Judul Buku
: Misteri Patung Garam
Penulis : Ruwi
Meita
Editor : Sulung
S. Hanum dan Jia Effendie
Penerbit : Gagas
Media
Cetakan pertama
: 2015
Tebal : 278 halaman,
paperback
ISBN : 978-979-780-786-3
Sebuah
pembunuhan misterius terjadi di Surabaya. Korbannya telah meninggal beberapa
hari dan dimumifikasi menggunakan adonan garam. Tak hanya itu, sang pembunuh
meninggalkan pesan untuk dipecahkan serta sebuah pola yang terbuat dari garam
di sekitar mayat itu berada.
Karena pengalaman memecahkan kasus pembunuhan misterius sebelumnya, Kiri Lamari ditugaskan menyelidiki kasus ini. Bersama atasannya, Pak Saut, Kiri sulit menemukan petunjuk yang berkaitan dengan pembunuhnya.
Sialnya,
ternyata seorang korban jatuh lagi. Tapi kali ini mereka berhasil menemukan
petunjuk yang mengarah ke pelaku, meski belum cukup untuk menjadikannya
tersangka. Sementara itu, sang pelaku siap siap membunuh mangsa berikutnya.
Yang lebih parah, ia juga mulai meneror Kiri agar berhenti menyelidiki kasus
tersebut. Tentu saja Kiri tak akan berhenti begitu saja, lagipula ia harus
menemukan tersangka sebelum jatuh korban lagi.
Tapi tunggu dulu, ternyata Sang Pembunuh tak mengincar Kiri, melainkan mengincar orang terdekat Kiri.
Lalu bagaimana akhir kisahnya? Apakah Kiri berhasil menangkap pelakunya sebelum jatuh korban lagi? Benarkah tersangka yang diduga Kiri?
Ternyata saya tidak membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan keseluruhan cerita. Alur cerita yang cepat dan cara penyampaian yang asyik dinikmati membuat saya penasaran bagaimana kisah ini diakhiri. Penulis pandai dalam menciptakan ketegangan dalam twist twist yang disisipkan di cerita. Konfliknya juga merambat dengan jelas, membuat pembacanya ikut menebak nebak siapa dalang peristiwa mengerikan ini. Meski humornya agak garing, tapi saya suka buku ini. Setelah lama saya jarang menikmati novel thriller lokal, kali ini harus saya akui, penulisnya telah mengeksekusi idenya menjadi petualangan yang menegangkan.
Membahas tentang
pengawetan menggunakan garam, metode ini memang biasa digunakan dalam
mumifikasi. Logikanya sih, garam berfungsi untuk menyerap cairan dalam tubuh
sehingga tidak keburu busuk. Di dalam novel ini, mayat yang telah dibaluri
adonan garam kemudian dioven. Yang menarik adalah ketika penulis menghubungkan
filosofi garam dengan hal-hal bersejarah yang berhubungan dengan garam.
Garam adalah jiwa. Dia ada dalam darahmu -89
Saat di SMA, ada
pelajaran yang menjelaskan bahwa garam tak hanya berupa garam dapur yang biasa
kita gunakan untuk memasak. Tapi tentu saja tak ada natron dibahas di sana.
Garam ini biasa digunakan orang Mesir kuno untuk mengeringkan organ selama
proses mumifikasi atau membuat mumi. Natron adalah campuran antara natrium
karbonat dekahidrat dengan Natrium bikarbonat (baking soda), sedikit Natrium
klorida dan Natrium Sulfat. Pada jaman dahulu, natron yang dicampur dengan
minyak bisa digunakan sebagai sabun, pasta gigi bahkan obat kumur.
Loh malah jadi
mbahas garam. Hahahh.
Kembali ke novel
ini..
Tokoh favorit
saya, sebenarnya Pak Saut dan makiannya yang unik. Kampret rebus. Sekarang
setiap mendengar kata kampret, saya pasti langsung terbayang Bapak yang satu
ini, dengan kekonyolannya serta petuah-petuahnya yang sederhana namun
benar-benar bermanfaat.
Karier dan perempuan itu seperti dua besi melintang pada rel kereta api. Sejajar tetapi tak pernah bertemu. – 65
Nah, mau kenalan
sama Pak Saut? Baca aja buku ini :D
Aahh, kepo banget sama novel >,< mana digembor-gemborin lagi promosi di med sos
BalasHapus