Judul Buku : Lelaki Harimau
Penulis : Eka Kurniawan
Penerbit : Gramedia Pustaka
Utama
Cetakan keempat : Februari 2016
Tebal : 198 halaman, paperback
ISBN : 978-602-03-2465-4
Margio membunuh Anwar Sadat.
Berita ini membuat geger seisi kampung, bukan hanya karena Margio dikenal
sebagai sosok pemuda yang tak pernah berkelahi tetapi juga karena Anwar Sadat
dibunuh dengan cara digigit urat lehernya sampai putus. Brutal sekali bukan?
Oleh sebab itu, orang jadi bertanya-tanya mengapa dan perihal apa yang
menyebabkan Margio sedemikian murka.
“Bukan aku,” kata Margio tenang
dan tanpa dosa. “Ada harimau di dalam tubuhku.”
Maka dari sinilah cerita kilas
balik dimulai, tentang Margio, keluarganya serta apa hubungan mereka dengan
Anwar Sadat.
Margio tinggal bersama bapaknya,
ibu dan satu adik perempuan bernama Mameh. Kehidupan mereka tak bahagia, sebenarnya.
Bapak yang tidak perhatian, ibu yang kurang waras, serta rumah yang tampilannya
menyedihkan membuat keluarga mereka tak akrab satu sama lain. Bahkan bisa
dibilang, Margio justru benci setengah mati terhadap bapaknya.
Sedangkan Anwar Sadat, lelaki
yang terkenal sebagai seorang seniman dengan hobi main perempuan, cukup
disegani di kampung mereka. Terlebih karena anak bungsu Anwar Sadat yang
bernama Maharani terlihat pergi berdua dengan Margio pada malam sebelum tragedi
itu terjadi.
Apa yang sebenarnya terjadi
antara Margio dengan Anwar Sadat?
Sejujurnya sih, saya membaca Lelaki
Harimau lebih dikarenakan rasa penasaran karena sempat dinominasikan dalam
penghargaan bergengsi Internasional, 2016 Man Booker Prize. Buku ini adalah
buku kedua Eka yang saya baca dan menurut saya pribadi, saya lebih paham cerita
dalam buku ini ketimbang Cantik Itu Luka. Bisa jadi karena lebih tipis dan
kurun waktu ceritanya tak lama.
Tokoh-tokoh pada Lelaki Harimau
diceritakan dengan apik dan memiliki kepribadian yang unik, serta perubahan karakternya
dikisahkan dengan panjang tapi tak membosankan. Harus saya akui, Eka pandai
menjalin kalimat dalam paragraf-paragraf panjangnya, sampai saya berpikir pasti
susah menerjemahkan Lelaki Harimau ini ke dalam bahasa asing. Sebab saya merasa
ada “nyawa” sosial, mistis serta keterkaitannya dengan kebudayaan orang-orang
tradisional di Indonesia. Seperti perihal macan putih yang ada di dalam diri
Margio, misalnya. Juga tentang pemakaman bapaknya Margio yang meninggal (yang
sejujurnya mengingatkan saya dengan majalah Hidayah jaman saya masih sekolah
dulu). Ini seperti menggabungkan unsur humanis sekaligus surealis secara
bersamaan.
Alur ceritanya juga gamblang
namun tak terlalu keluar jalur. Saya memahami mengapa kisah masa muda Nuraeni
perlu diceritakan padahal saat ini Nuraeni sudahlah tua dan menjadi janda.
Sebab seperti layaknya hidup manusia hari demi hari, ada kalanya sebuah
kejadian di masa lalu berpengaruh dengan kejadian yang sedang berlangsung di
masa kini.
Saya rasa setelah ini mungkin
saya akan mencoba membaca buku Eka lainnya. Tak ada salahnya mencoba lagi, kan.
Siapa tahu saya juga akan menyukai buku berikutnya :)
Be First to Post Comment !
Posting Komentar