Bagi penggemar novel-novel terjemahan, mungkin
sudah tak asing dengan nama Barokah Ruziati. Saya sendiri pertama kali membaca
buku “sentuhan” beliau yaitu sebuah novel fantasi yang berjudul A Long Long
Sleep, waktu itu saya baru setahun gabung dengan BBI jadi baru mulai perhatian
sama nama-nama penerjemah, penyunting, proofreader buku-buku yang saya baca.
Karena Mbak Uci (demikian saya memanggilnya)
akhir-akhir ini lagi banyak menerjemahkan karya fantasi, maka saya dan Dion di
Baca Biar Beken jadi penasaran mau ngobrol-ngobrol dikit dengan beliau. Apalagi eventnya lagi pas banget nih, dengan event Around The Genres nya BBI
Yuk, simak obrolan kami :)
(Keterangan A: Alvina, D : Dion, U : Mbak Uci)
A
: Haloo, Mbak Uci, terima kasih sudah bersedia ngobrol sama kami yaa. Sejak
tahun berapa, sih, Mbak Uci mulai jadi
penerjemah? Cerita dikit doonk buku pertama yang Mbak Uci terjemahin ^^
U
: Mulai jadi penerjemah sih sejak kuliah, menggarap subtitle untuk acara-acara
TV (wow, akhirnya aku kenalan sama
penerjemah acara TV beneran! Selama ini sering penasaran kalau nonton subtitle
di TV. Kapan kapan wawancara bab ini aahh)
Tapi
kalau nerjemahin buku kira-kira tahun 2007 atau 2008. Buku pertama yang aku
terjemahkan Serial Ulysses Moore: Peta yang Hilang. Penerbitnya Erlangga dan
terbit tahun 2008.
A : Terus novel fantasi apa sih, yang pertama kali Mbak Uci
terjemahkan?
U
: Novel fantasi pertama ya Ulysses Moore itu.
(waah
sekalinya nerjemahin, ternyata langsung novel Fantasi! *sungkem)
D
: Sebelum mulai menerjemahkan, Mbak Uci membaca semua isi bukunya dulu nggak?
U
: Nggak :) Soalnya pingin ikut penasaran dan terbawa emosi saat menerjemahkan.
Kalau sudah baca duluan kan jadi sudah tahu ceritanya.
D
: Pake kamus apa kalo nerjemahin fantasi? (*Modus nanya sambil berguru*)
U
: Sama saja dengan menerjemahkan buku non fantasi. Paling Google search-nya
yang dimanfaatkan secara maksimal biar nggak salah-salah nerjemahin istilah
atau makhluk-makhluk fantasi.
A
: (*Dorong Dion ke samping)
Mbak
Uci, beda banget nggak sih “rasanya” kalau nerjemahin novel fantasi dengan
novel non fantasi?
U
: Beda nggak yaa :D Sebenarnya nggak juga, yang beda "rasanya" itu
kalau menerjemahkan buku yang sangat populer (dengan fan base yang berlimpah)
dibandingkan buku yang "biasa-biasa saja". Ada kekhawatiran
mengecewakan penggemar fanatik yang sudah sangat akrab dengan buku tersebut,
karena mereka tentu akan lebih kritis. (Hohohoho, apalagi yang suka
membandingkan terjemahan dengan buku aslinya ya *nyengir cantik)
D
: (*geser Vina jauh jauh)
Mbak,
gimana sih, cara nerjemahin karya fantasi yang asik tanpa harus sok keminggris
atau jadi kaku?
U
: Setiap kali menerjemahkan buku, baik fantasi maupun non fantasi, tujuan utama
penerjemah tentu menghasilkan terjemahan yang luwes dengan tingkat keterbacaan
yang baik. Jadi intinya sih, aku menempatkan diri di sisi pembaca. Kira-kira
mereka bakal bingung atau terganggu nggak dengan terjemahanku. Walaupun kadang aku
senang juga menyelipkan kata-kata bahasa Indonesia yang jarang dipakai, supaya
pembaca lebih ngeh kalau ada kata-kata itu dalam bahasa kita sendiri.
Mudah-mudahan tidak bikin kesal yang baca ^_^
D
: kalo nemu istilah mahkluk fantasi yang belum ada padanannya di bahasa
Indonesia biasanya langkah apa yang dilakukan? Diserap, diitalic atau dicarikan
padanannya di bahasa Indonesia? Kasih contoh dong XD
U
: Kalau nggak ada padanannya biasanya aku biarkan saja nggak diterjemahin,
misalnya sphinx atau elf tadi. Kalau makhluk fantasinya bikinan si pengarang
sendiri, dan kalau diterjemahkan kemungkinan tidak akan mengganggu, sebisa
mungkin aku cari padanannya biar enak dibaca. Contoh white walker di Game of
Thrones yang aku terjemahkan jadi pejalan putih. Tapi tentu saja semua kembali
pada kebijakan penerbit juga. Keputusan akhir ada di mereka.
