Judul Buku : Sine Qua Non – Dancing With The Holy Spirit
Penulis : Marga T
Tebal : 256 halaman, paperback
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
ISBN : 978-602-03-1150-0
Cetakan Pertama : 2014
Tujuh tahun bukanlah waktu yang cukup untuk melupakan seseorang bila kita sungguh-sungguh mencintai dia – Kamar 27
Angkatan 70-90an yang suka membaca
buku pasti pernah mendengar nama Marga T. Nah, karena saya sudah lama mendengar
sepak terjang beliau di dunia literature Indonesia, plus karena saya dibesarkan
dengan film-film yang berasal dari karyanya dan kawan seangkatannya (Mira W),
maka ketika tahu dia menerbitkan kumcer 50 tahun berkarya, saya jadi tergoda
untuk memilikinya. Apalagi covernya yang unik, duh, tak tahan (saya memang
pembaca yang sering melihat buku pertama kali dari covernya. Padahal kumpulan
cerpen, buku yang sebenarnya saya hindari untuk saya baca karena terus terang
saja akan susah menikmati ceritanya, apalagi meresensinya.
Ada 17 cerita pendek dalam buku ini,
ditambah 8 cerita dalam versi bahasa Inggrisnya. Kesemuanya pernah diterbitkan,
beberapa di majalah dan di Koran, beberapa lainnya merupakan karya yang
diikutkan dalam Asia Week competition.
Yang membuat buku ini unik adalah gaya bahasa dan dialog yang digunakan penulis
idak diubah agar pembaca dapat membandingkannya dengan novel-novel versi
sekarang.
Cerita favorit saya ada di urutan
kedua yang berjudul Secercah SInar Pagi, kisah nonfiksi yang menceritakan saat
Marga masih menjalani kepaniteraan (semacam co as, sepertinya) di rumah sakit. Dia
bertemu dengan seorang pasien yang bernama Subandi, pemuda ini sangat keras
kepala dan dia masuk ke rumah sakit karena penyakit diabetes. Setelah beberapa
lama, ia keluar dan Marga hampir tak pernah mendengar kabar lagi tentangnya
sampai suatu hari Subandi ini bertemu kembali dengan Marga. Mungkin yang
membuat Marga terkesan adalah karena Subandi menyebutkan judul karya Marga yang
saat itu sedang booming yaitu Karmila. Terus apa hubungannya Karmila dengan
Subandi? Nah, baca sendiri yaa :p
Cerpen favorit saya berikutnya adalah
Gaun Sutra Ungu, tentang seorang penjahit yang menemukan kebenaran pahit dari
kisah calon pelanggannya. Berlatarkan sebuah rumah di sudut kota Hongkong,
cerita hantu ini sama seramnya seperti cerita Marga T yang berjudul Di mana
Waktu Membeku. Latarnya sama-sama di luar negeri, bedanya, di cerpen ini kisah
yang diceritakan adalah tentang seorang perawat dengan seorang lelaki yang
jatuh cinta padanya. Yah, siapa sangka ternyata Marga T pintar membuat kisah
misteri juga, meskipun tidak terlalu seram sih, tetapi tetap saja membuat bulu
kuduk saya merinding.
Secara keseluruhan saya cukup
menikmati buku ini, meski tidak smeua jalan cerita cerpennya bisa saya pahami.
Beberapa terlalu singkat, sampai perlu dibaca dua kali untuk memahami akhir
ceritanya. Sebagian besar ceritanya tentang cinta, sih, sepertinya memang tema
yang satu ini abadi sepanjang masa ya. Tidak akan ada bosannya diceritakan
dalam berbagai versi, meski secara garis besar sih, sama saja.
Tiga bintang untuk buku ini. Hei,
buku ini bisa jadi kado yang indah buat Orang tuamu, mungkin, kalau mereka dari
dulu suka membaca :)
Diikutkan dalam
Wah wajib punya nih ^^ Saya pembaca Marga T dari SD. Pinjem punya tante :p
BalasHapusJadi pengen punya. Sebagai pens marga t garis keras, aku harusss punyah!
BalasHapusBeliin dong, pin #lah