Judul Buku
: Lingkar Tanah Lingkar Air
Penulis :
ahmad Tohari
Penerbit :
Gramedia Pustaka Utama
Cetakan :
2015
Tebal : 168
halaman
ISBN : 9786020318608
Belanda
yang masih belum pergi meninggalkan Indonesia padahal negara kita sudah merdeka
tentu membuat gusar masyarakat. Selain berperang melalui tentara pemerintah,
beberapa orang yang tak puas juga ikut membentuk kelompok kelompok kecil untuk
mengusir tentara Belanda. Amid, Jun dan Kiram pun demikian, mereka membentuk
kelompok yang disebut Hizbullah dengan sasaran para pasukan Belanda.
Ketika Belanda akhirnya hengkang dari Indonesia, banyak pejuang muda yang tak rela menurunkan senjata. Mereka masih ingin berperang, entah unjuk kekuatan atau memang murni ingin membela negara. Kelompok Amid adalah salah satunya. Pemerintah Republik kemudian mengumumkan bahwa para pejuang muda itu dapat masuk ke dalam ketentaraan milik Republik.
Malangnya, sebuah tragedi terjadi saat segerombolan pejuang pejuang yang ingin bergabung itu malah ditembaki oleh sekelompok orang tak dikenal dari dalam kereta yang seharusnya akan membawa mereka ke markas tentara Republik. Kekacauan terjadi, baku tembak tak henti sampai ratusan orang mati. Semenjak itu banyak pejuang tak punya lagi keinginan untuk bergabung dengan Republik. Kalaupun ada, seperti Amid misalnya, hanya dapat menggigit jari karena ia dan kawan kawannya malah diburu oleh tentara tanpa alasan yang jelas. Di saat seperti inilah, sebuah informasi mengenai akan dibentuknya negara Islam membuat mereka tergoda. Tak dihiraukannya nasihat Kiai Ngumar, sesepuh kampung, yang menganjurkan mereka untuk tetap setia kepada Republik.
Begitulah awal mula Amid dan kawan kawannya kemudian bergabung dalam tentara Daarul Islam atau yang kita kenal sebagai DI/TII.
Buku ini menceritakan kegelisahan Amid yang sebenarnya tidak sepenuh hati untuk berontak dari Republik. Ia memikirkan keelamatan orang tua serta istrinya yang sedang hamil tua. Bagaimana kelak kalau anak mereka lahir, sementara sang istri sedang "disembunyikan" di dekat rumah saudaranya yang miskin dan kekurangan?
Diceritakan dengan alur yang maju mundur, pembaca diajak untuk memahami apa yang menjadi awal mula kerisauan si Amid. Didukung deskripsi latar yang apik, saya sih asyik asyik aja baca ceritanya. Apalagi memang cara bercerita Ahmad Tohari ringan dan temanya sederhana, saya nggak ribet mbayanginnya. Meski saya sebel juga sih sama si Amid, sang tokoh utama. Amid ini labil, susah mempertahankan pendiriannya dan rasa setia kawannya tinggi. Akibatnya ia terperosok ke dalam hal hal yang sebenarnya ia lakukan setengah hati dan menyesal juga dengan langkah yang ia ambil padahal taruhannya hidup dan mati.
Setelah buku Bekisar Merah yang saya baca, saya rasa Ahmad Tohari memang sengaja menampilkan konflik politik ataupun peperangan dalam ceritanya. Jika diurutkan, mungkin demikian, DI/TII setelah Indonesia Merdeka dilanjutkan Ronggeng Dukuh Paruk yang berlatar tragedi di tahun 1965 lalu Orang orang proyek di tahun 90an, dan Bekisar Merah dengan latar Indonesia yang lebih modern, yaitu akhir Orde Baru dan reformasi.
Saya memang belum membaca semua karya beliau, tetapi saya suka caranya menyampaikan kritik-kritik sosial lewat sastra. Seakan ia mengabadikan momen momen penting dari sejarah bangsa Indonesia serta sisi sisi pelik kehidupan politik negara kita, untuk anak cucu kita dan generasi seterusnya.
Karena menulis membuat kita akan selalu ada, bukan?
Ahmad Tohari ini kelahiran Banyumas, sama kayak saya Qeqeqe.
BalasHapusPertama baca dulu novelnya yang berjudul Ronggeng Dukuh Paruk, udah lama, jaman kuliah.
Karyanya lekat dengan budaya dan kritik sosial memang.
Orang2 proyek ditulis awal tahun 2000an, Vin. Tapi ceritanya emang tentang Orba sih...
BalasHapusAku benci endingnya!!! huhuhuu
BalasHapusAhmad Tohari memang sengaja menampilkan konflik politik ataupun peperangan dalam ceritanya. Jika diurutkan, mungkin demikian, DI/TII setelah Indonesia Merdeka dilanjutkan Ronggeng Dukuh Paruk yang berlatar tragedi di tahun 1965 lalu Orang orang proyek di tahun 90an, dan Bekisar Merah dengan latar Indonesia yang lebih modern, yaitu akhir Orde Baru dan reformasi.
BalasHapusSaya memang belum membaca semua karya beliau, tetapi saya suka caranya menyampaikan kritik-kritik sosial lewat sastra. Seakan ia mengabadikan momen momen penting dari sejarah bangsa Indonesia serta sisi sisi pelik kehidupan politik negara kita, untuk anak cucu kita dan generasi seterusnya.
Karena menulis membuat kita akan selalu ada, bukan?
KEREN
Aku padamu deh Vin
Saya belum pernah baca buku ini, terima kasih sudah mengulas. :)
BalasHapus@ mba ety : lho aku baru tau ternyata beliau orang banyumas ya. Pantas latar desa yg dipilih di ceritanya di jawa tengah..
BalasHapus@ mba lila : he eh maksudku timeline ceritanya bukan waktu penulisannya.. :p
@nana : endingnya bikin senewen. Masa gitu doank x_x
@ dion : tak usah kau merayu. Segera saja ganti hape baruuuu
@usup : :') saya senang jika ulasan ini bermanfaat. Terima kasih sudah berkunjung