D
: Apa batasan sebuah karya fantasi
terpaksa gak diterjemahkan beberapa bagiannya? misalnya nggak sesuai sama
budaya Di Indonesia gitu, terlalu sadis atau saru. (sambil memandang tumpukan
buku kipas)
U
: Sepanjang pengalamanku menerjemahkan fantasi, belum pernah sampai nggak
diterjemahkan sih. Yang membuat radar sensorku harus dipasang tinggi-tinggi itu
kalau menerjemahkan romance :)
A
: (Duduk manis di sebelah Dion) Buku apa yang paling lama yang pernah Mbak Uci
terjemahkan? Dan berapa halaman jadinya?
U
: Hmm, kadang-kadang lamanya bukan karena jumlah halamannya banyak, tapi karena
diseling kerjaan lain juga hehehe. Tapi kalau buku paling tebal yang pernah aku
terjemahkan (sendiri) Game of Thrones. Jadinya 900-an halaman.
D
: (Ada Elf lewat di sebelah kami yang lagi duduk duduk cantik) Eh, mbak.. Kalo
ketemu kata “elf”, diterjemahkan jadi peri atau tetap elf aja? *penasaran
U
: Aku belum pernah nerjemahin yang ada kata "elf" deh kayaknya. Tapi
mungkin tergantung bukunya. Kalau elf berperan penting dan disebut berulang
kali, apalagi kalau ada kata "fairy" juga, aku akan tetap pakai
"elf". Kalau hanya disebut satu kali atau sekelebat, peri kurasa
tidak masalah.
D : pernah nggak dapat terjemahan yang sering kudu
nerjemahin ulang? (*diam diam curhat)
U
: Maksudnya saat aku menyunting terjemahan orang lain? Tidak sering, tapi
pernah.
D : Lebih mementingkan mana, antara orisinalitas karya
dengan keberterimaan pembaca di bahasa sasaran?
U : Dua-duanya penting. Walaupun berusaha seluwes
mungkin, tapi jangan sampai berubah banyak dari karya aslinya.
A
: Apa saja Suka duka menerjemahkan genre fantasi, mbaak?
U
: Sukanya: Senang bisa nerjemahin cerita-cerita yang seru dan fantastis.
Dukanya: Deg-degan takut dikritik penggemar hehehe. (Eaaaa, berat ya ternyata tugasnya
penerjemah)
A : Terakhir .. Ada nggak buku fantasi yang Mbak Uci sudah
baca dan Mbak Uci harapkan bisa ambil bagian dalam proses penerjemahannya di Indonesia?
U
: Jujur, belum kepikiran. Karena genre favoritku sebenarnya drama semacam The
Help atau Gone With the Wind :) Alhamdulillah sudah kesampaian nerjemahin
The Help.
A&D
: Makasih sudah mau meluangkan waktu buat kami ya, Mbaak. Semoga selalu sukses
dan selalu bahagia ^^
U
: Sama –sama :)
(cipika
cipiki sebentar lalu bubar)
Demikian
sedikit wawancara kami bersama Mbak Uci, semoga bermanfaat yaa. Buat yang
penasaran, bisa coba baca karya karya beliau looh, ini beberapa buku “sentuhan”
beliau yang ada di lemari saya. Oh iya, Mbak Uci bisa dikontak di twitter @bruziati
:)
Aku punya Ulysses Moore. Hehe. Tapi kenapa serinya terhenti ya? Kalo ga salah cuma 6 yang diterjemahkan. Mb Uci terjemahin lagiii donggg *merajuk*
BalasHapusBisa tolong tanyain ke mbak uci gak, apa rasanya ketika serial fanfasi terjemahannya ga dilanjutin terbit setelah buku #1 karena penerbitnya tutup? #sokgakkenal
BalasHapusWah, keren mba! Ini wawancaranya diem-deim sama khalayak faksi SFF :p
BalasHapus@ ila dan kak mute: *semoga mba uci membaca komen kalian ini XD
BalasHapus@ raafi : aku bilaang kook, tapi ngga direspon. Hahaha.
Tanyain dong ke Mbak Uci, kalau lagi cari penerjemah tarif murah bisa kontak saya LOL *digabruk mbak Uci dan khayalak
BalasHapus@ila, ulysses buku 6 sudah akan terbit bulan april katanya.. kemarin liat di twitternya
BalasHapus@Ila : Aku pun cuma nerjemahin sampai buku keempat karena yang selanjutnya Erlangga membeli yang bahasa Italia. Aku ora isoo :D
BalasHapus@Mute : Ah Mute kayak nggak tahu aja bagaimana perasaanku wkwkwk
Keren wawancaranya mbak Vina & mas Dion :)
BalasHapusLanjutken!
Salah satu terjemahan Teh Uci yang membekas bagiku itu di Ukuran 14 Pun Tidak Gemuk. Suka banget bagian "cimeng, cimeng" itu :))
BalasHapus