Alkisah ada seorang anak
perempuan yang telah tumbuh dewasa bertanya kepada pamannya, ceritakan padaku
tentang mama, wahai paman. Lalu pamannya bercerita tentang betapa sabarnya mama
sang anak perempuan itu, bahwa mamanya jago masak, pandai bergaul, memiliki
banyak teman, dan seorang petarung sejati. Si anak perempuan (yang sudah besar)
bertanya kembali, bagaimana mama meninggal?
pertanyaan ini diajukan karena
si anak hanya ingat samar samar kejadian kejadian saling silang yang ada di
memorinya. Lalu berkisahlah si paman, "Mamamu dulu sebenernya telah
dianggap bersih dari kanker. Sampai kemudian kamu meminta seorang adik dan
kekeras kekepalaanmu serta mamamu akhirnya berujung pada karunia Tuhan, seorang
(calon) anak lagi. Lalu vonis dihadapkan pada Mamamu, pilih anak dalam rahimnya
atau dia yang diselamatkan. Sebab kehamilan membuat entah bagaimana kanker
sialan itu muncul kembali. Dan begitulah, karena mamamu adalah seorang yang
keras kepala maka ia memilih anak dalam kandungannya. (si anak perempuan yang telah
dewasa merengut dan berpikir, itu bukan karena mama keras kepala, itu karena
mama adalah mama. Ibu waras mana yang mau menghilangkan nyawa anak di
kandungannya?)
Demikianlah cerita itu berakhir
dari cerita si paman, tanpa kesimpulan tanpa peringatan. Lalu si anak perempuan
(yang telah dewasa) diam dan berpikir mungkin sepersekian detik..kalau saja aku
tidak meminta adik lagi, kalau saja adik tidak ada. Kalau saja dan kalau saja
berikutnya. Namun logika kembali menguasai si anak perempuan (yg telah dewasa),
ada atau tidaknya adik, takdir telah tertulis. Bintang bintang telah terukir.
Sejak dulu kata
"kanker" telah akrab di telinga si anak perempuan. Pandangan iba dan
dikasihani juga sering ditemukan dari tatapan tatapan orang di sekitarnya, dan
dia benci sekali dikasihani. Pun jika sebenernya orang orang itu tidak
bermaksud membuatnya benci. Dan dia ingat ada lagi yang ia benci, bunyi sirine
ambulance dan bau disinfektan yang menyengat. Membuatnya terkenang kembali akan
peristiwa masa lalu yang kadang meledak ledak dalam benaknya. Tabung oksigen,
selang selang, bau disinfektan, berkendara siang ataupun malam bersama ayah
tercinta, perasaan kehilangan, air mata dan pengharapan. Yang tak mudah
dilupakan pula adalah tawa- tawa bahagia (yang anak perempuan yakini bahwa
itulah yang seharusnya dikenang). Perjalanan minggu pagi ke Monas, belanja ke
Senen terus mampir ke Texas, ke Gunung Agung atau ke Golden buat cuci mata. Ah
ya, dan saat saat di mana mereka menikmati bacaan bersama sama, si anak menelan
cerita cerita tentang pahlawan wanita dan kucingnya, dan ibunya membaca cerita
dari rubrik Oh Mama Oh Papa (yang kelak si anak ketahui ceritanya luar biasa
penuh drama).
Semua ini lama terendap dalam
kenangan si anak perempuan, sampai suatu hari ia menemukan buku dengan kisah
anak-anak yang menghadapi kanker. Perjuangan dan cinta yang mereka miliki.
Bangkit rubuh dan bangkit lagi untuk melawan sel-sel yang egois dan menuntut
menang. Namun garis-garis kehidupan telah dituliskan, dan mungkin Hazel bersama
Gus hanyalah sedikit pucuk gunung es yang terdiri dari kisah kisah menyedihkan
dan menyesakkan mereka yang membacanya.
