuntaskan semua sampai ke akhir cerita. Daripada saya
mimpi buruk lagi, ya kan?
Sebenarnya kehororan buku ini
bukan terletak pada wajah seram si hantu, atau kehadirannya yang tiba-tiba. Karena
di buku ini si wanita hantu tidak digambarkan biasa-biasa secara fisik. Malah
waktu pertama kali melihatnya, Arthur berpikir bahwa ia melihat seorang wanita
nyata, yang hidup. Yang membuat saya agak merinding disko adalah bagaimana
suasana suram dan kelam yang mampu dibangun dengan apik oleh si penulis tiap
kali wanita hantu itu hadir.
Sosok Arthur sendiri memiliki
karakteristik pemuda kota yang tak istimewa. Ia keras kepala, tak peduli dengan
saran dan petuah dari warga yang sudah memperingatkannya berulang kali. Ia
berpendapat bahwa ia pasti bisa mengalahkan hantu tersebut dengan keberanian
yang ia miliki. Well, patut diacungi jempol sih dengan tekadnya yang membara
itu. Tapi terkadang, ada baiknya juga untuk bertindak hati-hati dan tidak
gegabah.
Buku tipis ini benar-benar
berkesan bagi saya. Dan setelah membaca synopsis filmnya, saya tahu bahwa saya
tak salah memilih, karena ending bukunya jauh lebih “nendang” daripada filmnya.
Jadi pingin baca bukus erupa lagi. Hmm..
Be First to Post Comment !
Posting Komentar