Judul Buku
: The Sherlockian
Penulis :
Graham Moore
Penerjemah
: Airin Kusumawardani
Penerbit :
Bukune
Cetakan
Pertama : November 2013
Tebal : 544
halaman, paperback
ISBN :
978602201199
Award : Barry Award Nominee for Best First Novel (2011)
Anthony Award Nominee for Best First Novel (2011)
Read My Review in Steller
Tidak perlu
kaca pembesar untk membaca pesan yang belum sepenuhnya kering tersebut.
“Sederhana”,
bunyi pesan itu.
Pesan itu
ditulis menggunakan darah.
The
Sherlockian merupakan buku lama saya yang dibeli dengan impulsif lalu tertimbun
di lemari bertahun tahun. Sampai awal bulan lalu saya bertekad untuk
menyelesaikam buku biru nan cantik ini.
Awal mulanya berdasar fakta, bahwa setelah Arthur Conan Doyle "membunuh" Sherlock Holmes, ada jeda panjang dalam karier kepenulisannya sampai dia "menghidupkan" kembali Holmes. Bedanya, karakter Holmes semakin agresif dan makin cuek, bahkan cenderung kejam. Legenda mulai berkembang di kalangan kaum The Sherlockian, para fans berat Sherlock Holmes, yang menyebutkan kalau di masa vakum itu ada sebuah buku harian yang ditulis Arthur tetapi buku itu tidak pernah ditemukan. Tidak juga di antara arsip arsip surat maupun buku hariannya yang lain. Hanya buku itu yang raib.
Banyak peneliti dan para sherlockian berlomba lomba menemukan buku itu. Misteri adalah hal yang nikmat untuk dikejar, apalagi menyangkut nama besar Arthur dan Sherlock Holmes. Sampai seorang Sherlockian mengumumkan bahwa ia telah menemukan buku tersebut. Alex Cale memang telah bertahun tahun melakukan riset dan akan menerbitkan buku tentang Arthur Conan Doyle. Didukung keadaan ekonomi yang kaya serta waktu yang berlimpah, masuk akal bila Alex telah berhasil menemukan buku harian tersebut. Yang lebih seru lagi, Alex akan datang ke pertemuan Sherlockian dan siapapun yakin kalau ia akan memamerkan harta karun Arthur yang hilang itu.
Tapi Harold White, tokoh utama kita yang juga seorang Sherlockian, merasa gelagat Alex mencurigakan saat bertemu dengannya di hotel. Alex bilang kalau ia akhir akhir ini diikuti oleh seseorang, mungkin terkait dengan buku harian yang hilang. Pagi harinya, berita menggemparkan tersiar di kalangan Sherlockian. Alex meninggal dan buku harian itu hilang!
Dipenuhi rasa ingin tahu karena Harold turut menemukan jasad Alex di kamar, ia bertekad akan memecahkan misteri kematian Alex.
Ngga asyik donk kalau ngga ada unsur romancenya, nah saat menyelidiki kasus ini, Harold ditemani oleh Sarah. Wanita cantik yang mengaku jurnalis dan sedang mengurus perceraian ini datang begitu saja entah dari mana. Tak kalah misterius, bukan? Saat menyelidiki kasus ini, Harold dibayar dan difasilitasi oleh Sebastian, keturunan dari Arthur Conan Doyle, untuk mencari dan menemukan di mana buku harian itu berada. Tapi kenapa Harold yang dipilih Sebastian? Apa motifnya?
Tak hanya bercerita tentang Harold, novel ini juga menceritakan apa yang terjadi pada Arthur di saat jeda antara ia membunuh Holmes dan menghidupkannya lagi. Jadi diceritakan secara bergantian tiap bab, dan membuat rasa penasaran yang sama sama besar.
Buku ini diceritakan dengan apik dan tidak terlalu membosankan. Dengan fakta yang sedikit demi sedikit diberikan oleh penulis, kita sebagai pembaca jadi ikut tertantang untuk memecahkan masalah. Dua kisah yang diceritakan secara bergantian juga sama sama asyik untuk disimak, padahal latarnya berbeda jauh. Yang satu adalah London era modern, satu lagi merupakan London di masa suram. Adegan adegannya mengalir dengan apik, meski keseruan berburu buku harian itu awalnya tidak terlalu menarik. Ketegangannya tidak terasa, bahkan meski Harold diburu. Motivasi utama dalam pencarian ini adalah motivasi pribadi. Seberapa penasarannya kita sebagai pembaca untuk mengetahui kisah tersembunyi dari pencipta Sherlock Holmes.
Tentu saja sebagai penggemar cerita Sherlock Holmes, saya mengetahui nama Arthur Conan Doyle. Tapi jujur saja, sebelum membaca buku ini, saya memang abai dengan kehidupan sehari hari Arthur. Mungkin benar juga ketika ia kemudian menjadi murka karena orang lebih mengenal dan mencintai Holmes ketimbang mengagumi penciptanya sendiri. Saya bahkan baru tahu kalau ternyata Bram Stoker dan Arthur berteman baik, dan pertemanan mereka itu diceritakan pula di dalam buku ini.
Sebuah buku yang patut dibaca oleh para Sherlockian :)
Be First to Post Comment !
Posting Komentar