Judul Buku : Tell The Wolves I’m Home
Penulis : Carol Rifka Brunt
Tebal : 400 halaman
ISBN : 9781447213611
And, well, also maybe it seems like it would be okay not to be perfect. Nobody was perfect back then
Tak ada yang lebih menyakitkan June
selain kehilangan Paman tercintanya, Finn, karena AIDS. Finn sangat
menyayangi June, begitupun sebaliknya, sehingga kehilangan itu berdampak besar
bagi kehidupan June. Ia mulai sering murung dan keluarganya tidak terlalu
memedulikannya. Di sela sela kesibukan mengurus jenazah Finn, June bertemu
seorang lelaki misterius. Greta bilang itu adalah lelaki yang menularkan
penyakit mematikan kepada Finn. Hal ini membuat June semakin menghindari dan
diam diam membenci lelaki yang kemudian ia ketahui bernama Toby.
Tapi ternyata Toby berhasil mendekati June dan mendapat kepercayaan gadis itu. Mereka sering pergi bersama mengenang Finn, membicarakan Finn, dan karena itulah kemudian June tahu bahwa Toby benar benar mencintai pamannya. Bahwa mereka mencintai orang yang sama.
Masalah muncul ketika di lain pihak, Greta mulai membuat kekacauan. Kakaknya itu jadi sering marah-marah dan mengintimidasi June, yang membuat June makin jauh dari keluarganya.
Kenapa Greta berkelakuan begitu? Apa yang sebenarnya ia mau? Dan bagaimana kisah Toby selanjutnya?
Well, berlatar di tahun 1987, kisah Finn dan Toby terlihat jauh lebih kontroversial. Penulis tidak hanya mengupas pandangan masyarakat terhadap pasien AIDS tetapi juga hubungan sosial pada kaum gay. Saya awalnya was was dengan ceritanya, apakah saya mampu menamatkannya? Jarang jarang kan saya baca novel dengan intrik sosial seperti ini. Dan ternyata..saya selesai juga menamatkannya. Tidak ada tokoh yang loveable bagi saya, tapi mau ngga mau saya melihat mereka sebagai seorang manusia alih alih menjudge hal-hal negatif yang mereka lakukan.
Finn seorang pencinta yang merdeka, ia melakukan hal hal sekehendak hatinya, kemana ia melangkah, itu adalah murni pilihannya. Meski kelihatan egois, tapi Finn sebenarnya seseorang yang baik hati dan sayang terhadap keluarganya. Ia juga menjaga perasaan mereka bahkan di saat saat terakhir hidupnya.
June adalah gadis yang pendiam. Awalnya ia hanya seorang gadis baik baik yang selalu patuh terhadap peraturan maupun keinginan orang tuanya. Lama kelamaan, setelah bertemu Toby, June menjadi gadis yang ekspresif. Ia mulai berani melanggar aturan tapi sayangnya ia juga semakin jauh dari keluarganya.
I really wondered why people were always doing what they didn’t like doing. It seemed like life was a sort of narrowing tunnel
Toby adalah seorang teman yang sopan dan baik terhadap June. Ia menyayangi June seperti Finn, yang membuat June sesekali merasa ia mungkin menemukan pengganti Finn. Tetapi karena Toby dimusuhi oleh keluarga June, terutama Si Ibu yang adalah kakak kandung Finn, persahabatan Toby dan June berlangsung diam diam. Hal ini membuat June menyimpan rahasia besar dari orang-orang terdekatnya.
Selain konflik sosial seperti gay dan AIDS yang dibawa oleh si penulis, ia juga mengangkat konflik keluarga terutama hubungan adik kakak dalam buku ini. Greta yang digambarkan galak dan sering menyakiti perasaan June ini, membuat hubungan keduanya jadi semakin menjauh. Suasana ceritanya memang sedih sih, sedikit muram, mungkin karena terbawa bawa kenangan tokoh tokohnya bersama Finn, sehingga jadi ngga ceria sama sekali. Tapi tentu saja ini sebuah buku yang menarik, meski latarnya tahun 80an, tapi polemik penyakit AIDS dan kaum gay masih saja sama di mata masyarakat. Penasaran? Baca sendiri yaa :))
Uhm. Jadi penasaran, kalau Toby yang menularkan AIDS ke Finn, kok bisa ya Finn meninggal duluan karena penyakit tersebut? Bagaimana dengan Toby sendiri? #mendadakkepo
BalasHapusbaca hayuk kang. apa mau dispoilerin di joglo? XD
BalasHapus