Judul Buku : Al Dente : Waktu yang Tepat Untuk Cinta
Penulis : Helvira Hasan
Penerbit : Gagas Media
Cetakan Pertama : Juni 2014
Tebal : 256 halaman, paperback
ISBN : 9789797807313
Masih percaya nggak, ada perjodohan
di jaman modern gini? Yup, Cynara dan Benjamin contohnya. Keluarga mereka sudah
dekat sejak Nara masih kecil dan berteman dengan Dita, adik Ben. Sehingga
ketika orangtua mereka mengutarakan ide tersebut, Ditalah yang paling
bersemangat. Meski Nara dan Ben sudah akrab sejak lama, ide perjodohan ini
sempat ditentang Nara. Pasalnya dia diam diam menunggu seorang lelaki idamannya
yang masih melanjutkan kuliah di Boston. Tapi setelah dipikir pikir, Nara sudah
terlalu lama menanti El, lelaki itu, yang tak pernah lagu memberikan kabar
kepadanya.
Jadi apa salahnya ikut sama ide orang tua mereka tentang perjodohan ini?
Begitulah, pernikahan digelar, bulan madu dijalani dengan gembira, sampai pernikahan mereka mulai goyah hanya dalam hitungan hari.
Sembilan belas hari saja waktu yang diperlukan masa lalu untuk menerpa biduk yang baru saja mereka layarkan.
Milly, mantan Ben, menjadi penyebab awal kisruh itu. Meskipun Ben sudah jelas jelas menceritakan kepada Nara bahwa antara Milly dan ia sudah tidak ada apa apa lagi, tetapi Nara tetap berprasangka negatif kepada suaminya.
Di sisi lain, El kembali ke Indonesia dan menggoyahkan iman Nara. Pernikahan Nara dan Ben di ambang keruntuhan. Apakah mereka mampu menyelamatkan pernikahan ini, atau membiarkan masa lalu kembali ke pelukan mereka?
Membaca kisah ini, sejujurnya membuat saya emosional. Bukan karena sedih atau mewek terharu, tapi sikapnya Nara bikin saya pingin jambak jambak rambut Doranya. (Sungkem sama penulisnya)
Bahkan saya menyelesaikan novel ini dalam sehari semalam, mungkin karena malas berurusan dengan sifat negatifnya Nara terlalu lama, dan sebal juga karena Ben pasrah aja gitu nggak berjuang atau gimana atas pernikahannya.
Mungkin ini bisa jadi kelebihan penulisnya, mampu membuat pembaca setengah mati kesal sama tokoh tokohnya. Atau malah bisa jadi kelemahannya, karena membiarkan para tokoh utamanya mengambang aja dari awal sampai akhir cerita. Ngga ada greget yang seru, konflik yang dibangun dimulai dengan pengantar yang lama tapi terlalu cepat diselesaikan. Terlalu tiba tiba, bahasa kerennya, "Ujug ujug mak bedundhuk". X)
Tapi penulis mampu membawa pembacanya maju mundur dengan peralihan yang lancar, pun dengan dua sudut pandang yang digunakan. Kita bisa bergantian memandang masalah pernikahan mereka ini dari dua sudut pandang, Ben dan Nara. Sayangnya pengembangan tokoh kurang maksimal, Ben terlalu pendiam, terlalu nrimo, kurang garang (Asal ngga garong ajah). Sedangkan Nara, huwah...negatif thinking mulu isi otaknya. x_x
Judul Al dentenya juga kurang ngena. Cinta disamain sama pasta? Eng...okelah. tapi di buku ini kayak cuman nempel doank itu kisah tentang pasta Al dentenya.
Yah, mungkin saja kalau saya ngga suka, tapi kalian suka sama ceritanya. Ringan kok bahasanya, jadi cepat kelar. Coba aja :)
hmm, filosofi pastanya kurang ya di dalam ceritanya? nyam2
BalasHapus