“Kepedihan menuntut untuk
dirasakan”-89
Si anak perempuan merasa tak perlu menceritakan isi buku itu karena ia tahu ada banyak sinopsis yang menceritakan Hazel Grace yang bertemu Augustus Waters dan bagaimana keduanya jatuh cinta. Lalu menemukan jalan untuk pergi ke Amsterdam dan bertemu penulis yang telah menuliskan sebuah cerita favorit mereka.
Jadi kali ini si anak perempuan
akan menambahkan cerita bagaimana rasanya berada dekat dengan 'sebuah granat'
yang siap meledak sewaktu-waktu.
“Aku seperti granat, Mom. Aku
granat dan suatu ketika aku akan meledak, sehingga aku ingin meminimalkan
jumlah korban, oke?”-136
Yah, kalau kau ada di dekat
granat yang siap meledak sewaktu waktu, maka yang ada di pikiranmu adalah
bagaimana membuat kenangan indah sebelum granat itu meledak...dan
menghancurkanmu. Demikian pula yang si anak perempuan rasa ada di pikiran keluarga Gus dan
Hazel, berserta Peri Peri mereka yang baik hati, dan dokter dokter yang
meresepkan berbagai macam obat untuk menghentikan pertumbuhan sel kanker (yang
diam diam menyala seperti lampu natal saat dipindai dengan PET).
“Aku menyala seperti pohon
natal. Lapisan dadaku, pinggul kiriku, hatiku..”-287
Sedangkan Hazel bersama Gus
membantu si anak perempuan membayangkan seperti apa yang ada di pikiran
penderita kanker (meskipun ia tahu bahwa cerita ini fiksi), perasaan marah,
terluka, kehilangan, keinginan untuk tidak dikasihani dan meskipun kanker,
tetap saja sifat keras kepala bersarang dengan kuat di benak manusia. Yang
pasti, ia tahu bahwa di antara rasa sakit dan kecewa, masih ada cinta yang bisa
tumbuh dengan suburnya. Pun ketika tahu bahwa rasa cinta itu tak akan abadi
(persetan dengan segala romantisme cinta abadi dan kematian yang menanti), Gus
dan Hazel menunjukkan betapa bahagianya mereka yang jatuh cinta.
Mungkin si anak perempuan memang terlibat secara emosi dengan kisah di buku ini, tapi yah, kalau kalau anda masih punya buku ini di timbunan, ada baiknya segera dibaca. Siapa tahu itu bisa mengubah cara pandang anda terhadap dunia, cinta dan oh.. tentu saja, para penderita kanker.
Mungkin si anak perempuan memang terlibat secara emosi dengan kisah di buku ini, tapi yah, kalau kalau anda masih punya buku ini di timbunan, ada baiknya segera dibaca. Siapa tahu itu bisa mengubah cara pandang anda terhadap dunia, cinta dan oh.. tentu saja, para penderita kanker.
PS. Buku ini dibaca oleh si anak
perempuan dengan seorang temannya si Book : admirer
Judul Buku : The Fault in Our
Stars (Salahkan Bintang-Bintang)
Penulis : John Green
Penerjemah : Ingrid
Dwijani N
Penerbit : Qanita
Tebal : 424 halaman
ISBN : 978-602-9225-58-7
duuuhhh, Vin, mbrambangi aku baca reviewmu.... #speechless.... #pukpukVina
BalasHapusAku belum baca bukunya, malah udah pengen nangis baca reviewmu mbak :(
BalasHapusaduh..emm...emm.. 8ikut iris brambang sama mba lila dan hani
BalasHapusAku jadi pengen nangis bacanya...
BalasHapusBuku ini memang bagus. Emosinya kuat banget.
errrmmaighed, aku lupa eksistensi buku yang dihadiahi Santa natal tahun lalu. Lupa lupa saya taruh dimana ya >_<
BalasHapussama dong kita vin >.<
BalasHapus*tosss*
#ujugujug :D