Judul Buku
: For One More Day – Satu Hari Bersamamu
Penulis :
Mitch Albom
Penerjemah
: Olivia Gerungan
Penerbit :
Gramedia Pustaka Utama
Cetakan
ketiga : November 2012
Tebal : 248
halaman, paperback
ISBN :
978-979-22-9022-6
Biar kutebak.
Kau ingin tahu kenapa aku mencoba bunuh diri.
Ketika Chick
bertemu lagi dengan ibunya yang telah meninggal, lelaki itu baru saja mengalami
kecelakaan terburuk dalam hidupnya. Di ambang kematian dan kehidupan itulah ia
terheran-heran, mengapa Tuhan memberinya kesempatan sekali lagi untuk bertemu
dengan satu-satunya orang yang selalu perhatian padanya.
Saat itu kehidupan Chick memang amat kacau, berpisah dengan istrinya, pengangguran, sering mabuk, dan puncaknya adalah ketika ia bahkan tidak diundang ke pernikahan anak perempuannya, Maria. Bapak mana yang tidak sakit hati jika tiba-tiba ia hanya dikirimi foto-foto pernikahan anaknya tanpa ada kabar sebelumnya? Terlalu menyedihkankah dia sampai anaknya pun malu mengakui Chick sebagai seorang bapak?
Maka pertemuan satu hari dengan ibunya membuat Chick setengah bahagia namun juga setengah merasa bersalah karena Chick tidak ada di sisi ibunya ketika wanita itu meninggal delapan tahun lalu. Satu hari itu dihabiskan Chick untuk menemani ibunya mendandani wanita-wanita yang sudah renta dan berada di ambang maut. Semasa beliau hidup, ibunya Chick memang menjadi penata rambut yang handal.
Nah, saat
menemani ibunya itulah Chick baru menyadari ada banyak hal yang tidak dia
ketahui tentang ibunya. Seperti betapa ibunya bekerja keras untuk memenuhi
kebutuhan hidup keluarganya setelah ayahnya Chick pergi begitu saja
meninggalkan mereka di suatu hari.
Membaca buku ini awalnya membuat saya patah hati, isinya mewek mulu. Mungkin karena saya jadi inget emak. Mungkin karena saya kasihan sama Chick. Mungkin karena saya takut suatu hari nanti nasib saya juga kaya Chick. Who knows?
Selain mengisahkan Chick dan ibunya yang menghabiskan satu hari spesial, buku ini juga menceritakan perihal masa lalu mereka dalam bab-bab pendek yang diberi judul “Saat-saat ketika ibu membelaku”, atau bab lain yang berjudul “saat-saat ketika aku tidak membela ibu”. Kedua bab ini bercerita tentang masa lalu Chick yang tidak pernah akur dengan ibunya, sekalipun ibunya sering mendukung anak lelaki satu-satunya itu dalam berbagai momen penting hidupnya. Chick merasa ia seharusnya menjadi “anak ayah”, anak yang mirip dan memenuhi semua keinginan ayahnya, bukan kepada ibunya.
Karena
kebimbangan di masa muda ini, membuat Chick bertambah tua tetapi pikirannya
masih dangkal seperti remaja. Ia seringkali terlalu cepat mengambil keputusan
dan akibatnya saat keputusan yang ia pilih berujung pada kegagalan, ia menyerah
dan berputus asa. Chick juga sering menyalahkan ibunya atas kepergian sang
ayah, meski sebenarnya ia juga tidak tahu mengapa orang tuanya berpisah. Kelak,
di satu hari bersama ibunya inilah Chick mengetahui mengapa ayah yang begitu ia
idolakan itu pergi begitu saja meninggalkan keluarganya.
Kehadiran
ibunya di saat Chick sedang depresi membuat saya menyadari betapa pentingnya
dukungan keluarga dalam hidup kita. Bisa jadi kita abai terhadap kasih sayang
yang diberikan orang-orang terdekat yang benar tulus mencintai kita, mungkin
kita bosan dengan nasihatnya, jenuh dengan omelannya. Tetapi pada akhirnya kita
akan selalu kembali ke keluarga. Sejauh apapun kita pergi, seberapa berusahanya
kita lepas pada ikatan mereka, cinta dan kebaikan merekalah yang akan membawa
kita pulang.
g.
Be First to Post Comment !
Posting Komentar